Para mahasiswa dan pekerja berorasi menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja di depan kantor gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Kelurahan Jawa, Kecamatan Samarinda Ulu (IDN Times/Yuda Almerio)
Kedua, UU Omnibus Law Cipta Kerja menghapus libur mingguan selama dua hari untuk lima hari kerja. Pada Pasal 79 ayat 2, poin b disebutkan istirahat mingguan hanya satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu. Dan Pasal 79 ayat 5 juga menghapus cuti panjang dua bulan per enam tahun.
Nantinya, cuti panjang akan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, ataupun perjanjian kerja bersama.
Ketiga, sistem upah. Pasal 88 B UU Cipta Kerja mengatur mengenai standar pengupahan berdasarkan waktu. Skema ini bakal jadi dasar perusahaan memberlakukan perhitungan upah per jam. Lalu terakhir ada risiko para pekerja rentan dengan pemutusan hubungan kerja sama. Dalam Pasal 56 ayat 3, diatur mengenai jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan berdasarkan kesepakatan para pihak. Dan UU Cipta Kerja juga menghapus ketentuan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan mengenai aturan pembatasan jenis pekerjaan dan jangka waktu yang bisa diikat dalam kontrak kerja.
Dengan kata lain, ketentuan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu alias PKWT dapat berakhir saat pekerjaan selesai juga bikin pekerja rentan PHK karena perusahaan dapat menentukan sepihak pekerjaan berakhir.
“Dari poin-poin ini sudah terlihat, buruh/pekerja bakal alami kerugian yang teramat sangat,” tuturnya.