Koppaja, Rumah Berbagi Mimpi Untuk Anak Jalanan di Balikpapan 

Sabet penghargaan, tetap luput dari perhatian pemerintah

Balikpapan, IDN Times - Anak-anak merupakan titipan, anugerah, dan sumber kebahagiaan bagi orang tua. Ada kebanggaan tersendiri, dengan hadirnya malaikat kecil ditengah keluarga. Kebanyakan orang tua pun rela melakukan apapun agar anaknya bahagia, mendapatkan pendidikan dan berbagai fasilitas yang sama seperti anak lain. 

Namun, tak semua anak seberuntung itu. Ada yang terpaksa mencari uang di jalan seperti dengan mengamen, mengemis, dan menjual koran. Juga ada anak-anak yang melakukan tindakan yang tak sepatutnya mereka lakukan dan hidup di jalan.

Mereka yang menjalani kehidupan seperti itu diberi julukan 'anak  jalanan'. Alasannya, karena mereka tidak beruntung secara ekonomi, sehingga mereka harus merelakan pendidikannya demi mencari uang di jalan.

Kota Balikpapan, yang dikenal sebagai kota ramah anak bukan berarti tidak ada anak jalanan sama sekali. Kadang anak jalanan dijumpai di trafic light  mengamen dengan membawa alat musik yang mereka buat sendiri.

Di Balikpapan, ada sebuah tempat bagi anak jalanan yakni Rumah Singgah Koppaja ( Komunitas Peduli Pendidikan Anak Jalanan). Rumah petak berbentuk kayu itu didirikan khusus untuk mereka, agar tetap bisa belajar dan bermain layaknya seusia mereka.

Agus Kuswanto, yang akrab disapa Kak Abi mengaku, mendirikan tempat ini karena merasa prihatin dengan anak-anak jalanan.  Di mana anak-anak ini banyak yang harus membagi waktu sekolah dengan bekerja, bahkan ada yang sampai kecanduan lem.

Saat ini ada 213 anak jalanan yang bergabung di Koppaja dengan usia 5 sampai 18 tahun.

"Jadi yang buat ini memang awalnya saya sendiri saat itu belum ada nama. Kemudian ada dua teman, karena memiliki waktu yang sama saya ajak," ujarnya, Sabtu (7/11/2020),  saat dihubungi melalui sambungan seluler.

1. Banyak tantangan saat mengajak anak-anak jalanan bergabung

Koppaja, Rumah Berbagi Mimpi Untuk Anak Jalanan di Balikpapan Kak Abi, saat mengajak anak-anak di rumah Koppaja (IDN Times/Istimewa)

Masih jelas dalam ingatannya, sulitnya mengajak anak-anak tersebut agar dapat bergabung di Rumah Singgah Koppaja ini. Segala macam cara ia lakukan untuk dapat menarik perhatian anak jalanan, salah satunya dengan harus mengeluarkan uang.

Pemikiran money oriented yang ada pada anak-anak ini ia gunakan sebagai salah satu pendekatan awal pada anak pecandu lem. Bermula dengan uang Rp10 ribu, kemudian mulai mengurangi nilainya, tetapi ditambah dengan memberi makanan, akhirnya ia berhasil menarik perhatian anak-anak tersebut.

"Mereka akhirnya nyaman dengan diberikan makan dan minum. Saya beri terus sampai mereka tidak sempat untuk menghirup lem lagi karena tidur," kata dia.

Aktivitas pendekatan itu ia lakukan selama kurang lebih 8 bulan lamanya. Selain itu ia juga menghadirkan tokoh agama untuk menanamkan pengetahuan agama serta mengajarkan bahayanya menghirup lem.

Meskipun demikian, pria berusia 29 tahun itu bercerita, dirinya sempat mendapat ancaman menggunakan parang oleh orang tua salah seorang anak naungannya itu. Orangtua anak tersebut menganggap dirinya merupakan penghambat ekonomi bagi keluarga si anak.

"Cukup serius juga untuk meyakinkan orang tuanya. Tetapi dulu sempat ada kejadian salah satu anak ada yang meninggal karena tertabrak di jalan. Itu membuat orang tua mereka sadar, dan di situ saya mulai masuk kembali," jelasnya.

2. Bentuk program parenting anak

Koppaja, Rumah Berbagi Mimpi Untuk Anak Jalanan di Balikpapan Komunitas Peduli Pendidikan Anak Jalanan di Balikpapan (IDN Times/Istimewa)

Dari kesulitan meyakinkan orang tua, Kak Abi akhirnya membentuk satu program yang disebut parenting anak. Dimana dalam program tersebut terdapat banyak pengajaran bagaimana cara orang tua agar dapat mendidik anaknya secara positif.

Mengingat pada masa yang lalu, ketika dirinya sempat memberikan biaya pendidikan kepada tiga anak yang mengenyam pendidikan di pondok pesantren, justru orangtua dari salah satu anak, menggunakan biaya tersebut untuk bermain judi.

"Proses itu yang saya gunakan untuk mendekati orang tua. Makanya saya buat program parenting anak, dan untungnya ini sudah banyak perubahan," terangnya.

Ia juga mengingatkan kepada para orang tua, agar menjauhkan anak dari tindakan yang buruk. Belajar dari pengalaman tersebut, apabila ia akan meyalurkan biaya pendidikan harus memilah dan mendapat persetujuan dulu dari orang tua yang memang benar-benar ingin anaknya bersekolah. Agar tidak disalahgunakan lagi. 

Baca Juga: Sering Renggut Nyawa, Kisah Mistis Gunung Lipan di Samarinda Seberang

3. Tak pernah mendapatkan bantuan sedikit pun dari Pemerintah meski menjadi profil untuk kota Balikpapan

Koppaja, Rumah Berbagi Mimpi Untuk Anak Jalanan di Balikpapan Komunitas Peduli Pendidikan Anak Jalanan (Koppaja) di Balikpapan (IDN Times/istimewa)

Kak Abi juga mengaku, selama 18 tahun Koppaja ini berjalan, ia mengandalkan bantuan dari beberapa donatur untuk bantuan seperti makanan, buku bacaan, dan buku tulis. 

Dirinya menyebut, meski sempat beberapa kali menyabet penghargaan dari pemerintah atas kepeduliannya terhadap anak, namun sejauh ini tidak pernah instansi pemerintahan memberikan bantuan sepeserpun. Sekali dirinya pernah meminta bantuan instansi perlindungan anak berupa baju tari, tetapi tak diberikan.

"Jadi saya waktu itu sempat marah juga dan bilang bahwa salah satu pendukung Kota Balikpapan menjadi kota layak anak itu adalah Koppaja," ucapnya.

Sama halnya dengan dinas terkait yang seharusnya mengurusi anak jalanan. Mereka hanya memberi kue bukan bantuan yang diperlukan anak-anak. "Makanya ketika mereka menelpon untuk berkunjung, saya bilang apa yang akan diberikan kepada anak-anak. Kalau hanya kue dan foto-foto saja tidak perlu," tegas dia.

4. Bertahan pada pemberikan donatur hingga bisa menjual kerajinan sampai ke Eropa

Koppaja, Rumah Berbagi Mimpi Untuk Anak Jalanan di Balikpapan (IDN Times/Istimewa)

Hingga saat ini, dengan program-program yang ia jalankan, serta menghadirkan beberapa pengajar dari beberapa bidang melalui kerja sama, dan open donasi. Akhirnya anak-anak tersebut bisa menunjukkan kemampuan mereka. Sampai hasil kerajinan produksi anak jalanan ini berhasil menembus pasar luar negeri.

Seperi kerajinan bros dari bahan daur ulang sampah dan kain perca. Modal yang dikeluarkan cuma Rp350 ribu. Dari hasil tangan mereka, kemudian dikirim ke Eropa dan terpilih sebagai souvenir handmade dan berhasil meraup keuntungan sebesar Rp15 juta.

"Maka kami punya banyak kerajinan yang dijual mau dibayar berapapun, itulah hasil jerih payahnya. Itulah yang saya lakukan untuk mengubah image anak yang hanya minta-minta," jelas Kak Abi.

Selain itu, program seni yang dicanangkan Kak Abi juga membuat anak-anak tidak perlu harus turun ke jalan. Karena mereka bisa melakukannya dari rumah, seperti program menjahit.

"Alhamdulillah bisa sampai ke orangtua, bisa juga sampai ke si anak," tuturnya.

5. Banyak alumni Koppaja yang telah bekerja di perusahaan

Koppaja, Rumah Berbagi Mimpi Untuk Anak Jalanan di Balikpapan Ilustrasi Bekerja (IDN Times/Sukma Shakti)

Semula Kak Abi mengelola Koppaja yang ada di Jalan Manunggal No. 100, Kelurahan Sungai Nangka, Balikpapan ini bersama dengan dua orang kawan. Namun ia kini sendiri saja. 

Meskipun begitu, program masih terus berjalan. Menurutnya tak perlu malu dengan label 'anak jalanan'. Buktinya Koppaja berhasil membuat anak-anak alumninya menjadi anak yang memiliki potensi. Beberapa anak bahkan bisa mendapat tempat di perusahaan-perusahaan besar. 

Keterampilan dan pola asuh yang diajarkan di tempat itu akhirnya bisa mencetak insan yang patut dibanggakan.

"Jadi memang sudah saya 'branding', saya ajarkan bagaimana bersikap dan bekerja yang baik, supaya tidak malu-maluin," kata dia.

Baca Juga: Duh! Tingkat Kesembuhan Pasien COVID-19 di Kaltim Kembali Menurun

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya