Warga Desa Rantau Bakula Keluhkan Dampak Tambang PT MMI

Banjarbaru, IDN Times - Warga Desa Rantau Bakula, Kabupaten Banjar, melaporkan dugaan pencemaran lingkungan akibat aktivitas pertambangan batu bara yang dilakukan PT Merge Mining Industri (MMI) kepada Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan.
PT MMI, perusahaan tambang batu bara bawah tanah asal Tiongkok dengan skema Penanaman Modal Asing (PMA), telah mengantongi izin operasi produksi sejak 2016 di atas lahan konsesi seluas 1.170 hektare. Meski awalnya hubungan perusahaan dengan warga berjalan harmonis, dalam beberapa tahun terakhir dampak negatif dari aktivitas tambang mulai dirasakan oleh warga.
"Kami sejak 1991 tinggal di sini sebagai transmigran dan awalnya hidup berdampingan dengan tenang. Namun sejak PT MMI beroperasi, gangguan mulai kami rasakan," kata Mariadi, warga Desa Rantau Bakula, dalam konferensi pers di Sekretariat Walhi Kalsel, Banjarbaru, Rabu (16/4/2025).
1. Polusi debu, air tercemar, hingga pendapatan menurun
Warga mengaku terdampak oleh kebisingan, polusi debu, hingga dugaan pencemaran air dan tanah yang disinyalir berasal dari limbah tambang.
Mistina, salah satu warga, menyebut kualitas air sungai dan sumur di desanya memburuk. Air yang dulunya digunakan untuk memasak dan mencuci kini tidak lagi layak pakai.
“Kalau dipakai anak-anak, bisa menyebabkan gatal-gatal. Sekarang kami terpaksa membeli air galon untuk kebutuhan sehari-hari, rata-rata empat galon sehari dengan harga Rp8 ribu per galon,” ujarnya.
Selain masalah air, Paryun, petani karet di desa tersebut, juga mengeluhkan penurunan hasil kebun. “Dulu satu minggu bisa panen 50 kilogram getah karet. Sekarang hanya separuhnya, sekitar 25 kilogram,” keluhnya.