Warisan tambang batu bara, pencemaran akibat tambang (Facebook/FH Unmul)
Tambang batu bara juga menimbulkan masalah lain, yakni ketersediaan air. Ia mencontohkan Desa Mulawarman di Kabupaten Kukar. Seminggu sekali warga di sana harus antre air yang dijatah oleh 3 perusahaan yang telah puluhan tahun melakukan aktivitas ekspolitatifnya di sana.
"Desa Mulawarman ini dulu swasembada pangannya cukup tinggi, kini hanya menyisakan 6 hektare lahan pertanian," sebut Rupang.
Selain itu, ia menilai industri pertambangan juga berdampak buruk dan mencemari Sungai Mahakam dan sungai-sungai lain yang terhubung dengan industri pengeruk emas hitam tersebut. Belum lagi ancaman tongkang yang sering menabrak Jembatan Mahakam dan tak pernah diusut tuntas melalui jalur hukum. Padahal kejadian seperti ini membahayakan masyarakat. Ancaman industri batu bara ini tak hanya di darat, tetapi juga di sungai.
"Menurunnya kualitas air Sungai Mahakam dianggap wajar, tapi tongkang batu bara pun menabrak 17 kali Jembatan Mahakam tidak ada yang diusut," terangnya.
Bahkan di tengah pandemik virus corona pun kegiatan pengerukan dan pengiriman batu bara terus berlangsung. Pemerintah tidak berdaya, industri tambang batu bara seharusnya dihentikan dengan memperhatikan keselamatan pekerja dan masyarakat sekitar tambang.
"Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya hanya diperuntukkan untuk kemakmuran oligarki," pungkasnya.