Kisah Buruh di Balikpapan, Gaji Masih Dipotong Sejak Pandemik

Gaji dipotong dan harus bayar cicilan KPR

Balikpapan, IDN Times - Hari Kemenangan bagi Umat Islam tinggal menghitung hari. Para pekerja atau pegawai perusahaan maupun pemerintahan sudah menerima tunjangan hari raya (THR). Kendati begitu, rupanya kondisi ini tidak selalu sama bagi semua buruh di Kota Balikpapan. Masih ada juga perusahaan yang memotong gaji hingga THR para pekerja.

Seperti Mawar (27), bukan nama sebenarnya. Ia yang sehari-hari bekerja di perusahaan swasta masih harus mengalami pemotongan gaji 20 persen dari gaji setara upah minimum regional (UMR) Rp3,2 yang harusnya ia terima. Kondisi ini masih ia alami sejak November 2021 hingga kini. 

1. Sejak November 2021 mengalami pemotongan gaji 20 persen hingga kini

Kisah Buruh di Balikpapan, Gaji Masih Dipotong Sejak PandemikIlustrasi pekerja pabrik. (ANTARA FOTO/Siswowidodo)

Mawar bekerja di perusahaan swasta di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur ini kira-kira lima tahun. Pekerjaan ini adalah pekerjaan pertamanya setelah lulus dari perkuliahan dan ia tekuni sampai sekarang. Ia mengakui, bekerja di bidang tersebut memang sesuai minatnya, kendati dari segi gaji, memang sangat pas-pasan.

Perempuan yang telah berkeluarga ini memiliki seorang anak berusia 4 tahun. Sang suami bekerja di perusahaan swasta bidang alat berat. Ia bersyukur sang suami tidak mengalami pemotongan gaji. Meskipun ada pengurangan uang lembur dari perusahaan.

"Ya kalau sebelum dipotong cukup pendapatan kami digabung. Tapi sejak dipotong jadi ngepas. Karena uang suami juga dialokasikan untuk nyicil rumah sampai 50 persen. Suami juga masih ngasih ke orang tua, jadi yang tersisa gak sampai Rp1,5 juta per bulan. Makanya ditambahan dari pemasukan saya. Eh, dipotong," ungkapnya. 

Mawar saat ini masih tinggal bersama keluarga kecilnya di rumah orangtuanya. Selain orang tua, ia juga tinggal dengan dua adik kandungnya. 

Selain dipotong 20 persen, di perusahaan tempatnya bekerja memang juga kerap terlambat membayar gaji. Kendati begitu i mau tak mau menerima. Pasalnya beberapa kali melamar kerja di tempat lain ia masih belum diterima. Salah satu alasannya adalah karena ia telah berkeluarga.

Baca Juga: Gak Boleh Keliling, Takbiran di Samarinda Hanya Boleh di Masjid

2. Menerima kebijakan perusahaan yang masih terimbas pandemik COVID-19

Kisah Buruh di Balikpapan, Gaji Masih Dipotong Sejak PandemikIlustrasi tes cepat COVID-19. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Selain bekerja di perusahaan swasta, Mawar juga juga kerap menjadi reseller produk tanaman, demi mendapatkan penghasilan lebih. Menurutnya, uang dari hasil menjadi reseller tersebut dapat digunakan untuk tambahan-tambahan kebutuhan maupun jajan dirinya atau anak. 

Ia sendiri masih belum tahu apakah akan memulai usaha ke depannya. Yang jelas saat ini ia ingin pekerjaan yang bisa memenuhi kebutuhan keluarga kecilnya. "Saya kalau ke perusahaan ya memberikan semaksimal mungkin kemampuan saya. Saya berharap perusahaan juga memenuhi kewajiban ke saya dan rekan-rekan kerja saya," tuturnya. 

Ia mengakui, sebagai pekerja atau buruh ia memang bergantung pada gaji dari perusahaan. Kendati ia merasakan kebijakan perusahaan tempatnya bekerja tak selalu memuaskan. Termasuk pemotongan gaji yang masih ia alami. 

Tapi sejak pergantian pemimpin 2022 ini, menurutnya mulai ada keterbukaan informasi dan kondisi perusahaan yg berdampak pada keseluruhan operasionalnya. 

"Sehingga sebagai karyawan setidaknya kami cukup mengetahui alasan tidak terpenuhinya hak-hak karyawan dua tahun terakhir. Perusahaan saat ini juga mulai mengupayakan pemenuhan hak karyawan seperti gaji, meski dengan kondisi yang jauh dari ideal," ungkapnya. 

3. Kebijakan pemerintah belum berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat

Kisah Buruh di Balikpapan, Gaji Masih Dipotong Sejak PandemikIlustrasi gaji (IDN Times/Dok)

Melihat kondisi buruh, termasuk dirinya, Mawar mengakui bahwa peran pemerintah masih belum terasa. Terutama dalam berani memberikan kesejahteraan bagi kaum buruh. Terutama terkait kebijakan yang masih diserahkan kepada pihak perusahaan.

"Atau mungkin saja saya yang kurang tahu terkait peranan pemerintah. Tapi yang jelas saya juga tidak menutup mata atas adanya layanan pengaduan untuk kami, para buruh," katanya. 

Layanan pengaduan yang dimaksud ini dikelola Disnaker Kota Balikpapan terkait ketenagakerjaan. Namun tetap saja penetapan kenaikan upah minimum di tahun ini pun tidak sebanding dengan kondisi harga kebutuhan yang kian melonjak. 

"Apa mungkin pemerintah sudah merasa cukup menjalankan tugas mereka sebagaimana mestinya. Padahal ada aturan yang harus dipastikan apakah berjalan sesuai ketentuan atau tidak. Jujur saja saya merasakan belum ada upaya lebih pemerintah dalam memperjuangkan nasib kami para buruh," tandasnya. 

Baca Juga: 98 Persen Anak di Samarinda Sudah Punya Akta Kelahiran

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya