Ilustrasi pelajar SMA. (Dok. Kemendikdasmen)
Menyoal isu kembalinya sistem jurusan IPA, IPS, dan Bahasa, Daliya menganggap kebijakan itu justru berppotensi membatasi ruang eksplorasi siswa.
“Kalau penjurusan diterapkan lagi, anak-anak seperti dipaksa memilih masa depan di awal. Kalau berubah di tengah jalan, mereka jadi kesulitan. Dalam Kurikulum Merdeka, siswa bisa fleksibel,” ujarnya.
Selain itu, muncul juga kebijakan baru terkait integrasi mata pelajaran seperti coding dan kecerdasan buatan (AI) ke dalam kurikulum. Daliya mengonfirmasi bahwa SMA Negeri 1 Balikpapan menjadi salah satu sekolah percontohan di Kalimantan Timur untuk penerapan kurikulum tersebut.
“Tahun ini kabarnya coding dan AI akan mulai diterapkan. Kami kebetulan punya guru yang memiliki latar belakang pemrograman, dan bisa didukung oleh para alumni yang juga bergerak di bidang IT,” ujarnya optimistis.
Meski demikian, ia tetap menyoroti tantangan besar dalam hal kesiapan guru dan infrastruktur di berbagai daerah.
Daliya juga mengaitkan persoalan ini dengan pentingnya pembangunan infrastruktur pendidikan secara merata, termasuk konektivitas internet dan penyediaan tenaga pengajar yang sesuai dengan perkembangan teknologi.
“Banyak sekolah di daerah sinyal internetnya saja sulit. Waktu pandemi, kita bisa lihat jelas mana daerah yang siap, mana yang tidak. Kalau infrastruktur tidak dibangun, ya tidak jalan,” tegasnya.
Ia berharap, apapun kebijakan pendidikan yang akan diambil pemerintah, bisa disertai dengan perencanaan matang dan kesiapan menyeluruh.
“Kalau memang mau berubah, ya harus disiapkan semuanya. Jangan mendadak, karena dampaknya ke semua lini. Tapi ya, kalau tidak dimulai, kapan lagi? Mungkin memang harus dijalankan sambil terus dibenahi,” pungkas Daliya.