Jelang Pemilu Serentak, KPU Balikpapan Evaluasi Pelaksanaan Tahun 2019

Pemilu 7 tingkatan, tak ingin petugas kembali menjadi korban

Balikpapan, IDN Times - Usai sudah tahapan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 Kota Balikpapan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim) langsung mengevaluasi pelaksanaannya jelang pemilu pilkada serempak pada 2024 mendatang. 

Ketua KPU Balikpapan Noor Toha mengatakan, pihaknya perlu mengkaji pelaksanaan pemilu serentak 2024. Pemilu ini cukup spektakuler di mana pelaksanaannya terbagi dalam tujuh tingkat dalam waktu bersamaan. 

Balikpapan sempat melaksanakan pemilu serentak pada tahun 2019 dengan lima tingkatan. Para petugas mesti bekerja ekstra. Tak sedikit petugas yang kehilangan waktu istirahat, hingga sakit bahkan ada yang meninggal dunia. 

Itulah mengapa kemarin KPU menggelar seminar nasional dengan tema "Evaluasi Pilkada 2020 Menuju Pemilu Serentak 2024". Kegiatan ini menghadirkan narasumber dari Komisioner KPU RI, Pramono Ubaid Tanthowi dan Ketua KPU Provinsi Kaltim Rudiansyah.

1. Evaluasi pilkada 2020, Balikpapan hadapi tiga masalah berat

Jelang Pemilu Serentak, KPU Balikpapan Evaluasi Pelaksanaan Tahun 2019Ketua KPU Balikpapan, Noor Thoha. (Tangkapan Layar Youtube KPU Balikpapan)

Dalam penyampaiannya, Noor Thoha mengungkapkan, Singapura sebagai negara kecil butuh waktu enam hari melaksanakan pemilu macam ini. Pada dasarnya KPU memiliki tanggung jawab untuk bekerja profesional. Bekerja dengan integritas. Termasuk mempertanggungjawabkan semua tahapan yang dilaksanakan. 

"KPU Balikpapan merasa perlu mempertanggungjawabkan secara paripurna dari pemaparan data maupun kronologi," jelasnya.

KPU Kota Balikpapan, menurutnya menyimpan tiga masalah yang cukup berat. Dan ini tak bisa dijabarkan kecuali melalui riset. Pertama, soal daftar pemilih tambahan (DPT) yang tiap pemilu selalu tinggi. 

"Maka setiap pleno dengan partai politik kerap menimbulkan masalah. Kalau pemilu legislatif kerap ada kecurigaan. Hingga mobilisasi masa," sebutnya. 

Dalam hal ini KPU berupaya bekerja profesional. Namun tetap, tidak bisa menghindari berbagai asumsi yang bermunculan.

"Karena memang kami tidak bisa menjelaskan secara ilmiah," ungkapnya. 

Masalah kedua terkait partisipasi masyarakat. Ini diakuinya pun sulit dijelaskan. Karena saat pemilu presiden dan legislatif partisipasi bisa mencapai 80 persen, saat pilkada tidak bisa melampaui angka 60 persen. 

"Bahkan 2011 sebesar 56 persen, 2015 sebesar 59,34 persen, dan 2020 ini sebesar 59,9 persen. Ini juga beban berat KPU Balikpapan. Dari kami juga bisa menjawab bahwa kami lembaga teknis, dan ini jadi tanggung jawab semua pihak. Ini selalu yang saya sampaikan," katanya. 

Ketiga, yakni masalah pilkada 2020, di mana terjadi calon tunggal. KPU Kota Balikpapan dalam hal ini merasakan kesulitan. Karena pihaknya perlu menyampaikan secara regulasi, undang-undang mengakomodasi ini dan sulit untuk diterima. 

"Ada dugaan bahkan yang mengatakan calon tunggal ini terjadi karena kapitalisme. Atau diduga minim tokoh di Balikpapan. Kami dihukum dengan asumsi. Ini adalah kecelakaan sejarah kalau dibiarkan dan tidak diluruskan. Maka dari Universitas Mulawarman akan membantu kami menjelaskan tentang hal ini," urainya. 

2. Persoalan DPT b karena pindah domisili dan sinkronisasi data

Jelang Pemilu Serentak, KPU Balikpapan Evaluasi Pelaksanaan Tahun 2019Komisioner KPU Balikpapan, Syahrul Karim (Tangkapan Layar Youtube KPU Balikpapan)

Komisioner KPU Balikpapan, Syahrul Karim memaparkan hasil riset dan kajian mengenai faktor penyebab tingginya DPT b studi kasus Pilkada Balikpapan 2020.

"Soal tingginya DPT b ini memang kerap jadi problem yang muncul tiap kegiatan pemilihan," ungkapnya. 

Hasil kajian, dari DPT Kota Balikpapan 443.243, pengguna hak pilih ada 226.536 orang. Sementara jumlah TPS 1.505 dan DPT b 4893. Syahrul menjelaskan, pemutakhiran data pemilih dilakukan dalam beberapa tahapan. Sesuai PKPU 19 tahun 2019 dan PKPU 6 tahun 2020.

"Kami juga temukan banyak pemilih yang sudah pindah domisili secara fisik tapi belum pindah secara administrasi. Ini banyak. Terutama pemukiman baru. Misal dari Balikpapan Tengah pindah ke Balikpapan Utara. Tapi mereka tidak pindah administrasi. Ini banyak juga terjadi," jelasnya. 

Tak hanya itu, banyak juga pemilih yang sudah pindah domisili tapi belum mengubah KTP. Ada juga yang sudah pindah secara fisik tapi KTP tidak diubah. Di Balikpapan padahal sangat mudah untuk mengubah KK. Untuk pengubahan kartu keluarga hanya melalui online, sementara untuk mengubah KTP elektronik harus ke kantor Disdukcapil. 

Terakhir, ada keterlambatan dalam aplikasi Sidalih untuk update sistem data pemilih. Ini menurut dia juga menjadi kendala. Seringkali data sudah di-upload tapi ada masalah jaringan.

"Karena mungkin servernya terpusat sehingga saat data banyak yang masuk bersamaan terjadi keterlambatan jaringan," jelasnya. 

Sementara masalah lain, sinkronisasi DPT b. Hasil data DPT b dalam kotak suara dengan yang tercantum dalam daftar pemilih tambahan miliki perbedaan jumlah 243 pemilih.

"Sehingga yang kami plenokan lebih tinggi di C daftar hadir pemilih tambahan," tuturnya. 

Dari sejumlah permasalahan ini, dirinya memberikan rekomendasi yakni penguatan aplikasi Sidalih secara nasional, kemudian adanya barcode tanda untuk pemilih yang telah terdata. Kemudian penerapan e-registrasi di TPS. Sehingga petugas bisa langsung melakukan pemindaian terhadap KTP elektronik pemilih, untuk mengetahui apakah ia terdaftar di TPS tersebut atau TPS lain. 

Baca Juga: Misteri Surut Mendadak Waduk Balikpapan Terungkap, Berpotensi Bencana

3. Pemilu serentak dengan tujuh tingkatan akan lebih berat lagi

Jelang Pemilu Serentak, KPU Balikpapan Evaluasi Pelaksanaan Tahun 2019Ketua KPU Kaltim, Rudiansyah. (Tangkapan Layar Youtube KPU Balikpapan)

Dua hasil kajian lain juga disampaikan yakni mengenai partisipasi pemilih yang rendah dan calon tunggal. Menanggapi ini, Ketua KPU Provinsi Kaltim Rudiansyah mengungkapkan, beberapa persoalan antara lain terkait data pemilih. 

Yakni DPTb yang dianggap besar. Kemudian tingkat partisipasi masyarakat di pilkada 2020. Yang ada di kota Balikpapan memiliki anomali sendiri dari daerah lain. 

Di Kaltim ada di daerah yang yang memiliki pasangan tunggal. Selain kota Balikpapan ada Kutai Kartanegara. Angka partisipasi juga di bawah rata-rata. Namun Balikpapan dan Kukar juga tak sendiri. Di Samarinda ada tiga pasangan calon yang partisipasinya juga rendah. 

"Daerah lain secara mayoritas di Indonesia justru partisipasinya menjadi tinggi termasuk sebagian besar daerah di provinsi Kaltim. Tema ini ada dengan pelayanan KPU terhadap calon peserta. Namun dari sisi kepesertaan banyak melibatkan hal berbau politik. Maka ini perlu melibatkan lembaga pendidikan atau perguruan tinggi," katanya.

Berkaitan dengan KPU yang menilai kinerjanya sudah prima. Namun auto kritik tidak akan sampai pada KPU. Pada dasarnya penyelenggara pun berpikir bahwa Pilkada 2020 ini bisa menjadi lebih ringan jika dibandingkan dengan pemilu serentak 2024.  

"Karena ini diselenggarakan dengan lima tingkatan. Tapi di perjalanannya kita masuk proses masa pandemik COVID-19. Di situ KPU RI harus melakukan penundaan sementara untuk mendapat masukan dari berbagai pihak dan pengambil kebijakan," ungkapnya. 

Padahal, di pilkada serentak 2024 nanti diperkirakan akan dilaksanakan pemilu serentak tujuh tingkatan. 

4. Tantangan ganda tak hanya demokrasi tapi juga kesehatan

Jelang Pemilu Serentak, KPU Balikpapan Evaluasi Pelaksanaan Tahun 2019Komisioner KPU RI, Pramono Ubaid Tanthowi. (Tangkapan Layar Youtube KPU Balikpapan)

Menurut Komisioner KPU RI, Pramono Ubaid Tanthowi, berbagai permasalahan ini sebenarnya banyak yang perlu dikaji lagi. Dari tiga permasalahan yang ada, yakni DPT b tinggi, partisipasi pemilih yang rendah dan paslon tunggal. 

Ada tantangan ganda yang dihadapi. Yakni penguatan demokrasi lokal yang harus seiring dengan upaya menjaga kesehatan publik. Sementara demokrasi mensyaratkan partisipasi bukan hanya datang ke TPS. Termasuk kehadiran dalam kegiatan kampanye dan tahapan Pilkada. 

"Padahal untuk menjaga kesehatan terutama di masa pandemi ini sebaliknya. Masyarakat diminta untuk tidak datang ke tempat ramai. Inilah yang jadi dilema," sebutnya. 

Sementara saat ini vaksin masih berjalan. Ke depannya tahapan Pemilu 2024 masih di jalan ini dalam keadaan pandemik. Sementara ada tantangan penyelenggaraan pemilu 2024. Sejauh ini tampaknya tidak ada revisi undang-undang. 

"Sehingga pemilu nasional lima surat suara itu akan dilaksanakan di waktu yang sama dengan Pilkada 2024. Di tahun tersebut karena undang-undang tidak diubah maka mau tidak mau harus melaksanakan di tahun yang sama," jelasnya. 

Pilkada sementara ini ditetapkan pada November 2024. Ini masih terus dibahas dengan pemerintah pusat dan DPR RI. Pramono melanjutkan, pada 3,4,5 akan dilaksanakan rapat untuk memutuskan kapan hari pelaksanaan ini. Karena pasti akan terjadi irisan antara tahapan pilkada 2024 dan pemilu nasional. 

Terutama pencalonan. Karena untuk pencalonan Pilkada 2024 mau tidak mau harus mengacu dari perolehan suara dan kursi 2024. Jika ini diatur di April, Apakah setelah penetapan hasil oleh KPU secara berjenjang, akan tetap ada PKPU ke MK dan lainnya. 

Maka sangat memungkinkan apabila tetap dilaksanakan April waktunya tidak cukup. Hari pemungutan sebelum bulan puasa 2024. Karena mengingat salah satu problem juga adalah beban KPPS yang berat. Karena kerjanya hingga larut bahkan tidak tidur. 

Seperti pengalaman sebelumnya juga terjadi beberapa KPPS yang sakit hingga meninggal dunia. Padahal saat itu tidak memasuki bulan puasa. Inilah yang akan dihindari. Karena bila terjadi di bulan puasa tentu akan lebih berat lagi. 

5. Perlu perubahan teknis penyelenggaraan, namun butuh landasan hukum yang kuat

Jelang Pemilu Serentak, KPU Balikpapan Evaluasi Pelaksanaan Tahun 2019Komisioner KPU RI, Pramono Ubaid Tanthow (Tangkapan Layar Youtube KPU Balikpapan)

Kendati begitu ia memastikan untuk Pemilu 2024 diperkirakan akan ada beberapa perubahan teknis penyelenggaraan. Dan ini memang saatnya untuk dilakukan beberapa perubahan. Karena di beberapa tahun sebelumnya memang terjadi perubahan namun sangat kecil. 

"Beberapa perubahan terkait teknis seperti pendataan yang mulai dilakukan melalui aplikasi Sidalih. Tapi tak ada perubahan lebih substansial. Sehingga pihaknya merancang. Bagaimana agar beban yang berat tidak terulang kembali," ujarnya. 

Namun memang untuk melakukan berbagai terobosan perlu landasan hukum yang kuat. Ini jadi syarat mutlak. Sehingga KPU RI mendorong adanya revisi terbatas undang-undang Pemilu maupun Pilkada. Atau sekurang-kurangnya perppu untuk mengakomodir. 

"Desain surat suara, Sirekap, atau kampanye dan lainnya. Sementara itu peraturan teknis tercantum dalam PKPU dan diaplikasikan oleh semua pihak. Harapannya supaya kejadian yang terjadi di pemilu 2019 maupun Pilkada 2020. Agar jangan sampai PKPU malah dibatalkan Bawaslu melalui putusan, misalnya, ke depan bisa dihindari. Dengan landasan Hukum yang kokoh melalui revisi Terbatas UU, Perppu," pungkasnya. 

Baca Juga: Masa Jabatan Wali Kota Balikpapan Usai, Rizal Didorong ke Legislatif

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya