Warga berdatangan gelar sembahyang kubur. (IDN Times/istimewa).
Senada dengan Jesi, Vivi, seorang warga Pontianak yang turut melaksanakan ritual, menegaskan pentingnya melestarikan tradisi ini. Ia menyebut Ceng Beng sebagai momen sakral yang hanya berlangsung dua kali dalam setahun dan harus dijaga oleh generasi mendatang.
"Tradisi ini harus tetap dijaga, karena ini adalah cara kami menghormati leluhur sekaligus mempererat hubungan dengan keluarga besar," kata Vivi.
Dengan berlangsungnya Ceng Beng di berbagai pemakaman di Pontianak, tradisi turun-temurun ini terus hidup dan menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Tionghoa, sekaligus memperkuat nilai-nilai kebersamaan dan penghormatan terhadap leluhur.