Kisah Sejarah Makam Tionghoa di Balikpapan Jadi Permukiman Penduduk

Tersisa hanya beberapa makam saja di Prapatan, Balikpapan

Balikpapan, IDN Times - Setiap kota punya kisah dan sejarahnya masing-masing. Peninggalan sejarah juga bisa menjadi bukti peradaban suatu kota. Salah satu bukti perjalanan sejarah adalah makam-makam kuno, seperti makam warga keturunan Tionghoa yang ada di Jalan Gunung Dubs, RT 38, Kelurahan Prapatan, Balikpapan Kota.

Makam yang kerap disebut makam Prapatan ini merupakan salah satu situs bersejarah di Balikpapan. Sejak tahun 1992, secara bertahap makam-makam tersebut mulai dipindahkan ke daerah Kilometer 15, Kecamatan Balikpapan Utara.

Penjaga makam, Saparudin (55) menuturkan, dirinya dari lahir hingga berkeluarga, dan kini memiliki cucu, tinggal di Kelurahan Prapatan. Ia menyaksikan perubahan kawasan Prapatan.

"Wajah Prapatan sudah berubah total," ujar Sapar, pada Jumat (17/1).

1. Makam telah berganti menjadi permukiman

Kisah Sejarah Makam Tionghoa di Balikpapan Jadi Permukiman PendudukMakam Tionghoa yang tidak terawat, di atasnya berdiri rumah warga (Dok.IDN Times/Istimewa)

Makam Tionghoa Prapatan ini diyakini telah ada sekitar tahun 1960-an. Saparudin menjelaskan kawasan RT 38 dulu merupakan area makam warga keturunan Tionghoa. Makam awalnya berjumlah ribuan dengan bentuk yang terlihat megah.

Sementara di bagian lain, tepatnya di RT 25 juga ada kompleks makam tentara Belanda.

Kawasan Prapatan kini telah begitu padat penduduk. Rumah-rumah ini berdiri di atas bekas makam, khususnya di depan Gereja Santa Theresia hingga ke daerah puncak RT 38.

Sapar mengaku, rumah yang ditempatinya kini, bersama tiga anaknya merupakan rumah pertama di RT 38, dulu bentuknya hanya gubuk kayu. Sekitar tahun 1983, perumahan mulai muncul bersamaan dengan ramainya transmigran dari Jawa, yang kemudian mendiami kawasan Prapatan. 

2. Kini hanya tersisa beberapa buah makam saja

Kisah Sejarah Makam Tionghoa di Balikpapan Jadi Permukiman PendudukMakam Tionghoa di Balikpapan (Dok.IDN Times/Istimewa)

Ramainya orang bermukim di Prapatan membuat warga keturunan Tionghoa memilih memindahkan makam leluhur mereka ke kawasan Jalan Soekarno-Hatta Kilometer 15, Kecamatan Balikpapan Utara.

Namun, ia tidak tahu kemana tulang belulang makam tentara Belanda di RT 25 dipindahkan.

Saparudin berkisah, ia memanfaatkan momen  pemindahan makam warga keturunan Tionghoa itu untuk bekerja sebagai pembongkar makam dengan upah untuk satu kuburan sekitar Rp50 ribu - Rp100 ribu.

3. Keluarga Saparudin turun temurun menjadi juru kunci makam

Kisah Sejarah Makam Tionghoa di Balikpapan Jadi Permukiman PendudukMakam Tionghoa di Balikpapan (Dok.IDN Times/Istimewa)

Saparudin menuturkan, pada tahun 1970-an ayah dan pamannya adalah juru kunci makam dan tukang gali kubur. "Dari kakek sampe saya jaga ini kuburan. Bilangnya ini makam Bapaknya H. Aliong," jelasnya.

Masih terdapat dua makam lain lagi yang saat ini telah dijadikan rumah oleh warga. Namun, hal ini disebabkan karena makam tersebut tak pernah lagi dikunjungi keluarganya sehingga seperti terlantar.

"Masih ada dua makam. Tapi keluarganya enggak pernah datang, sehingga warga membangun rumah diatasnya" ujar Sapar.

Keberadaan makam keturunan Tionghoa di RT 38 ini tidak dianggap mengganggu oleh masyarakat sekitar. Justru pada momen-momen tertentu seperti Imlek atau perayaan hari besar keagamaan, keluarga H. A Liong yang datang berziarah ke makam tersebut sering berbagi rejeki dengan masyarakat sekitar.

Baca Juga: Demi Menjaga Lingkungan, Imlek dan Cap Go Meh Tanpa Lampion Harapan

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya