Pandemik Virus Corona Ancam Rehabilitasi Orangutan Kalimantan

BOSF hadapi tantangan pendanaan dan penyediaan APD

Balikpapan, IDN Times - Pandemik virus corona atau COVID-19 menjadi ancaman di berbagai belahan dunia. Tak hanya manusia, satwa pun terancam karena wabah ini, juga satwa liar yang dikandangkan atau berada di pusat rehabilitasi, termasuk orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus).

Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) atau Yayasan BOS yang saat ini merehabilitasi 430 orangutan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah mengalami sejumlah kendala di masa pandemik virus corona ini, terutama masalah pendanaan.

CEO BOSF, Dr. Jamartin Sihite mengatakan," Tantangan terbesar kita terkait dengan funding, karena basis BOSF mengandalkan dukungan banyak pihak. Kami kalaupun dapat bantuan dari Eropa atau Amerika itu dananya kebanyakan dari orang per orang. Bukan dari pemerintah. Kami membangun jaringan untuk setiap orang bisa urunan. Kita punya program yang datang ke sekolah-sekolah, anak sekolah bisa mengadopsi dan donasi yang berdasarkan dukungan banyak orang," ujarnya saat dihubungi IDN Times pada Rabu (22/4).

Akibat wabah ini, dukungan dana dari banyak pihak terancam terhenti yang berdampak pada kegiatan operasional pusat rehabilitasi orangutan BOSF. Sihite menjelaskan hingga kini belum ada bantuan dari pemerintah untuk merehabilitasi orangutan. 

1. Kesulitan menyediakan alat pelindung diri bagi para pekerja

Pandemik Virus Corona Ancam Rehabilitasi Orangutan KalimantanPelepasliaran Alba, orangutan albino satu-satunya di dunia (Dok. BOSF)

Selain itu, Yayasan BOS juga mengalami kesulitan untuk menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) bagi para sekitar 400 orang pekerja pada pusat rehabilitasi orangutan di Samboja Lestari, Kalimantan Timur dan Nyaru Menteng di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

"Yang rawan, SOP kami di pusat rehab selalu menggunakan sarung tangan, pakai masker, hand sanitizer dan disinfektan, itu sejak dulu. Begitu sekarang karena ada COVID-19 ada kenaikan harga yang sangat signifikan. Ini tantangan kita," katanya.

Sihite juga menjelaskan, pekerja di Yayasan BOS hingga saat ini belum bisa menggunakan baju hazmat karena di pasaran diutamakan untuk kebutuhan tenaga medis.

"Seharusnya itu kita punya (baju hazmat), just in case kalau kejadian, kita sudah siap. Kita mencari APD saja susah. Karena ketika pesan, ditanya untuk apa jika bukan orang rumah sakit maka yang harus diutamakan orang rumah sakit," ujar Sihite.

Harga pakan orangutan yaitu buah-buahan, juga mengalami kenaikan meskipun belum signifikan. Namun, terjadi pengeluaran dana tambahan untuk membeli vitamin bagi para pekerja dan orangutan. 

Di sisi lain, ditutupnya pusat rehabilitasi BOSF juga membuat para volunteer  yang biasa membantu terpaksa dipulangkan. Hal ini berakibat pada meningkatnya biaya pengelolaan pusat rehabilitasi.

2. Orangutan rawan tertular COVID-19

Pandemik Virus Corona Ancam Rehabilitasi Orangutan KalimantanCEO Borneo Orangutan Survival Foundation, Dr. Jamartin Sihite (Dok.BOSF)

BOSF sudah menutup pusat rehabilitasi orangutan dari kunjungan pihak luar sejak Maret 2020. Hal ini sebagai langkah antisipasi terjadinya penyebaran virus corona tidak hanya bagi manusia, tetapi juga orangutan. 

"Jika ia (virus corona) bisa kena ke manusia maka potensial juga kena ke orangutan dengan DNA 97 persen yang sama, kemiripan genetik kita tinggi sekali (dengan orangutan). Jadi begitu sejak awal sebelum siapa pun lockdown kami langsung lockdown duluan. Kami berpikir mencegah lebih baik daripada mengobati," ungkap Sihite. 

3. Perubahan kegiatan di pusat rehabilitasi orangutan di masa wabah virus corona

Pandemik Virus Corona Ancam Rehabilitasi Orangutan KalimantanOrangutan berangkat ke sekolah hutan di Pusat Rehabilitasi BOSF di Nyarumenteng, Kalimantan Tengah (Dok.BOSF)

Pihaknya juga melakukan perubahan dalam kegiatan rehabilitasi orangutan. Jika sebelumnya biasa dilakukan rotasi pekerja, maka saat ini dibagi dalam blok-blok tertentu dan tidak lagi dilakukan rotasi. 

"Setiap orang yang datang kita catat suhunya, per minggu dilihat tren suhunya. Dia harus mandi dan cuci baju, dan menggunakan baju kerja di situ. Jadi yang dia pakai baju baru (bersih) di dalam (pusat rehabilitasi)," katanya. 

Kegiatan sekolah hutan tetap dilakukan untuk membantu orangutan menjadi liar kembali. Orangutan kehilangan naluri dan kemampuannya karena sudah terdomestikasi menjadi satwa peliharaan. Sehingga perlu dididik untuk bisa menjadi orangutan yang sebenarnya, seperti bisa mencari makan, memanjat pohon, dan membuat sarang.

Program sekolah hutan yang ada di pusat rehabilitasi orangutan di masa wabah dilaksanakan dengan waktu yang lebih singkat. 

"Program di hutan, sekolah hutan kita yang tadinya jam 07.00 berangkat sekolah, pulang jam 17.00. Sekarang kita perpendek waktunya jadi hanya 8 jam sehari, sejak berangkat dan kembali ke kandang," kata Sihite. 

Baca Juga: Beruang Madu, si Pemalu yang Terancam Punah

4. Perlu support untuk para pekerja mendapatkan rapid test COVID-19

Pandemik Virus Corona Ancam Rehabilitasi Orangutan KalimantanOrangutan dan anaknya di hutan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (Dok.BOSF)

Ia mengkhawatirkan jika ada pekerja atau keluarganya terkena COVID-19 maka akan mengganggu operasional pusat rehabilitasi, serta berisiko menulari orangutan. Apabila ini terjadi maka terpaksa seluruh karyawan di blok yang diurusnya, termasuk orangutan yang dirawat di blok tersebut akan diisolasi.

Sihite berharap agar pemerintah memberikan support untuk melakukan rapid test COVID-19 untuk para pekerja pusat rehabilitasi Yayasan BOSF terutama yang langsung bersentuhan dengan orangutan.

"Kita tidak bisa pastikan orang atau karyawan yang datang itu 100 persen tidak jadi carrier (virus corona). Harimau di Amerika saja kan tertular dari penjaganya yang sebenarnya sudah terkena COVID-19 tetapi tidak menunjukkan gejala. Itu yang kita khawatirkan. Kalau itu sudah masuk, kita akan repot," katanya.

5. Orangutan itu milik negara

Pandemik Virus Corona Ancam Rehabilitasi Orangutan KalimantanManusia dan orangutan (Dok. BOSF)

Sihite mengingatkan bahwa satwa juga memerlukan atensi. Orangutan bukan milik BOSF melainkan milik negara, sehingga negara juga perlu memperhatikan kelangsungan rehabilitasi bagi orangutan.

"BOSF itu dititipkan oleh negara untuk membantu memelihara, menjaga (orangutan)," katanya. 

Meskipun demikian ia menyadari bahwa sesuai aturan tidak memungkinkan sistem keuangan negara memberikan bantuan kepada LSM. Namun, dalam kondisi pandemik seperti ini ia mengharapkan adanya terobosan khusus untuk membantu perawatan orangutan di Yayasan BOS.

"Biaya makan orangutan biarlah negara yang bayar. Antarkan kalau perlu barang makanan (buah-buahan) ke kita. Untuk gaji, biaya hidup, karyawan biar kami," kata Sihite.

6. Tidak ada pelepasliaran orangutan selama wabah COVID-19

Pandemik Virus Corona Ancam Rehabilitasi Orangutan KalimantanKondisi jalan ke areal pelepasliaran orangutan (Dok.BOSF)

Ia menjelaskan selama wabah COVID-19 ini belum dilakukan kegiatan pelepasliaran orangutan, baik di Kaltim maupun di Kalteng. 

"Tapi kalau COVID-19 makin ganas dan makin banyak orang di Palangkaraya kena COVID mungkin kita akan coba pikirkan, bukan ke hutan tapi ke pulau prapelepasliaran. Kita pindahkan beberapa orangutan yang sehat yang potensial rilis. Jangan sampai karena kita biarkan di kandang dia jadi kena (COVID-19)," ungkap Sihite.

Selain itu, tidak semua orangutan dapat dilepasliarkan karena kondisinya. Baik karena cacat fisik atau karena terkena penyakit manusia, seperti misalnya TBC.

"Dari 430 orangutan di pusat rehab, ada 100-an lebih yang tidak bisa dilepasliarkan ke hutan karena cacat, dan kena penyakitnya manusia," katanya.

7. BOSF sudah melepasliarkan 468 individu orangutan, dan menyelamatkan lebih dari 2.000 individu orangutan

Pandemik Virus Corona Ancam Rehabilitasi Orangutan KalimantanAnak orangutan (Dok.BOSF)

Sihite menjelaskan, BOSF berdiri sejak tahun 1991. BOSF  mengelola Pusat Reintroduksi Orangutan Samboja Lestari di Kalimantan Timur dengan luas 2.000 hektare. Terdapat 122 individu orangutan yang tengah menjalani rehabilitasi di sini.

BOSF juga mengelola hutan Kehje Sewen di Kabupaten Kutai Timur. Pelepasliaran sebanyak 118 individu orangutan telah dilakukan di hutan yang memiliki luas area sekitar 86.000 hektare ini. 

Sementara, Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng Palangkaraya, Kalimantan Tengah, memiliki luas sekitar 150 hektare. Di Nyaru Menteng ada 308 individu orangutan yang sedang direhabilitasi.

BOSF juga telah melakukan pelepasliaran 167 individu orangutan di Taman Nasional Bukit Baka - Bukit Raya, dan 183 individu di hutan lindung Bukit Batikap, Kalimantan Tengah. 

"Kami juga punya pulau 2.000 hektare di tengah sungai yang vegetasinya masih hutan. Namanya Pulau Salat. Orangutan yang sudah lulus sekolah hutan dan perlu magang dia belajar hidup di situ 1 tahun kemudian dilepasliarkan ke hutan," kata Sihite.

Hingga saat ini BOSF sudah melepasliarkan total 468 individu orangutan, dan menyelamatkan lebih dari 2.000 individu orangutan. Orangutan kalimantan sendiri saat ini termasuk dalam kategori critically endangered.

8. Jangan panik dan jangan piknik

Pandemik Virus Corona Ancam Rehabilitasi Orangutan KalimantanCEO Borneo Orangutan Survival Foundation, Dr. Jamartin Sihite (Dok.BOSF)

Ia mengajak agar semua pihak turut memperhatikan nasib satwa yang terpaksa keluar dari hutan, dikandangkan, dan menjalani rehabilitasi karena ulah manusia.

"COVID-19 ini membuat semua orang memperhatikan dirinya dan keluarganya. Gak ada salahnya juga kita memperhatikan satwa-satwa yang ada di kandang-kandang karena kita manusia. Akan bagus juga kalau kita bisa sama-sama bergandeng tangan untuk mikirin mereka," ujar Sihite

Ia juga berpesan untuk menghadapi pandemik COVID-19 ini, "Jangan panik, dan jangan piknik, tinggal di rumah dan biarkan orangutan di hutan," ujarnya. 

Baca Juga: Wabah Virus Corona Ancam Konservasi Bekantan di Kalimantan Selatan

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya