Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Enam anak warga Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, dilaporkan tewas tenggelam di rawa resapan bekas galian pengembang perumahan elite, Senin (17/11/2025) sekitar pukul 19.20 Wita.
Enam anak warga Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, dilaporkan tewas tenggelam di rawa resapan bekas galian pengembang perumahan elite, Senin (17/11/2025) sekitar pukul 19.20 Wita, Senin (17/11/2025). Foto SAR

Balikpapan, IDN Times – Tragedi tewasnya enam anak yang tenggelam di kubangan air Km 8, Graha Indah, Balikpapan Utara, membuka peluang adanya pertanggungjawaban hukum terhadap pengembang kawasan tersebut.

“Pengembang dapat dimintai pertanggungjawaban, baik secara pidana maupun perdata, bergantung hasil penyelidikan polisi dan proses pengadilan,” ujar pengacara Agus Amri diberitakan Antara di Balikpapan, Sabtu (22/11/2025).

Ia menjelaskan, potensi pidana mengacu pada Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Pasal tersebut menyebutkan bahwa pelaku kelalaian dapat dipidana penjara hingga lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Kelalaian itu dapat berupa tidak adanya pagar pengaman, tidak memasang tanda peringatan, atau membiarkan area berbahaya tetap terbuka dan mudah diakses warga.

1. Keluarga korban menempuh jalur hukum

Ilustrasi hukum adil (pexels.com/towfiqu barbhuiya)

Selain aspek pidana, keluarga korban juga dapat menempuh jalur perdata melalui gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata. Gugatan ini memungkinkan tuntutan ganti rugi atas kerugian materiil maupun immateriil yang dialami keluarga korban.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Balikpapan, Agus menambahkan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menegaskan kewajiban pengembang untuk menyediakan serta mengelola prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU). Selama PSU belum diserahkan kepada pemerintah daerah, pengembang tetap menjadi pihak yang bertanggung jawab.

“Jika area galian merupakan bagian dari PSU yang belum diserahkan, maka pengembang wajib mengamankan dan menutup lokasi berbahaya tersebut,” tegasnya.

2. Ancaman sanksi pidana dan administratif

Pengacara Agus Amri. (IDN Times/Hilmansyah)

Agus juga mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) membuka peluang sanksi pidana dan administratif. Pasal 99 UU PPLH mengatur ancaman pidana hingga tiga tahun penjara dan denda Rp3 miliar bagi kelalaian yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Sanksi administratif dapat berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, pencabutan izin lingkungan, hingga denda administratif.

“UU PPLH adalah landasan yang kuat untuk menjerat pengembang karena ada kewajiban hukum untuk mencegah kerusakan lingkungan dan menjamin keselamatan,” ujarnya.

Pemerintah Kota Balikpapan bersama DPRD menegaskan akan mengawal proses hukum serta memastikan pengembang memenuhi seluruh tanggung jawab atas dampak kegiatan pembangunan.

3. Pengembang perumahan memberikan santunan pada keluarga korban

Divisi Head Sinarmas Land Kalimantan dan Sulawesi Limjan Tambunan. (IDN Times/Sri Wibisono)

Sehari setelah kejadian, PT Sinar Mas Wisesa selaku pengembang Grand City Balikpapan memberikan santunan Rp15 juta kepada masing-masing keluarga korban. Penyerahan dilakukan di hadapan Camat Balikpapan Utara Umar Adi, Lurah Graha Indah, serta ketua RT 68 dan RT 37.

Kepala Divisi Kalimantan dan Sulawesi Sinar Mas, Limjan Tambunan, beserta Kepala Bagian Pengadaan Lahan, Perizinan, dan Keamanan Samuel Piratno, turut menyampaikan belasungkawa dan berkomitmen melakukan evaluasi agar tragedi serupa tidak terulang.

Sebagai langkah awal, pengembang juga memasang pagar seng sepanjang 120 meter di sekitar lokasi kubangan.

“Yang penting ada pagar agar kejadian ini tidak terjadi lagi,” kata Laili, perwakilan keluarga korban.

Editorial Team