Semburan Gas di Kukar, JATAM: Pertamina Harus Bertanggung Jawab!

Kukar, IDN Times - Sudah dua pekan berlalu sejak peristiwa semburan gas dan api dari sumur milik PT PEP Sanga-Sanga Field Pertamina di Kelurahan Jawa, Kecamatan Sanga-Sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara. Namun, hingga kini warga belum mendapat penjelasan resmi dari pihak Pertamina maupun kontraktornya, PT Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI).
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur menilai insiden ini mencerminkan minimnya transparansi dalam industri migas. Mereka mendesak agar Pertamina dan PDSI segera membuka log kegiatan harian dan rekaman CCTV pengeboran hingga saat terjadinya semburan (blow out).
"Sudah 14 hari sejak kejadian, tapi tidak ada keterbukaan informasi yang layak. Warga justru mendapat informasi yang keliru, seolah ini hanya pembakaran gas buang biasa," kata Dinamisator JATAM Kaltim, Mareta Sari dalam siaran persnya.
1. Desakan investigasi independen

JATAM juga mendesak agar Kementerian ESDM melalui Dirjen Migas, serta instansi lingkungan hidup, membentuk tim investigasi independen yang melibatkan masyarakat sipil. Tim ini dinilai perlu untuk menyelidiki penyebab kejadian serta memeriksa kemungkinan adanya kelalaian hukum dari para pihak terkait.
"Pertamina harus meminta maaf secara terbuka kepada warga, memulihkan lingkungan, dan memberikan kompensasi yang layak, bukan bantuan yang menghina akal sehat," tambah perempuan yang kerap disapa Eta ini.
Sebagai informasi, insiden ini terjadi pada Kamis, 19 Juni 2025, sekitar pukul 05.00 WITA. Warga di sekitar lokasi mengaku melihat semburan api dan gas setinggi sekitar 12 meter dari sumur minyak milik Pertamina. Mereka juga mencium bau menyengat dan mengalami gejala seperti sakit kepala, mual, dan sesak napas.
Menurut kesaksian pasangan Suhardi (52) dan Noordayanti (42), sejumlah warga harus mengungsi karena khawatir akan paparan zat beracun. Lokasi sumur hanya berjarak sekitar 700 meter dari pemukiman.
"Ini mengingatkan kami pada peristiwa serupa di tahun 1988 yang menyebabkan dua orang meninggal dunia karena menghirup gas beracun," ujar Suhardi.
2. Air keruh, udara terpapar

Dari penelusuran JATAM Kaltim, air yang dialirkan PDAM masih tampak keruh, berbau, dan bercampur lumpur. Meski belum ada hasil laboratorium yang keluar, distribusi air tetap dilakukan dengan alasan menyuplai kebutuhan kegiatan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) di wilayah tersebut.
JATAM mempertanyakan standar operasional dan mitigasi risiko dari pemerintah daerah dan PDAM. “Air yang diduga tercemar tetap dialirkan tanpa informasi memadai ke masyarakat. Risiko ini juga menimpa peserta MTQ,” tegas Eta.
Selain air, pencemaran juga ditemukan pada tanah dan udara. Menurut JATAM, kandungan zat beracun seperti Hidrogen Sulfida (H2S), metana, dan senyawa hidrokarbon lainnya menyebar ke lingkungan sekitar. Kelima RT terdampak (RT 02, 04, 05, 06, dan 08) disebut mengalami gangguan kesehatan dan perlu dilakukan pemantauan kualitas udara selama 24 jam.
Menurut JATAM, bantuan yang diberikan oleh Pertamina kepada warga terdampak sangat tidak memadai. Warga hanya menerima satu dus air mineral 300 ml, satu kaleng susu beruang, dan vitamin B kompleks selama tiga hari untuk setiap rumah.
"Warga RT 04 misalnya, ada 166 KK, tapi hanya disediakan 48 kaleng susu. Ini menimbulkan polemik di antara mereka yang menerima dan yang tidak," kata Eta.
3. JATAM desak izin pengeboran dicabut

JATAM menilai Pertamina dan PDSI berpotensi melanggar sejumlah peraturan, termasuk UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, PP Nomor 35 Tahun 2004, dan Permen ESDM Nomor 32 Tahun 2021.
Mereka menuntut pencabutan izin pengeboran dan izin lingkungan pada sumur LSE-P715 serta mendorong pembentukan tim investigasi yang benar-benar independen. Pemerintah pusat, provinsi, dan daerah juga diminta bertanggung jawab atas lambannya penanganan.
"Sanga-sanga adalah kota bersejarah, tapi kini warga miskin, air diracuni, dan lingkungan dirusak oleh industri migas. Ini bentuk pengabaian hak konstitusional warga untuk hidup di lingkungan yang sehat," pungkas Eta.
4. Respons Pertamina Hulu Indonesia

Pertamina PEP Sanga-Sanga Field membantah tudingan abai dalam insiden semburan gas dan lumpur di Kelurahan Jawa, Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara. Perusahaan mengeklaim telah menangani semburan dalam tiga hari, menyalurkan bantuan, dan memulihkan layanan air bersih.
“Kejadian ini merupakan risiko yang telah dimitigasi dalam setiap kegiatan pengeboran migas,” kata Dony Indrawan, Manager Communication Relations and CID Pertamina Hulu Indonesia (PHI), dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/7/2025).
Menurut Dony, perusahaan langsung berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan pihak terkait. Langkah yang dilakukan antara lain pengukuran kualitas udara dan air, serta penyediaan bantuan kesehatan dan logistik bagi warga terdampak.
Air bersih disalurkan melalui depo air setempat. Perusahaan juga membuka posko kesehatan dan memberikan perlengkapan serta asupan penunjang kesehatan.
Untuk memulihkan layanan air bersih PDAM, PHSS bekerja sama dengan PDAM Tirta Mahakam. Upaya yang dilakukan meliputi pengurasan dan pembersihan instalasi pengolahan air (WTP), penggantian media filter, dan pembilasan jaringan pipa.
Pada 27 Juni 2025, PDAM menyatakan hasil laboratorium menunjukkan air sudah memenuhi baku mutu. Air dinyatakan aman digunakan untuk keperluan rumah tangga. Informasi ini diumumkan kepada pelanggan pada 1 Juli 2025.
"Akan terus mengevaluasi dan mengambil langkah pencegahan. Perusahaan berkomitmen menjalankan operasi migas yang aman, andal, dan patuh pada peraturan," jelas Dony.