Warga Mematok Lahan 42 di Trunen Sepaku, setelah Tuntutan Tak Dipenuhi

Penajam, IDN Times - Warga mematok lahan sengketa seluas 42 hektare di Trunen Desa Bumi Harapan Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur (Kaltim), Minggu (16/4/2023).
Somasi keluhan mereka tidak memperoleh respons positif dari Pemkab PPU yang disebut menduduki tanah warga tanpa izin. Apalagi setelah lahan tersebut masuk dalam Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Nusantara (IKN).
“Kami sebanyak sembilan orang pemilik tanah telah mematok spanduk berisi pemberitahuan tanah milik kami di Trunen. Hal itu kami lakukan setelah dua somasi kami tidak di tanggapi oleh Pemerintah Kabupaten PPU,” kata perwakilan pemilik lahan, Lamsyah kepada IDN Times, Senin (17/4/2023).
1. Karena tidak ada itikad baik

Lamsyah mengatakan, Pemkab PPU tidak memiliki itikad positif dalam penyelesaian persoalan lahan ini. Tidak ada proses mediasi di antara mereka saat somasi sudah dilayangkan.
Ini yang membuat mereka akan melanjutkan laporan ke Mabes Polri terkait masalah ini. Termasuk pula menyurati Presiden Joko "Jokowi" Widodo guna membantu menyelesaikan persoalan tanah di Trunen.
“Karena somasi dua kali yang telah kami kirimkan kepada Pemerintah Kabupaten PPU tidak ditanggapi, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pelaporan ke Mabes Polri dan melaporkan semua pihak terkait dalam masalah ini,” tegasnya.
2. Tanah sudah turun-temurun dimiliki

Untuk diketahui, pemilik lahan sudah bertahun-tahun bercocok tanam dalam mengelola tanah di Trunen. Bahkan pada tahun 1960, Pemerintah Daerah Kotamadya Balikpapan telah menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT). Hingga pada tahun 1968, PT ITCI Hutani Manunggal (IHM) mengklaim kepemilikan tanah warga sebagai lahan hak guna usaha.
Padahal warga sudah menggarap lahan tersebut dengan pelbagai tanaman produktif, seperti cempedak, mangga, asam putar, dan lainnya. Sedangkan PT IHM sendiri sama sekali tidak ada aktivitas.
“Jadi tanah itu sudah turun-temurun dimiliki, ditempati serta digarap oleh klien kami. Bahkan di atas lahan itu juga ada dimakamkan keluarga mereka. Di mana bukti makam itu masih ada sampai sekarang,” kata Kuasa Hukum Nikson Gans Lalu.
3. Persoalan tanah menjadi sengketa

Puncaknya terjadi pada tahun 2004 silam, Pemkab PPU mengambil sepihak tanah tersebut dari masyarakat. Bupati PPU saat itu, Yusran Aspar mencanangkan program penggemukan sapi di tanah tersebut
Pemkab PPU menjanjikan pembangunan 4 unit rumah kepada 10 orang pemilik lahan di kawasan tersebut. Sekaligus pembuatan sertifikat hak milik tanah atas nama warga pemilik tanah.
“Pemerintah Kabupaten PPU tidak menepati janjinya terhadap klien kami hanya membangun rumah dua unit bagi setiap KK di atas tanah itu. Maka patut diduga, tindakan Pemkab PPU itu telah mengarah pada penipuan untuk menguasai tanah itu secara sepihak dan melawan hukum,” pungkas Nikson.