Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Wacana Angkut Alat Berat via Sungai dan Laut di Kaltim Banjir Kritikan

WhatsApp-Image-2024-08-13-at-13.23.14.jpeg
Ilustrasi pengangkutan alat berat melalui jalur perairan. (Dok. Istimewa)

Balikpapan, IDN Times - Gubernur Kaltim Rudy Mas'ud baru-baru ini melempar wacana untuk mengalihkan jalur angkutan alat berat pertambangan batu bara ke sungai dan laut. Rudy berpendapat bahwa pengalihan ini diperlukan untuk mencegah kerusakan jalan akibat tonase besar serta dianggap lebih efisien dan ekonomis.

Namun, wacana yang dilemparkan Rudy mendapat reaksi beragam. Peneliti Nugal Institute, Merah Johansyah, mempertanyakan pernyataan Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud, terkait rencana pengalihan angkutan alat berat pertambangan ke jalur laut dan sungai.

“Harus ada izin kalau mau lewat laut atau sungai. Persoalannya, alat berat itu digunakan untuk tambang legal atau ilegal? Saya tidak paham maksudnya ke mana, tidak jelas, dan perusahaan mana yang dimaksud juga tidak disebutkan,” ujarnya.

1. Minta Gubernur lebih berhati-hati sampaikan kebijakan

istockphoto-1250455145-2048x2048.jpg
Truk pengangkut alat berat. (Dok. iStock)

Merah menilai, Gubernur sebaiknya lebih berhati-hati dalam menyampaikan kebijakan ke publik.

“Gubernur sebaiknya ‘cuci muka’ dulu, biar sadar konteksnya saat bicara,” ujarnya menyindir.

Meski belum memahami sepenuhnya konteks pernyataan tersebut, Merah menegaskan bahwa jika angkutan alat berat dimaksudkan untuk mendukung tambang ilegal, maka tetap tidak bisa dibenarkan, di jalur mana pun.

“Kalau untuk tambang ilegal, ya tetap dilarang, mau lewat darat, laut, atau sungai,” tegasnya.

2. Harus dengarkan suara masyarakat pesisir

ilustrasi nelayan budidaya ikan bandeng di hutan bakau (unsplash.com/Quang Nguyen Vinh)
ilustrasi nelayan budidaya ikan bandeng di hutan bakau (unsplash.com/Quang Nguyen Vinh)

Menurut dia, pernyataan Gubernur cenderung menimbulkan kebingungan karena tidak menjelaskan secara rinci siapa pelaku usahanya dan status legalitasnya.

“Semua aktivitas, baik angkutan lewat darat, laut, pesisir, atau udara sekalipun, wajib punya izin dan mematuhi persyaratan hukum yang berlaku,” jelasnya.

Ia juga menekankan pentingnya mempertimbangkan pendapat masyarakat pesisir, seperti nelayan, yang hidupnya bergantung pada ekosistem perairan. Menurut Merah, pengangkutan alat berat pertambangan melalui jalur laut berisiko menimbulkan kerusakan lingkungan.

“Kalau masyarakat pesisir menolak, maka angkutan itu tidak boleh lewat. Aktivitas itu bisa merusak terumbu karang, padang lamun, dan mengancam ekosistem pesisir,” pungkasnya.

3. Respons pegiat lingkungan dan akademisi

Pesut Mahakam "Four" ditemukan mati pada 21 Februari 2024 di Desa Bukit Jering, Muara Kaman, Kukar. (Dok. Istimewa)
Pesut Mahakam "Four" ditemukan mati pada 21 Februari 2024 di Desa Bukit Jering, Muara Kaman, Kukar. (Dok. Istimewa)

Rencana pemindahan angkutan alat berat ke jalur sungai mendapat kritik dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim. Windy Pranata dari JATAM menilai solusi ini tidak bisa diputuskan sepihak tanpa melibatkan masyarakat. Ia menekankan akar masalahnya terletak pada proses produksi dan distribusi sumber daya alam yang minim transparansi dan partisipasi publik.

Windy menyoroti bahwa pengalihan jalur justru bisa memindahkan masalah dari darat ke sungai. Ia mengingatkan potensi gangguan terhadap aktivitas nelayan dan petambak, serta mencatat adanya 23 insiden tabrakan tongkang sejak Jembatan Mahakam beroperasi.

JATAM juga menilai pengalihan jalur ini mengancam ekosistem Sungai Mahakam, termasuk habitat Pesut Mahakam yang terancam punah. Windy menegaskan bahwa solusi harus melalui kajian mendalam, melibatkan masyarakat, perusahaan, dan lembaga terkait, serta mengutamakan transparansi dan mitigasi risiko.

Sementara itu, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Kaltim menyambut baik wacana tersebut karena dinilai mampu mengurangi kerusakan jalan dan lebih ekonomis. Ketua MTI, Tiopan H.M. Gultom menyebut penggunaan tongkang lebih efisien dibanding truk.

Namun, MTI menekankan pentingnya kajian komprehensif mencakup kedalaman sungai, potensi abrasi, ukuran tongkang, serta sistem navigasi untuk menjamin keselamatan pelayaran dan menghindari dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
SG Wibisono
EditorSG Wibisono
Follow Us