Aksi Kamisan kerap dilakukan aktivis di Samarinda Kaltim. (IDN Times/Nina)
Sementara itu, Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kaltim Muhammad Akbar menilai, seniman-seniman mural di Kaltim tidak pernah menuangkan karya bernada kritikan terhadap pemerintah. Tidak pernah ditemui karya mural yang mengkritisi kebijakan pemerintah di sejumlah kota/kabupaten Benua Etam.
Apalagi di masa sekarang ini, saat aparat berlaku represif dengan menindak tegas lukisan mural menyindir kebijakan pemerintah. Seperti yang sudah terjadi di sejumlah tempat di Indonesia.
“Secara psikologi kawan-kawan komunitas mural mulai takut berekspresi dan berkarya. Padahal seni, terkhusus mural juga bagian kanal untuk menyampaikan pandangan," keluh Akbar.
Khusus soal ini, ia menyayangkan sikap represif aparat yang mengancam pidana pelukis mural yang menggambarkan wajah mirip Presiden Joko Widodo.
“itu kan hak berpendapat, seniman juga rakyat yang punya pandangan tentang pemimpinnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, Akbar mengungkapkan, para aktivis sempat beberapa kali berkolaborasi dengan seniman mural di Samarinda. Salah satunya aksi Kamisan di depan Kantor Gubernur Kaltim mempersoalkan sejumlah permasalahan daerah.
“Sempat juga kolaborasi, dituangkan di tembok folder. Sekarang sudah hilang sih. Karena sudah lama sekali. Tapi belum pernah kejadian penghapusan paksa oleh aparat,” jelas Akbar.