Sistem Pengawasan Polri Dipertanyakan, Kasat Resnarkoba kok Jual Narkoba?

Balikpapan, IDN Times - Tujuh anggota korps Bhayangkara ditangkap Bareskrim Mabes Polri karena diduga terlibat kasus penyelundupan sabu di wilayah Kalimantan Utara. Informasi yang dihimpun, anggota kepolisian tersebut berdinas di Polres Nunukan, Kalimantan Utara, di mana salah satunya adalah Kasat Reserse Narkoba Polres Nunukan Iptu SH.
Informasi penangkapan terhadap Iptu SH dan tiga anggotanya dibenarkan oleh Direktur Tindak Pindana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Eko Hadi Santoso. Namun, belum ada keterangan lebih lanjut terkait kronologis penangkapan terhadap tujuh anggota Polres Nunukan tersebut. Yang jelas, Iptu SH ditangkap terkait kasus penyelundupan narkoba.
"Benar, ada penangkapan itu," kata Eko, Kamis (10/7/2025).
1. Indikasi lemahnya pengawasan

Penangkapan sejumlah anggota Polres Nunukan, termasuk Kasat Narkoba, karena diduga terlibat dalam kasus penyalahgunaan narkoba, menuai sorotan tajam dari analis kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto.
Bambang menilai, keterlibatan aparat penegak hukum, khususnya personel satuan narkoba, dalam kasus narkoba bukanlah hal baru. Ia menyebut kejadian seperti ini terus berulang dan menimbulkan pertanyaan serius mengenai sistem pengawasan internal di tubuh Polri.
“Kasus seperti ini sudah sering terjadi. Pertanyaannya, apakah penangkapan tersebut adalah bukti keberhasilan kontrol dan pengawasan internal Polri, atau justru indikasi lemahnya sistem pengawasan organisasi?” ujar Bambang, Kamis (10/7/2025).
2. Masalah sistemik di tubuh Polri

Menurut Bambang, meski perlu kajian yang lebih dalam, secara umum peristiwa ini menunjukkan adanya masalah sistemik di internal kepolisian. Ia menilai lemahnya sistem kontrol dan pengawasan membuka celah bagi anggota untuk melakukan pelanggaran hukum.
“Kenapa kasus ini terus berulang, padahal sanksi terhadap personel yang melanggar sudah dilakukan? Ini menandakan bahwa sanksi etik yang diterapkan tidak memberikan efek jera,” tegasnya.
Untuk itu, ia mendorong agar sanksi yang diberikan terhadap anggota Polri yang terlibat tindak pidana, terutama narkoba, haruslah tegas dan maksimal. “Tidak ada sanksi lain selain pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) bagi personel yang terbukti melakukan pelanggaran pidana, apalagi pidana narkoba,” katanya.
3. Sanksi harus lebih berat dari hukuman masyarakat umum

Bambang juga menyinggung soal dasar hukum yang mengatur pemberatan hukuman bagi aparat penegak hukum yang melakukan kejahatan. Ia merujuk pada Pasal 135 KUHP yang menyatakan adanya penambahan sepertiga dari ancaman pidana maksimum bagi aparat yang terbukti bersalah.
“Artinya, aparat penegak hukum harus dihukum lebih berat dibanding masyarakat umum karena mereka melanggar hukum yang seharusnya mereka tegakkan,” ujarnya.
Adapun terkait apakah pelaku pantas dijatuhi vonis maksimal, seperti hukuman mati atau penjara seumur hidup, hal tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan hakim.
“Hakim yang akan menilai seberapa besar tindak pidana yang dilakukan dan menentukan putusan akhir,” tutup Bambang.