Ibu Kota Negara Baru Berpotensi Sarut Eksistensi Masyarakat Adat Paser

Pemerintah didesak segera teken perlindungan adat Paser

Balikpapan, IDN Times - Nama Suku Paser kian santer terdengar dan dikenal oleh masyarakat usai Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim) ditunjuk sebagai lokasi berdirinya Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Di awal rencana pemindahan, komunitas adat yang merupakan penduduk asli di PPU pun bersuara mempertanyakan mengenai daulat masyarakat dan hutan adatnya.

Kekhawatiran mengenai kondisi Suku Paser di masa depan ini disampaikan oleh Ideng Putri, tokoh sekaligus pelestari adat Paser di Kelurahan Sepan PPU.

Perempuan berusia 51 tahun ini menilai pemindahan pusat negara ini terkesan gopoh. Pemerintah belum memastikan apakah semua masyarakat setuju atau tidak.

“Mestinya pemerintah memerhatikan keinginan masyarakat adat dari segi perlindungan. Kita belajar dari Suku Betawi yang semakin tenggelam di wilayahnya sendiri,” kata dia.

Intinya, persoalan perspektif seperti ini tak bisa hanya sekadar diwakilkan. Ia mengatakan, perlu adanya tatap muka antara pemerintah dan masyarakat untuk memastikan jika adat Paser tak turut tersingkir dari wilayahnya. 

Memastikan semua amanat masyarakat adat terakomodir

Ibu Kota Negara Baru Berpotensi Sarut Eksistensi Masyarakat Adat PaserDiskusi yang dilakukan oleh AMAN bersama masyarakat adat Paser (IDN Times/dok. BPH PW AMAN KALTIM)

Pun hal itu dibenarkan oleh Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kaltim Margaretha Seting Beraan. Saat dihubungi oleh IDN Times, Margaretha menuturkan, bahwa pembicaraan soal IKN ini masih belum menyasar semua masyarakat adat. 

Selama ini yang terlihat hanya pihak yang menyatakan sebagai perwakilannya saja. Namun kata dia, perlu ditelaah kembali apakah benar para perwakilan itu yang diamanatkan oleh masyarakat.

“Mungkin ada orang-orang yang terlibat dan ikut serta dalam isu ini dengan mengatasnamakan masyarakat adat. Tapi apakah benar? Perlu dipastikan,” tutur perempuan Dayak Bahau Busang, asal daerah Mahakam Hulu, Kaltim ini.

Ia memberi masukan agar panitia IKN atau pemerintah kembali menemui langsung masyarakat adat dari dasar. Memastikan amanat dan niatan semua masyarakat betul-betul terakomodasi.

Dari informasi yang dihimpunnya, masyarakat suku Paser ini berpijak pada tiga pendirian mengenai pembangunan IKN di PPU, yakni sangat menerima, menolak, dan mengikuti alur. Dengan alasan menerima adanya kemajuan dan perubahan di Kaltim dan tak ingin selalu dicap “tertinggal”, menolak karena khawatir semakin dekat dengan kehancuran adat dan sumber daya alamnya, mengikuti alur karena sejak awal sudah berpikir suara mereka hanya akan teredam.

Baca Juga: Anggota DPRD Kaltim Tidak Ambil Pusing ketika Dilaporkan KPK

Dampak lainnya yang dikhawatirkan

Ibu Kota Negara Baru Berpotensi Sarut Eksistensi Masyarakat Adat PaserLokasi kegiatan kunjungan Jokowi ke titik nol rencana pembangunan IKN (IDN Times/ Istimewa)

Seperti yang diketahui, akan ada ribuan massa yang bermigrasi ke Provinsi Kaltim. Sebagian besar pastinya akan mengisi di sekitar IKN. Tentu, jaminan perlindungan masyarakat adat diperlukan agar mereka tak terdampak dengan populasi dadakan tersebut.

Margaretha menggambarkan, kondisi di masa mendatang akan ada persaingan besar kedudukan dan peran politik antara pendatang dengan putra-putri daerah.

“Jika nantinya hal ini terjadi mau tak mau masyarakat adat akan bersaing dengan para pendatang yang jelas memiliki pengetahuan dan peluang lebih besar, yang selalu dianggap lebih mumpuni.” tutur dia.

Artinya selain konflik identitas, pada akhirnya konflik ekonomi, sosial, dan budaya juga akan bermunculan. Itulah, Margaretha meminta agar pemerintah mesti meninjau kembali dan melakukan pendekatan kepada masyarakat adat. Memang akan memakan waktu lebih lama, tapi hal itu setara dengan filosofi dari pembentukkan IKN ini sendiri.

Konflik lahan, kawasan, dan keamanan berhasil diredam

Ibu Kota Negara Baru Berpotensi Sarut Eksistensi Masyarakat Adat PaserTim DPUPR, Kelurahan Sotek dan Ka Pospol saat melakukan pengecakan dokumen jalan yang rusak (IDN Times/Ervan)

Sejak ditetapkannya Kabupaten Benuo Taka, nama lain PPU, dengan bagian terbesar untuk wilayah IKN baru beberapa konflik mulai bermunculan. Saling klaim lahan antara masyarakat, pemerintah, dan pihak perusahaan pernah terjadi di sepanjang kelurahan Sotek.

Tetapi persoalan lahan kini sudah dapat diselesaikan. Hal ini dibeberkan oleh Harry Andhika, selaku Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat. Salah satu solusi yang ditawarkan ialah membentuk skema kemitraan lahan sosial yang dapat dikelola oleh masyarakat, sebagai hutan desa untuk kelompok tani di sana.

“Untuk lahan kemitraan itu juga sudah dibarengi dengan payung hukum, jadi masyarakat dapat mengolahnya tanpa dirundung cemas ke depannya,” ujar dia

Untuk keamanan pun sejauh ini aman terkendali. Sempat beberapa kali wacana demo yang mengatasnamakan masyarakat adat tersiar. Tetapi semua itu dapat diredam dengan edukasi dan komunikasi dengan masyarakat adat di sana.

“Sejauh ini aman, masyarakat mendukung dengan pemindahan IKN. Walaupun ada beberapa yang tidak setuju, tapi tidak pernah ada wacana untuk melakukan hal-hal yang mengganggu keamanan,” kata Kepala Pos Polisi (Ka.Pospol) Sotek, Aipda Irwan Sudarmawan.

Jawaban Pemerintah PPU soal ruang bicara masyarakat adat

Ibu Kota Negara Baru Berpotensi Sarut Eksistensi Masyarakat Adat PaserPlt Bupati Hamdan (tiga dari kanan), saat bertandang ke Semoi 2, Sepaku, Penajam Paser Utara pada 2019 lalu menemui masyarakat (dok. Hamdan)

Dari sisi Pemerintah PPU pastinya telah bersiap menyambut pemindahan IKN. Hamdan, Pelaksana Tugas Bupati PPU yang menggantikan Bupati non-aktif Abdul Gafur Mas’ud karena tersangkut kasus suap, mengaku, sampai saat ini belum melihat langkah atau taktik dari pemerintah pusat. 

Khususnya soal pelibatan masyarakat adat secara mendalam. Meskipun begitu, Hamdan menyatakan, pemerintah pusat sebenarnya sudah beberapa kali melakukan pertemuan.

Namun mereka hanya mengundang pihak yang menjadi representasi dari masing-masing kelompok adat yang ada di Kaltim. Terlepas apakah orang yang dikirim itu memang benar sebagai perwakilan masyarakat adat atau tidak.

Tetapi ia memastikan agar pembangunan ini tetap melibatkan masyarakat adat, khususnya Suku Paser.

“Sehingga ini menjadi komitmen bagi pemerintah daerah untuk mengajak perwakilan-perwakilan masyarakat adat ini untuk mengikuti rapat pansus di Jakarta,” terang dia.

Terus mencoba melestarikan adat dan budaya Paser

Ibu Kota Negara Baru Berpotensi Sarut Eksistensi Masyarakat Adat PaserRitual Belian Adat Paser (Dok. Harry Andhika)

Sebagai pendiri sanggar adat di Kelurahan Sepan, Ideng pun terus berupaya memberikan edukasi mengenai adat Paser kepada anak-anak di lingkungan tempat tinggalnya. Mulai dari menari hingga pengenalan lainnya soal suku Paser.

Ketika ditanya apakah dirinya hanya akan diam saja melihat pembangunan yang mulai berjalan, Ideng sendiri belum tahu pasti. Sembari mengamati langkah lanjutan dari pemerintah, ia pun mencoba melakukan tindakan yang kiranya dapat menyelamatkan budaya Paser ke depannya.

Meski sebenarnya tak dapat dipungkiri ada kendala yang dirasakannya. Tantangannya tidak banyak anak muda yang tertarik untuk ikut serta. Bahkan murid Ideng saja bisa dihitung jari.

“Belum ada IKN saja minat pemudanya untuk mengembangkan adat dan budaya Paser berkurang, apalagi kalau sudah ada. Bisa dilihat yang memperkenalkan adat dan budaya Paser sekarang ini didominasi oleh para orang tua, jarang sekali ada anak muda,” tutupnya.

***

Liputan/produksi ini menjadi bagian dari program training dan hibah Story Grant: Mengembangkan Ruang Aman Keberagaman di Media oleh Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) yang terlaksana atas dukungan International Media Support (IMS).

Baca Juga: Polda Kaltim akan Panggil Pemilik Truk yang Memodifikasi Dimensinya 

Topik:

  • Linggauni
  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya