Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan, Andi Sri Juliarty. IDN Times/Fatmawati
Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan, Andi Sri Juliarty. IDN Times/Fatmawati

Balikpapan, IDN Times - Kasus positif harian COVID-19 di Kota Balikpapan kembali melonjak, bertambah 167 pada Jumat (15/1/21) Jumlah ini adalah rekor baru penambahan kasus.

Balikpapan termasuk salah satu daerah di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dengan angka kasus cukup tinggi. Data kumulatif Kota Balikpapan per hari ini mencapai 7.542 kasus positif.

Jika melihat angka kasus, Provinsi Kaltim menunjukkan penambahan 598 kasus. Sehingga total 32.588 kasus. Dan kasus tertinggi disumbang oleh Kota Minyak, yakni 167 kasus ini. 

1. Testing rate meningkat, banyak masyarakat mampu tes mandiri

Default Image IDN

Selama beberapa hari ini penambahan kasus COVID-19 per hari mencapai 100 kasus lebih. Saat ini ada delapan laboratorium fasilitas pelayanan kesehatan yang melayani tes polymerase chain reaction (PCR) di Balikpapan.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan, Andi Sri Juliarty menjelaskan, hasil tes PCR sudah harus keluar maksimal sehari setelah tes. Meskipun demikian ia tak menampik masih ada antrean hasi tes PCR.

"Tapi jika ada antrian dan lewat tiga hari kami berikan teguran," katanya

Menurut Dio, sapaan akrabnya, hasil tes PCR perusahaan biasanya lebih lama jika dari perusahaan. 

"Kalau perusahaan biasa lama dan menumpuk. Tapi kalau hanya masyarakat mandiri tidak terlalu lama," kata Dio.  

Testing rate Balikpapan mencapai 5,85 per 1.000 penduduk per pekan. Dan ini sudah memenuhi standar WHO. Artinya warga Balikpapan mampu melakukan tes secara mandiri. 

2. Sinkronisasi data menggunakaan aplikasi

Ilustrasi pasien (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Biasanya jika hasil tes terlambat, maka update data kasus pun jadi terkendala. Dahulu memang permasalahan ini masih dihadapi. Namun Dio mengklaim sekarang sudah tidak lagi.

Selain itu untuk data COVID-19 di Kota Balikpapan dan Provinsi Kaltim pun menurutnya sudah tidak ada perbedaan. Kini sinkronisasi data lebih mudah dilakukan.

Meski memang beberapa waktu terakhir lonjakan kasus terjadi cukup cepat. "Kalau sekarang data pusat, provinsi, dengan kita tidak lagi berbeda. Karena kita kan memegang aplikasi yang sama, dan dibuka oleh kami semua," terangnya.

Hanya nantinya pihak kabupaten/ kota menyampaikan bahwa dalam rilis apa yang dipublikasikan sampai kasus ke sekian. "Terkait pengumpulan data tak ada kendala," sebutnya.

3. Tenaga surveilans terbatas

Seorang tenaga kesehatan melambaikan tangan sebelum memberikan makanan kepada pasien positif COVID-19 di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA) Bandung, Jawa Barat, Senin (13/7/2020) (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Dio melanjutkan, lonjakan kasus mengakibatkan data yang mesti diverifikasi menjadi lebih banyak. Jumlah tenaga surveilans yang terbatas juga menjadi persoalan dalam melakukan pendataan. Idealnya menurut Dio, di setiap puskesmas ada tenaga surveilans.

"Misal muncul baru (kasus) 300, kekuatan yang menelepon (tenaga surveilans hanya bisa menguhubungi) 167 (orang)," ujarnya.

Editorial Team