Ilustrasi siswa sekolah dasar belajar online. (IDN Times/Debbie Sutrisno)
Sementara, salah satu orangtua siswa di Balikpapan, Fery Cahyati (40) mengungkapkan lebih memilih anaknya sekolah tatap muka dengan protokol kesehatan. Fery memiliki dua orang anak yang saat ini bersekolah, yakni di jenjang SD dan SMA.
Menurutnya PTM bisa saja dilakukan sesuai anjuran Kementerian Pendidikan, dan pihak sekolah harus menerapkan prokes dengan disiplin. "Jangan sampai kendor juga aturannya. Kalau menurut saya, anak-anak sekarang sudah bisa diajarkan disiplin kok," katanya.
Menurut dia, kalau di rumah, si anak sudah disiplin prokes, tentunya di sekolah murid akan ikuti anjuran atau peraturan sekolah. "Anak saya yang SD juga harapannya PTM. Dia sudah paham tentang protokol kesehatan, dan dia saya yakin sanggup disiplin," katanya.
Diakuinya sebelum ia menyetujui PTM melalui angket, terlebih dahulu ia meminta persetujuan anak-anaknya. Dirinya sudah terbiasa diskusi dan mendengar pendapat anak-anaknya. Si anak juga harus memahami konsekuensi dari pembelajaran tatap muka ini.
"Saya juga kasih pemahaman, bermain juga tidak seperti dulu lagi. Kalau ngobrol tidak bisa pegang tangan atau bersentuhan fisik. Juga harus jaga jarak," katanya.
Dirinya pun menyatakan, apabila ternyata pemerintah menetapkan PJJ dilanjutkan, ia juga akan tetap mengikuti kebijakan tersebut. "Jadi bagi saya tidak ada masalah mau PJJ atau PTM. Yang penting prokes secara disiplin," katanya.
Senada, Maulana (35), yang dua anaknya juga bersekolah mengaku lebih memilih PTM saja. Ia yakin, jika sekolah akhirnya membuka tatap muka, itu artinya sekolah tersebut sudah dengan persiapan matang. "Makanya saya yakin saja sekolah mampu," ujarnya.
Apalagi anak-anak sudah terlihat mulai bosan dengan pembelajaran jarak jauh. Salah seorang putranya yang kini masuk TK nol besar lebih kesulitan jika harus belajar secara daring. "Apalagi kalau tidak sekolah tapi les kan sama saja," ujarnya.