Tunggang-langgang demi Memantaskan Sekolah untuk Rakyat

Bandar Lampung, IDN Times — Tiga hari terakhir, Kantor Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Lampung mendadak ada keriuhan. Hiruk-pikuk suara bor, palu, dan para pekerja proyek riuh terdengar dari pagi hingga malam. Delapan bangunan tua disulap dalam tempo kilat, disiapkan menjadi tempat belajar baru bagi seribu siswa dari keluarga ekonomi menengah ke bawah.
Tak sekadar ruang kelas. Kompleks itu kini dilengkapi asrama, lapangan olahraga, dan fasilitas penunjang lainnya. Targetnya, siswa dari jenjang SD, SMP, hingga SMA akan menempati lokasi ini dalam waktu dekat.
Pemerintah Provinsi Lampung bergerak cepat setelah Satuan Kerja Prasarana Pekerjaan Umum (Satker PU) setempat resmi meneken kontrak renovasi gedung pada Jumat, 4 Juli 2025. Lokasi ini dipilih sebagai titik awal peluncuran Sekolah Rakyat, program unggulan Presiden Prabowo Subianto yang dijadwalkan mulai bergulir 14 Juli hari ini oleh Kementerian Sosial.
“Itu baru mulai Sabtu kemarin, ini sudah hari ketiga. Tim PU langsung tancap gas,” ujar Dwi Tyastyti, Sekretaris BPSDM Provinsi Lampung, saat ditemui IDN Times, Senin (7/7/2025).
Program Sekolah Rakyat sendiri merupakan bagian dari janji politik Presiden Prabowo, membangun 100 sekolah gratis di berbagai wilayah Indonesia, terutama daerah 3T — tertinggal, terdepan, dan terluar. Seperti halnya Program Makan Bergizi Gratis, Sekolah Rakyat ditujukan untuk menjangkau anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem.
IDN Times melalui kolaborasi hyperlokal akan menelusuri perjalanan program ambisius ini dari lapangan—menyusuri kisah di balik beton, ruang kelas, dan cita-cita besar pemerataan pendidikan di republik ini.
1. Renovasi fisik bangunan sekolah rakyat dikebut

Dentuman palu godam bersahut-sahutan dari sudut gedung tua di kawasan BPSDM Provinsi Lampung. Suaranya ritmis, menghantam dinding kusam yang sudah bertahun-tahun tak terjamah. Debu mengepul, serpih bata dan keramik beterbangan—menandai dimulainya operasi senyap Pemerintah Provinsi.
Ini bukan sekadar renovasi. Ini pengerjaan kilat menjelang peluncuran Sekolah Rakyat, program unggulan Presiden Prabowo Subianto yang menjanjikan akses pendidikan layak untuk anak-anak dari keluarga miskin dan sangat miskin.
Kompleks BPSDM yang dulu sepi, kini berubah bak medan tempur konstruksi. Delapan gedung akan disulap: dua menjadi asrama putra dan putri—lengkap dengan 27 kamar; satu gedung seminar dibelah menjadi tiga ruang kelas; ruang laboratorium, record center, hingga ruang genset pun tak luput. Semua dijadikan ruang belajar, tempat tinggal, bahkan kantor pengelola.
“Ini bagian dari arahan langsung dari pusat. Kita hanya menjalankan,” kata Dwi Tyastyti, salah satu pejabat pelaksana proyek, saat ditemui di tengah hiruk-pikuk pekerja bangunan yang berlomba dengan waktu.
Tak semua gedung dibongkar total. Ada yang cukup dicat ulang, ada pula yang harus dikeruk hingga fondasi. Semuanya dikerjakan dalam tempo sesingkat-singkatnya, demi mengejar jadwal peluncuran Program Sekolah Rakyat pada Senin nanti.
Pemandangan serupa pun terlihat di Ponorogo, Jawa Timur. Di bekas Gedung Industri Kecil Menengah (IKM) yang mangkrak sejak lama, renovasi Sekolah Rakyat juga tengah dikebut. Namun progresnya baru menyentuh angka 10 persen. Padahal tahun ajaran baru 2025/2026 berkejaran dengan waktu dimulai dalam hitungan hari.
Pekerja tampak mondar-mandir, mengecat tembok yang mengelupas dan membenahi rangka atap yang rapuh. Tapi fasilitas inti—asrama, ruang kelas, toilet—masih sebatas rencana.
“Renovasi baru dimulai tiga hari lalu,” ujar Surono, Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Umum Dinas Sosial Ponorogo, Rabu, 9 Juli. “Tapi Pemkab akan kebut. Target kami akhir Juli semua sudah siap pakai.”
Sekolah Rakyat di Ponorogo akan menampung lima rombongan belajar, dari jenjang SD hingga SMA. Satu rombongan belajar untuk SD, dua untuk SMP, dan dua untuk SMA, masing-masing diisi 125 siswa. Tapi masyarakat mulai resah, mempertanyakan efektivitas program yang dikerjakan serba terburu-buru.
Gedung yang dulu jadi saksi lesunya aktivitas UMKM itu kini hidup kembali—bukan oleh geliat ekonomi, melainkan janji untuk membalik nasib anak-anak dari pinggiran.
2. Optimisme di tengah situasi yang menjepit

Situasi ini tidak menyurutkan optimisme Wakil Gubernur Lampung Jihan Nurlela, renovasi gedung sekolah rakyat tidak akan melampaui jadwal sudah ditentukan Kementerian Sosial. Gedung ini nantinya digunakan sebagai lokasi sementara Sekolah Rakyat, rampung pengerjaannya sebelum tahun ajaran baru dimulai pada Juli 2025.
Proyek renovasi ini baru dimulai setelah penandatanganan kontrak kerja pada Jumat, 4 Juli 2025 lalu. Meski baru berjalan beberapa hari, Wakil Gubernur Lampung Jihan Nurlela optimis pengerjaannya akan selesai tepat waktu.
"Kita kebut. Insya Allah bisa selesai bulan ini," ujar Jihan yakin saat dimintai keterangan, Selasa (8/7/2025).
Sembari proses renovasi berlangsung, para calon siswa Sekolah Rakyat juga mulai menjalani tahapan pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUD AM) Bandar Lampung.
“Karena sistemnya berasrama, maka semua siswa wajib sehat. Ini bagian dari prosedur awal,” jelas Jihan.
Jihan menambahkan, sarana dan prasarana yang disiapkan untuk Sekolah Rakyat telah melewati proses pemeriksaan dari pemerintah pusat. Pemeriksaan mencakup kondisi gedung, ketersediaan ruang kelas, hingga fasilitas penunjang lain seperti asrama.
“Sudah dicek, sudah memenuhi standar. Tapi tetap perlu perbaikan dan renovasi sesuai kebutuhan,” ujarnya.
3. Sekolah Rakyat Cirebon sebatas program di atas kertas

Setali tiga uang, nasib Sekolah Rakyat di Kabupaten Cirebon tidak kalah memprihatinkan. Tahun ajaran baru telah dimulai, namun proyek pendidikan alternatif untuk anak-anak marjinal itu belum beranjak dari tahap perencanaan.
Gedung yang semestinya dibangun di Kelurahan Kaliwadas, Kecamatan Sumber, masih berupa lahan kosong. Tak ada pengerjaan. Tak pula tampak bekas fondasi. Yang ada hanya janji dan naskah teknis yang belum rampung.
“Masih dalam proses. Kami ingin anak-anak belajar di tempat yang layak, bukan ruang darurat,” dalih Sekretaris Daerah Kabupaten Cirebon, Hilmi Rivai, Selasa, 8 Juli 2025.
Pemerintah daerah sejatinya menetapkan pembangunan Sekolah Rakyat sebagai proyek prioritas sejak awal tahun. Namun hingga pertengahan 2025, proyek tak kunjung dilelang. Pemerintah juga belum menentukan lokasi belajar sementara. Sejumlah bangunan sempat dipertimbangkan, tapi mayoritas dinilai tak memenuhi standar kenyamanan dan keselamatan.
Padahal, Sekolah Rakyat digadang-gadang sebagai terobosan pendidikan inklusif. Program ini menyasar anak-anak dari keluarga kurang mampu yang kerap tersisih dari sistem sekolah formal. Kurikulumnya meramu pelajaran akademik, pendidikan karakter, dan pelatihan vokasi berbasis potensi lokal.
Gagasan rezim pemimpin bangsa ini yang ingin menghadirkan pendidikan yang membentuk karakter sekaligus keterampilan hidup. Model serupa pernah dijalankan secara terbatas di sejumlah daerah seperti Jawa Tengah dan Sumatra, melalui lembaga pendidikan nonformal yang diprakarsai Partai Gerindra.
Meski pelaksanaannya tertunda, Hilmi menegaskan, Pemkab masih menjalin koordinasi dengan Kementerian Sosial terkait kelayakan lahan. Ia optimistis pembangunan bisa dimulai sebelum tutup tahun guna memenuhi harapan masyarakat CIrebon.
4. Pemkot Padang tersandung masalah pembebasan lahan

Nasib serupa terjadi di Kota Padang. Rencana pembangunan Sekolah Rakyat di ibu kota Sumatra Barat itu belum juga beranjak dari meja perencanaan. Penyebabnya klasik, lahan tak kunjung tersedia.
Wali Kota Padang, Fadly Amran, tak menampik hambatan itu. “Kami terkendala teknis dan birokrasi dalam proses pembebasan lahan,” ujarnya, Jumat, 10 Juli 2025.
Padahal, Fadly menyebut pihaknya sudah mengajukan dua lokasi awal. Yang pertama, berada di perbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman, tak jauh dari Bandara Internasional Minangkabau. Lokasi kedua, terbentur tata ruang. “Secara RT/RW, belum memungkinkan,” kata Fadly.
Meski begitu, Pemerintah Kota belum menyerah. Timnya kini membidik perbukitan Sungai Bangek, Kecamatan Koto Tangah, sebagai kandidat lokasi baru. Di sana, tersedia lahan seluas 6,5 hektare. Masih kurang dari syarat minimal 7,8 hektar yang ditetapkan pemerintah pusat. “Kalau belum cukup, kami akan cari solusi lainnya,” ujarnya.
Sekolah Rakyat adalah program pendidikan inklusif yang menyasar anak-anak dari keluarga prasejahtera. Konsepnya dirancang untuk menjembatani kesenjangan dalam akses pendidikan, dengan kurikulum yang memadukan akademik, keterampilan hidup, dan pembentukan karakter.
Fadly menyatakan komitmennya mendukung program tersebut. Ia berjanji memenuhi syarat yang diminta pusat, meski harus berpacu dengan sempitnya ruang di kota yang dikenal dengan julukan Kota Bengkuang itu.
“Sedapat mungkin, Sekolah Rakyat harus hadir di Padang,” ujarnya.
5. Progres pembangunan Sekolah Rakyat di PPU belum ada kabar

Provinsi Kalimantan Timur menyiapkan lima titik Sekolah Rakyat: SMA Negeri 16 dan SMA Melati di Samarinda, Bukit Biru di Tenggarong, Gunung Tabur di Berau, serta Lawe-Lawe di Penajam Paser Utara (PPU). Saat kunjungan Menteri Sosial Saifullah Yusuf-akrab disapa Gus Ipul ke Samarinda, ia menyampaikan bahwa kelima lokasi itu tengah dalam proses penjajakan. Statusnya masih usulan. “Semua harus melalui survei kelayakan dulu,” ujar Gus Ipul.
Menurut dia, dari sekitar 300 usulan Sekolah Rakyat yang diterima Kementerian Sosial dari berbagai daerah, hanya sepertiganya yang masuk tahap siap pakai. Dari jumlah itu, 53 titik telah dinyatakan layak dan akan mulai beroperasi pada Juli 2025—beberapa di antaranya berada di Kalimantan Timur.
“Penentu akhir tetap Kementerian PUPR. Kami dorong agar Kaltim dapat lima sekolah. Gubernurnya semangat, kami juga. Sekarang tinggal menunggu hasil survei,” katanya.
IDN Times menelusuri salah satu lokasi yang disebut Gus Ipul: Lawe-Lawe, Penajam Paser Utara. Di sana, membentang lahan 6,7 hektare, masih kosong, tak satu pun bangunan berdiri. Hanya tanah landai yang menanti pembangunan.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga PPU, Andi Singkerru, mengatakan bahwa proposal pembangunan Sekolah Rakyat dari Dinas Sosial setempat telah mendapat lampu hijau dari Kementerian Sosial. Namun, kepastian eksekusinya belum jelas.
“Saat itu Kadis Sosial PPU yang lama bersama Wakil Bupati sudah koordinasi, bahkan mulai mendata calon siswa dari keluarga miskin. Tapi setelah itu tak ada kelanjutan,” ungkap Andi.
Disdikpora, kata dia, bersikap mendukung. Mereka membantu proses rekrutmen siswa miskin, termasuk yang masuk kategori ekstrem. Harapannya, Sekolah Rakyat bisa menjadi solusi bagi anak-anak yang selama ini tercecer karena keterbatasan ruang belajar di sekolah umum. “Kalau jadi, fasilitasnya modern dan lengkap. Sistemnya boarding school,” ujarnya.
Samarinda, sesama kota di Provinsi Kalimantan Timur sudah terlebih dahulu mengangkat bendera putih alias menyerah dengan menunda peluncuran program Sekolah Rakyat yang dijadwalkan pada Senin ini. Pemerintah Kota menyebut ada kendala teknis di lapangan.
Wali Kota Samarinda, Andi Harun, berdalih penundaan ini bukan karena kurangnya kesiapan pemerintah daerah. “Ini murni soal teknis. Pemkot sudah sangat siap menjalankan program ini,” kata Andi seperti dikutip dari Antara, Sabtu, 12 Juli 2025.
Dua lokasi utama yang dipersiapkan—Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Kaltim dan Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) Kaltim—belum sepenuhnya siap. Keduanya berada di bawah wewenang Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
Meski begitu, Pemkot tetap jalan terus. Tanda tangan kerja sama dengan pemerintah pusat sudah dilakukan pada 10 Juli lalu di Jakarta, melalui Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Samarinda, Asli Nuryadin.
“Kalau tidak jadi ditunda, kami tetap siap. Kami bisa pakai fasilitas sendiri sementara waktu,” ujar Andi. Ia menegaskan komitmen Pemkot untuk mendukung penuh program nasional ini. “Kalau dibutuhkan, kami juga siap bantu lengkapi fasilitas. Semangat kami jelas: mendukung program Presiden soal Sekolah Rakyat,” ujarnya.
Sekolah Rakyat memang dirancang untuk menyasar anak-anak dari kelompok desil 1 dan 2—kategori termiskin menurut data statistik nasional. Sekolah ini tak hanya menyediakan ruang belajar, tetapi juga tempat tinggal, makan, hingga perlengkapan sekolah. Semuanya gratis, dibiayai negara lewat APBN.
“Ini perintah Presiden. Gedung dibangun PUPR dan BUMN, makan ditanggung Badan Gizi Nasional. Satu sekolah bisa menampung seribu siswa lintas jenjang, dari SD sampai SMA,” kata Gus Ipul.
Tak seperti sekolah konvensional, rekrutmen siswa Sekolah Rakyat tidak dilakukan lewat tes akademik. Seleksi dilakukan berbasis data keluarga miskin yang diverifikasi langsung di lapangan. Di dalamnya, anak-anak akan dibina bukan hanya dari sisi akademik, tapi juga psikologis, sosial, dan minat belajar.
6. Sekolah rakyat siap dibuka, guru masih kurang di Sumbar

Masalah di Sekolah Rakyat tak berhenti pada soal lahan. Di Sumatra Barat, tantangan datang dari hal yang lebih mendasar: minimnya tenaga pengajar. Tiga Sekolah Rakyat—dua di Kota Padang dan satu di Kabupaten Solok—bersiap menyambut tahun ajaran baru. Namun, langkah awal itu dibayangi kekhawatiran. Jumlah guru belum mencukupi, terutama untuk mata pelajaran inti.
“Yang sudah siap beroperasi ada tiga sekolah,” kata Syaifullah, Kepala Dinas Sosial Sumatra Barat, Jumat, 11 Juli 2025. “Tapi tenaga pengajarnya masih jauh dari ideal.”
Hingga kini, baru 29 guru yang tercatat siap mengajar. Jumlah itu belum bisa menutup kebutuhan di ruang-ruang kelas. Guru agama menjadi kekurangan paling mencolok. “Masih belum ada guru agama yang cukup,” kata Syaifullah. “Beberapa mapel lain juga belum terisi.”
Pemerataan juga jadi soal. Beberapa mata pelajaran hanya diampu satu guru, seperti Biologi, Ekonomi, Fisika, Geografi, Kimia, serta IPS dan IPA. Guru Matematika tersedia dua orang. Bahasa Indonesia dan Inggris masing-masing dua orang. TIK tiga orang. Untuk pelajaran non-akademik: PPKN dua orang, seni budaya dua orang, olahraga dua orang, serta satu guru sejarah dan sosiologi.
Di luar pengajar, sekolah telah memiliki fondasi organisasi: dua wali asuh, dua wali asrama, satu staf tata usaha, satu bendahara, dan satu operator. Kepala sekolah untuk masing-masing lembaga juga sudah ditunjuk.
Secara fasilitas, tak ada masalah berarti. Gedung sudah siap, alat belajar lengkap. Kurikulum pun telah disusun oleh tim yang ditunjuk.
“Yang kurang tinggal gurunya,” ujar Syaifullah.
Sekolah Rakyat adalah program pendidikan alternatif yang menyasar anak-anak dari keluarga tak mampu. Konsepnya menggabungkan pelajaran akademik, pembentukan karakter, dan pelatihan vokasi berbasis lokal. Pemerintah Sumatra Barat berharap, meski langkah awalnya terseok, program ini bisa dikembangkan lebih luas.
7. Fakta tentang Sekolah Rakyat dijanjikan pemerintah

Tiga hari lalu, Menteri Sosial Saifullah Yusuf—lebih akrab disapa Gus Ipul—melangkah ke Sentra Handayani dalam misi penting: Sekolah Rakyat, proyek pendidikan ambisius yang digadang-gadang menjadi pemutus rantai kemiskinan, resmi diuji coba.
“Mulai hari ini, kita menjalankan simulasi penyelenggaraan Sekolah Rakyat selama 24 jam penuh,” kata Gus Ipul.
Ia menyebut program ini sebagai langkah berani yang menggunakan pendekatan modern: dari pemeriksaan kesehatan, tes bakat menggunakan artificial intelligence (AI), hingga pendampingan digital. “Dengan pemetaan ini, guru bisa lebih mudah mengarahkan siswa sesuai minat dan potensinya.”
Sekolah Rakyat dijadwalkan aktif di 63 titik pada Juli ini, dengan tambahan 37 titik menyusul di akhir bulan. Total, ada 100 lokasi yang klaimnya siap menyambut anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem—mereka yang selama ini terancam putus sekolah, atau bahkan belum pernah duduk di bangku kelas. Lokasinya tersebar luas dari Sabang hingga Merauke.
Profesor Muhammad Nuh, Ketua Tim Formatur Sekolah Rakyat, menyebut inisiatif ini sebagai wujud nyata dari ikhtiar negara. “Sekolah Rakyat adalah kebahagiaan dari melunasi janji kita. Karena pendidikan adalah sistem rekayasa sosial terbaik untuk memotong rantai kemiskinan,” ujarnya dalam siaran resmi Kementerian Sosial.
Namun, Sekolah Rakyat bukan sekadar tempat belajar. Ia adalah ruang pemulihan. Pemuliaan. “Kita ingin memuliakan kaum miskin, bukan hanya menyelamatkan mereka. Memuliakan berarti memberi lebih dari sekadar yang pokok,” tambah Nuh.
Fasilitas yang ditawarkan lebih menyerupai layanan terpadu ketimbang sekolah konvensional:
Pemeriksaan kesehatan menyeluruh
Tes DNA bakat berbasis AI
Penilaian akademik dan psikososial
Asrama dan makan tiga kali sehari
Seragam dan perlengkapan belajar
Pendampingan pembelajaran digital
Dana pendidikan Rp48,25 juta per anak per tahun
Pemerintah menyiapkan anggaran jumbo: Rp2 triliun. Rinciannya, sekitar Rp200 miliar per titik, dengan daya tampung hingga 1.000 siswa di tiap sekolah. Tak hanya renovasi gedung lama, Kementerian Sosial juga membangun sekolah baru yang lebih besar dan lengkap.
Agus Jabo, Wakil Menteri Sosial, menyebutkan kebutuhan awal: 1.544 guru untuk 100 titik. “Satu rombel 25 siswa. Kalau untuk SD, SMP, SMA semua jalan, bisa 1.200 siswa per lokasi,” katanya.
8. Bangunan Sekolah Rakyat yang mewah di Bandung hingga Makassar

Program Sekolah Rakyat digelar serentak dari Sabang hingga Merauke. Di atas kertas, peluncuran ini tampak akan berjalan dengan mulus. Namun di lapangan, jalurnya tak serata jalan tol. Ada yang tersendat, ada pula yang melaju lancar. Di kota-kota besar seperti Bandung, Denpasar, Makassar, Surabaya, Semarang, dan Mataram, deru persiapan nyaris terdengar tenang—seolah cukup menunggu bel dibunyikan.
Di Bandung, dua titik disiapkan untuk pelaksanaan program ini. Sentra Wyataguna dipercaya menampung siswa jenjang SMP, sementara Kampus Poltekesos di kawasan Dago disulap menjadi sekolah berasrama untuk jenjang SMA.
IDN Times menelusuri lorong-lorong asrama Poltekesos yang kini berganti fungsi. Gedung tua peninggalan asrama putri dicat ulang warna oranye terang. Lokasinya di belakang gedung Rektorat, berdiri seperti hunian kelas menengah—lebih mirip kos eksklusif daripada fasilitas publik. Kapasitasnya mencapai 50 kamar, tersebar di tiga lantai, dengan fungsi yang dibedakan per tingkat.
Lantai pertama menjadi wilayah para petugas dan satuan keamanan. Kamar-kamar kecil berjajar rapi, dilengkapi dapur dan kamar mandi yang terlihat bersih dan modern. Di setiap sudut lorong dan anak tangga, mata-mata elektronik alias CCTV siap memantau.
Lantai dua lebih hidup. Di sinilah ruang makan berada, lengkap dengan meja dan kursi makan baru yang tampak masih harum pabrik. Kiri dan kanan lorongnya diisi kamar-kamar siswa. Dua ranjang besi per kamar, lemari logam, dan satu meja belajar menjadi standar isi. Di lantai tiga, desain serupa disiapkan khusus untuk siswi.
“Satu kamar diisi dua orang. Lantai dua untuk siswa laki-laki, lantai tiga siswi,” ujar Aep Rusmana, Koordinator Satgas Belajar Mengajar Sekolah Rakyat Poltekesos, saat ditemui Rabu (9/7/2025).
Sementara itu di lantai bawah gedung utama, laboratorium komputer, bahasa, dan IPA mulai ditata. Lantai dua diisi dua ruang kelas, sementara lantai tiga menjadi ruang guru dan kelas tambahan. Semua kelas sudah terisi lengkap—meja, kursi, papan tulis putih, CCTV, hingga kipas angin.
Di sisi lain negeri, geliat serupa mulai terasa di Makassar. Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Prasarana Strategis tengah membongkar dan merenovasi gedung BPSDM Sulawesi Selatan di Jalan Sultan Alauddin. Targetnya: menjadikannya Sekolah Rakyat tahap 1B.
Pekerja mulai mencopot atap dan plafon. Lapangan tenis dibongkar, disiapkan untuk diganti lapangan voli dan futsal.
Menurut Ali, Pelaksana Utama Pembangunan Sekolah Rakyat Sulsel, total ada enam gedung yang direnovasi. Termasuk ruang kelas, asrama siswa dan siswi, ruang guru, kantin, laboratorium, lapangan, hingga masjid. "Rencana daya tampungnya sekitar 150 peserta didik. Seimbang: 75 siswa, 75 siswi," ujarnya.
Renovasi gedung senilai Rp200 miliar difokuskan pada peremajaan infrastruktur: dinding, plafon, sistem kelistrikan, hingga pembagian ruang tambahan untuk menampung lebih banyak rombongan belajar. “Masing-masing kelas akan dilengkapi mebel baru: kursi, meja, meja guru, kipas angin, dan sekat tambahan,” kata Ali.
Untuk mengejar target penyelesaian 45 hari kerja, lebih dari 300 pekerja akan dilibatkan. "Sekarang baru sekitar 30 orang. Tapi nanti akan bertambah cepat—analisa kami, total dibutuhkan 300 pekerja,” ungkapnya.
Sekolah-sekolah ini dijadwalkan sudah memulai proses belajar mengajar pada Senin 14 Juli 2025.
9. Disparitas antar sekolah harus jadi perhatian negara

Di atas kertas, Sekolah Rakyat semestinya akan bisa menjanjikan masa depan cemerlang. Tapi di Jawa Barat, program ini mulai menampakkan bayang-bayang yang tak nyaman: disparitas baru dalam dunia pendidikan.
Tersebar di 13 kabupaten dan kota, Sekolah Rakyat digagas untuk menjangkau kelompok masyarakat paling rentan—mereka yang masuk dalam kategori miskin ekstrem. Gedungnya megah, asramanya rapi, fasilitasnya lengkap. Sayangnya, tak semua sekolah lain bernasib serupa.
“Negara hadir hanya di titik-titik tertentu. Sementara sekolah negeri biasa—yang menampung mayoritas siswa Indonesia—masih dibiarkan dengan bangku lapuk dan plafon berlubang,” kata Cecep Darmawan, Pengamat Kebijakan Pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Kamis (10/7/2025).
Menurut Cecep, pembangunan Sekolah Rakyat seharusnya menjadi pemicu perbaikan infrastruktur pendidikan secara menyeluruh, bukan justru membentuk kelas sosial baru di dunia sekolah. “Sekolah Rakyat bagus, tapi sekolah biasa jangan sampai terasa seperti warga kelas dua,” ujarnya.
Fasilitas yang timpang, kurikulum yang berbeda, dan perhatian negara yang terfokus pada kelompok tertentu berisiko menimbulkan jurang dalam sistem pendidikan. Kelompok menengah ke bawah yang tidak masuk kategori miskin ekstrem pun bisa merasa tersisih.
“Pemerintah jangan hanya terpaku pada kelompok miskin ekstrem. Ada warga yang tak masuk kategori itu, tapi tetap hidup di batas garis sejahtera. Mereka juga berhak atas fasilitas pendidikan yang layak,” tambah Cecep.
Ia menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh. Alokasi anggaran pendidikan 20 persen dari APBN, katanya, kerap tak jelas arah dan distribusinya. “Dana besar, tapi tersebar ke banyak kementerian tanpa fokus. Harusnya direalokasi, ditarik kembali ke jantung masalah: sekolah.”
Masalah lain adalah standarisasi. Bangku, lab, ruang kelas, hingga ruang guru—semuanya belum memiliki ukuran kualitas yang merata. Saat musim penerimaan siswa baru, masalah itu kembali muncul, menambah panjang daftar ketimpangan.
“Sekolah Rakyat akan berhasil jika sekolah lain juga dibenahi. Tidak harus sama, tapi setidaknya setara dalam martabat fasilitas,” tegasnya.
Cecep bahkan mengusulkan agar Sekolah Rakyat tidak harus berdiri sendiri. Bangunan sekolah negeri yang sudah ada bisa diubah statusnya agar seluruh warga bisa menikmati fasilitas setara. “Tiap tahun, ada sekolah yang bisa ‘naik kelas’ menjadi Sekolah Rakyat.”
Namun ia juga mengingatkan: pendidikan bukan hanya soal gedung, tetapi soal daya ubah sosial. Sekolah seharusnya menjadi tangga mobilitas, bukan sekadar proyek bantuan.
“Kalau ingin anak-anak keluar dari kemiskinan, orang tuanya juga harus dilibatkan. Diberdayakan. Karier guru juga harus diperjelas, jangan hanya ditugaskan lalu ditinggalkan,” ujarnya.
Pendidikan seharusnya tak berhenti pada pembangunan gedung dan penyediaan fasilitas. Ia adalah jalan panjang menuju kesetaraan sosial. Jika Sekolah Rakyat lahir untuk menjembatani jurang itu, maka keadilan harus turut mengalir ke seluruh pelosok—ke ruang kelas biasa, ke guru yang terlupakan, dan ke anak-anak yang nasibnya tak tertulis dalam data kemiskinan.
Tanpa itu semua, Sekolah Rakyat bisa berubah dari solusi menjadi simbol baru ketimpangan yang tak pernah benar-benar selesai.