Titik lokasi penerapan Sekolah Rakyat di Pulau Kalimantan, Senin (14/7/2025). Ilustrasi IDN Times
Provinsi Kalimantan Timur menyiapkan lima titik Sekolah Rakyat: SMA Negeri 16 dan SMA Melati di Samarinda, Bukit Biru di Tenggarong, Gunung Tabur di Berau, serta Lawe-Lawe di Penajam Paser Utara (PPU). Saat kunjungan Menteri Sosial Saifullah Yusuf-akrab disapa Gus Ipul ke Samarinda, ia menyampaikan bahwa kelima lokasi itu tengah dalam proses penjajakan. Statusnya masih usulan. “Semua harus melalui survei kelayakan dulu,” ujar Gus Ipul.
Menurut dia, dari sekitar 300 usulan Sekolah Rakyat yang diterima Kementerian Sosial dari berbagai daerah, hanya sepertiganya yang masuk tahap siap pakai. Dari jumlah itu, 53 titik telah dinyatakan layak dan akan mulai beroperasi pada Juli 2025—beberapa di antaranya berada di Kalimantan Timur.
“Penentu akhir tetap Kementerian PUPR. Kami dorong agar Kaltim dapat lima sekolah. Gubernurnya semangat, kami juga. Sekarang tinggal menunggu hasil survei,” katanya.
IDN Times menelusuri salah satu lokasi yang disebut Gus Ipul: Lawe-Lawe, Penajam Paser Utara. Di sana, membentang lahan 6,7 hektare, masih kosong, tak satu pun bangunan berdiri. Hanya tanah landai yang menanti pembangunan.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga PPU, Andi Singkerru, mengatakan bahwa proposal pembangunan Sekolah Rakyat dari Dinas Sosial setempat telah mendapat lampu hijau dari Kementerian Sosial. Namun, kepastian eksekusinya belum jelas.
“Saat itu Kadis Sosial PPU yang lama bersama Wakil Bupati sudah koordinasi, bahkan mulai mendata calon siswa dari keluarga miskin. Tapi setelah itu tak ada kelanjutan,” ungkap Andi.
Disdikpora, kata dia, bersikap mendukung. Mereka membantu proses rekrutmen siswa miskin, termasuk yang masuk kategori ekstrem. Harapannya, Sekolah Rakyat bisa menjadi solusi bagi anak-anak yang selama ini tercecer karena keterbatasan ruang belajar di sekolah umum. “Kalau jadi, fasilitasnya modern dan lengkap. Sistemnya boarding school,” ujarnya.
Samarinda, sesama kota di Provinsi Kalimantan Timur sudah terlebih dahulu mengangkat bendera putih alias menyerah dengan menunda peluncuran program Sekolah Rakyat yang dijadwalkan pada Senin ini. Pemerintah Kota menyebut ada kendala teknis di lapangan.
Wali Kota Samarinda, Andi Harun, berdalih penundaan ini bukan karena kurangnya kesiapan pemerintah daerah. “Ini murni soal teknis. Pemkot sudah sangat siap menjalankan program ini,” kata Andi seperti dikutip dari Antara, Sabtu, 12 Juli 2025.
Dua lokasi utama yang dipersiapkan—Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Kaltim dan Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) Kaltim—belum sepenuhnya siap. Keduanya berada di bawah wewenang Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
Meski begitu, Pemkot tetap jalan terus. Tanda tangan kerja sama dengan pemerintah pusat sudah dilakukan pada 10 Juli lalu di Jakarta, melalui Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Samarinda, Asli Nuryadin.
“Kalau tidak jadi ditunda, kami tetap siap. Kami bisa pakai fasilitas sendiri sementara waktu,” ujar Andi. Ia menegaskan komitmen Pemkot untuk mendukung penuh program nasional ini. “Kalau dibutuhkan, kami juga siap bantu lengkapi fasilitas. Semangat kami jelas: mendukung program Presiden soal Sekolah Rakyat,” ujarnya.
Sekolah Rakyat memang dirancang untuk menyasar anak-anak dari kelompok desil 1 dan 2—kategori termiskin menurut data statistik nasional. Sekolah ini tak hanya menyediakan ruang belajar, tetapi juga tempat tinggal, makan, hingga perlengkapan sekolah. Semuanya gratis, dibiayai negara lewat APBN.
“Ini perintah Presiden. Gedung dibangun PUPR dan BUMN, makan ditanggung Badan Gizi Nasional. Satu sekolah bisa menampung seribu siswa lintas jenjang, dari SD sampai SMA,” kata Gus Ipul.
Tak seperti sekolah konvensional, rekrutmen siswa Sekolah Rakyat tidak dilakukan lewat tes akademik. Seleksi dilakukan berbasis data keluarga miskin yang diverifikasi langsung di lapangan. Di dalamnya, anak-anak akan dibina bukan hanya dari sisi akademik, tapi juga psikologis, sosial, dan minat belajar.