Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-07-10 at 12.08.20.jpeg
Gubernur Kaltim, Rudy Mas'ud saat berbicara pada Rapat Koordinasi Gubernur - Sinergi Daerah Penghasil Sumber Daya Alam untuk Menggali Potensi Dana Bagi Hasil (DBH) di Sektor Pertambangan dan Kehutanan yang berlangsung di Balikpapan pada Rabu (9/7/2025). (IDN Times/Erik Alfian)

Balikpapan, IDN Times – Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud keberatan dengan rencana pemberian izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari wilayah bekas tambang eks PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara) kepada organisasi kemasyarakatan (ormas). Rencananya, IUPK diberikan untuk menanfaatkan tambang yang telah habis masa kontraknya dan dikembalikan ke negara.

Pernyataan tersebut disampaikan Rudy dalam Rapat Koordinasi Gubernur - Sinergi Daerah Penghasil Sumber Daya Alam untuk Menggali Potensi Dana Bagi Hasil (DBH) di Sektor Pertambangan dan Kehutanan yang berlangsung di Balikpapan pada Rabu (9/7/2025). Rapat koordinasi ini melibatkan sejumlah kepala daerah dari provinsi-provinsi penghasil SDA di seluruh Indonesia.

“Ormasnya tidak satu, banyak ormas. Koperasi juga tidak satu. Apalagi sekarang ada Koperasi Merah Putih, koperasi di Kaltim itu ada 1.038,” ujar Rudy, menyoroti potensi kerumitan jika lahan eks konsesi dibagikan kepada berbagai kelompok tersebut.

1. Usul Perusda jadi pengelola lahan tambang

Ilustrasi tambang batu bara. (IDN Times/Istimewa)

Alih-alih memberikan kepada ormas, Gubernur mengusulkan agar lahan tambang tersebut dapat dikelola oleh Perusahaan Umum Daerah (Perusda). Menurutnya, pendekatan ini lebih terorganisasi dan dapat mengakomodasi pemerataan manfaat bagi seluruh wilayah terdampak.

"Kita harus sepakat, penciutan itu diberikan kepada Perusda atau BUMD provinsi. Nanti mereka yang akan membaginya," katanya.

Ia juga mengingatkan risiko terjadinya gesekan sosial apabila pengelolaan lahan diserahkan kepada kelompok masyarakat atau organisasi berbasis keagamaan tertentu, mengingat Indonesia adalah negara yang sangat majemuk.

“Ini harus menjadi catatan notulen kita. Jangan sampai kebijakan ini menciptakan ketimpangan baru di masyarakat,” lanjutnya.

2. Usulkan perubahan skema Pajak BBM dan perdagangan karbon

Tutupan hutan di Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. (Dok. Forest Watch Indonesia)

Selain isu tambang, Rudy Mas’ud juga menyinggung dua kebijakan strategis lainnya: tata kelola perdagangan karbon (carbon trading) dan revisi skema Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).

Ia menilai pengelolaan carbon trading saat ini belum optimal karena berjalan sendiri-sendiri di tingkat daerah. Rudy mengusulkan agar mekanismenya dipusatkan di pemerintah pusat, lalu hasilnya didistribusikan ke provinsi secara adil.

“Kalau perlu, kita kelola atas nama bangsa Indonesia. Supaya setiap daerah tidak perlu cari pasar sendiri,” ucapnya.

Adapun soal PBBKB, Rudy menyarankan tarif 7,5 persen untuk masyarakat umum tetap dipertahankan agar tidak membebani ekonomi rakyat. Sementara untuk sektor industri, tarif bisa ditingkatkan menjadi 10 persen. “Supaya tidak mengganggu angka kemiskinan dan daya beli masyarakat,” imbuhnya.

3. Potensi pendapatan yang belum optimal

Gubernur Kaltim, Rudy Mas'ud mendorong perubahan skema dana bagi hasil untuk daerah penghasil SDA. (IDN Times/Erik Alfian)

Dalam rapat koordinasi tersebut, Rudy Mas'ud secara khusus menyoroti beberapa potensi pendapatan yang dapat diperjuangkan untuk meningkatkan porsi transfer ke daerah penghasil, yang saat ini dirasa belum optimal:

Yang pertama, Dana Bagi Hasil (DBH) di Sektor Penjualan Hasil Tambang (PHT)

Berdasarkan data Kementerian ESDM, Kalimantan Timur dalam lima tahun terakhir menyumbang lebih dari 60% pendapatan nasional dari penjualan hasil tambang. Namun, sayangnya, belum ada mekanisme DBH yang berpihak kepada daerah-daerah penghasil. "Bukan hanya batu bara, ada nikel, ada emas, dan mineral yang lain," ungkap Rudy.

Yang kedua adalah PNBP Penggunaan Kawasan Hutan (PKH). Rudy menyebut Kalimantan Timur menyumbang 38% kontribusi PNBP PKH secara nasional. Namun, lagi-lagi, belum ada porsi pembagian yang masuk ke daerah penghasil secara proporsional.

"Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan sedikit, Sumatera, Papua, Maluku, Sulawesi. Ini tentu perlu kita sinkronisasikan kembali," tegas Rudy Mas'ud.

Gubernur Rudy menambahkan bahwa kondisi fiskal daerah saat ini masih terbatas, tidak hanya di Kalimantan Timur tetapi juga di seluruh Indonesia. Ia memberikan contoh nilai bagi hasil dari kawasan hutan yang dinilai masih terlalu kecil, serta dana bagi hasil dari sektor kelapa sawit yang dianggap masih minim.

"Bahkan masih ada penjualan hasil tambang itu yang tidak dirasakan sama sekali," ungkapnya.

"Hampir semuanya daerah penghasil mineral dan batubara hasilnya masih nol untuk PNBP Hasil Tambang-nya," tambah Rudy.

Ia menjelaskan bahwa saat ini pihaknya sedang berdiskusi intensif mengenai bagaimana agar PNBP dari hasil tambang ini dapat dibagihasilkan, layaknya dana bagi hasil kelapa sawit, meskipun saat ini angkanya masih kecil.

Mengenai besaran ideal pembagian, Rudy Mas'ud menyatakan bahwa hal tersebut akan dirumuskan sesuai dengan undang-undang yang berlaku dari pusat.

"Nanti besarnya nanti kita akan diskusikan sama-sama," katanya.

Editorial Team