Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pekerja (freepik.com/aleksandarlittlewolf)
ilustrasi pekerja (freepik.com/aleksandarlittlewolf)

Penajam, IDN Times – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, menyoroti persoalan upah pekerja di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN). Pasalnya, banyak pekerja mengaku digaji di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK).

“Kami memang telah menerima laporan adanya perusahaan di IKN yang menggaji pekerja di bawah UMK,” ujar Kepala Disnakertrans PPU, Marjani, kepada IDN Times, Kamis (11/9/2025).

Menurut Marjani, pihaknya sudah dua kali bersurat ke Otorita IKN terkait persoalan ini, namun belum mendapat respons resmi. “Dalam waktu dekat kami akan kembali menyurati Otorita IKN. Kami perlu ada jawaban tertulis agar bisa mengambil langkah,” tegasnya.

1. Potensi pelanggaran pidana

Kepala Disnakertrans PPU, Marjani, Kamis (11/9/2025). Istimewa

Marjani menyebut, selain masalah upah, ada pelanggaran lain terkait hak-hak pekerja yang berpotensi mengarah pada tindak pidana. Persoalan ini juga pernah dikoordinasikan dengan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kaltim.

Ia menegaskan, sesuai Undang-Undang tentang IKN, sebelum Pemerintah Daerah Khusus terbentuk, aturan ketenagakerjaan di kawasan IKN masih mengacu pada Pemerintah Kabupaten PPU. Karena itu, Disnakertrans PPU berupaya menjalin sinergi dengan Otorita IKN.

“Kami berencana membuka posko pengaduan di kawasan IKN untuk menampung keluhan pekerja, terutama soal upah dan hak-hak ketenagakerjaan,” tambahnya.

2. Gaji di bawah UMK

Ilustrasi UMK (Pixabay)

Seorang pekerja konstruksi IKN bernama Fajar mengaku hanya menerima sekitar Rp3 juta per bulan, jauh di bawah UMK PPU 2025 yang ditetapkan Rp3,9 juta lebih.

“Gaji kotor saya Rp130 ribu per hari, dipotong Rp30 ribu untuk uang makan. BPJS juga tidak pernah ada kabarnya,” ungkap Fajar.

Hal serupa dialami Cr, pekerja cleaning service salah satu fasilitas umum milik Otorita IKN. Ia mengaku tidak pernah menandatangani kontrak kerja, bahkan gajinya hanya Rp3 juta dari yang dijanjikan Rp3,5 juta.

“Slip gaji saja tidak pernah dikasih. Kalau protes, kami sering diancam dipecat,” kata Cr.

Menurutnya, manajemen berdalih gaji dipotong untuk BPJS dan cicilan seragam kerja, namun pekerja tidak pernah menerima kartu BPJS. Bahkan, seragam wajib dikembalikan ketika berhenti bekerja.

3. Tanggapan dari pihak OIKN

Deputi Alimuddin beri sosialisasi kepada para PKL liar di HPK 1 (IDN Times/Ervan)

Deputi Bidang Sosial Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat Otorita IKN, Alimuddin, menegaskan bahwa aturan ketenagakerjaan di IKN saat ini masih mengikuti kebijakan Pemkab PPU. Hal itu sesuai Pasal 39 ayat (3) UU Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.

“Persoalan ketenagakerjaan, termasuk UMK, masih mengacu pada aturan Pemkab PPU sebelum Pemerintah Daerah Khusus terbentuk,” jelasnya.

Sementara itu, pihak manajemen tempat Cr bekerja mengklaim upah sudah sesuai UMK. “Ada potongan BPJS dan cicilan seragam, jadi yang diterima pekerja tidak sebesar UMK,” kilahnya.

Editorial Team