Ilustrasi galon guna ulang. Foto dok
Rencana BPOM menerbitkan aturan soal BPA Free ke galon guna ulang memperoleh penolakan dari industri dan Aspadin (Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan). Bagaimana pendapat anda?
Kalau itu sih gak aneh ya, selaku asosiasi perusahaan, kalau akan diatur dan regulasinya ditingkatkan pasti akan mencoba untuk melawan, di semua sektor seperti itu, jadi bukan sesuatu yang aneh. Baik Aspadin, Gapmmi (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia), dan yang lain bila ada regulasi baru pasti akan mencoba habis-habisan untuk mendelay atau menggagalkan regulasi itu.
Jadi misalnya, Kemenkes atau Badan Kebijakan Fiskal akan membuat kebijakan cukai plastik, minuman terkena cukai, mereka ini kan akan melawan. Sekarang ga usah jauh-jauh, yang masih baru lah, Kemenkes sampai sekarang tidak mau menerapkan kebijakan pengendalian atau standarisasi kandungan bahan garam, gula, dan lemak.
Mereka (asosiasi) kan akan melawan. Padahal itu kan dimensinya untuk kesehatan.
Sampai sekarang aturan ini tidak berjalan, karena Kemenkesnya nyalinya kecil sehingga perlawanan Gapmmi juga keras. Sampai sekarang tidak dilakukan. Padahal aturan ini harus segera dilakukan, karena penyakit tidak menular saat ini kan tinggi, kaitan persoalan gaya hidup.
Kenapa begitu sulit dalam menerbitkan suatu aturan dalam memberikan perlindungan pada konsumen?
Kementerian Perindustrian bahkan menjadi barrier (penghalang) bagi Kementerian Kesehatan dan BPOM ketika akan membuat standarisasi lebih tinggi, dengan tesis bahwa itu akan menurunkan kinerja industri dan sebagainya. Padahal itu tidak terbukti, mosok melindungi kesehatan masyarakat tidak boleh?
Kaitan kasus BPA ini kan untuk meningkatkan standarisasi kesehatan bagi konsumen dalam konteks informasi maupun peningkatan standar lebih tinggi.
Standar peluruhan BPA ke makanan-minuman sebesar 0,6 mg/kg itu kan memang tidak melanggar. Tetapi bila standarnya semakin tingginya akan semakin baik.
Meskipun memang dalam konteks industri dan BPOM sudah mengkaji itu sehingga akan ada masa transisi bagi mereka untuk persiapan secara infrastruktur dan sumber daya manusia.