Koalisi Dosen Dukung BEM Unmul yang Unggahannya Dihujat Warganet

Bedakan peran Wapres dengan tokoh agama

Balikpapan, IDN Times - Beberapa waktu lalu, warganet menyoroti unggahan media sosial instagram milik Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Universitas Mulawarman Samarinda Kalimantan Timur (Kaltim) soal unggahan mereka yang memampang wajah Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin disertai narasi bertuliskan "Turut Berduka, Patung Istana Merdeka datang ke Samarinda".

Usai postingan itu naik, banyak netizen yang menyayangkan kutipan tersebut dan mengganggap penggunaan bahasa BEM KM tidak tepat dan tak beradab.

Menanggapi hal ini, koalisi dosen Unmul Samarinda justru menyerukan dukungan atas unggahan tersebut. Melalui press rilis yang disampaikan, koalisi dosen mengklaim jika kalimat metaforik dan bernada sedikit sarkastik tersebut yang malah dipersoalkan.

Padahal dibanding masalah pemilihan diksi, memperbincangkan isi dalam kritikan tersebut jauh lebih penting. Menurut keterangan salah satu dosen Unmul Sri Murlianti, dalam tradisi demokrasi, terutama di lingkungan kampus bahwa kritik sangat melekat dengan kewajiban mahasiswa.

"Kalau mahasiswa sudah tidak boleh mengkritik, terus apa jadinya? Mau ngapain? Mau belajar seperti anak SMA? Soal pemilihan diksi, namanya juga bahasa yang digunakan untuk kritik, ya seperti itu," jelas Sri Murlianti, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (10/11/2021).

1. Maksud membongkar konstruksi makna yang dikritik

Koalisi Dosen Dukung BEM Unmul yang Unggahannya Dihujat WarganetRanahriau.com

Rupanya pro-kontra narasi ini, tak hanya ditanggapi oleh warganet. Rektor Unmul pun juga turut bereaksi, yang justru mengarahkan para mahasiswa untuk menyampaikan permohonan maaf terkait perihal diksi tersebut.

Sri bersama dosen lainnya justru mempertanyakan alasan rektor yang cukup berlebihan, dengan meminta postingan tersebut di take down. Lanjut dia, pemilihan diksi ini tentu sudah dipikirkan secara matang menyesuaikan dengan pihak yang dikritik. 

"Ya kami kan mengatakan balik, sesuai apa yang ditunjukkan. Sebenarnya kan ini apa yang dilakukan selama ini, di luar peran beliau sebagai kiai," kata dia.

Dirinya kembali melanjutkan, bahwa yang perlu diperhatikan adalah soal posisi orang nomor 2 di Indonesia tersebut, ketika masa pemilihan dengan proses publik bahkan melalui pengorbanan yang membuat masyarakat bergerak terbagi menjadi bentuk kubu, hanya untuk memilih presiden dan wakil presiden.

Baca Juga: Komitmen Kaltim dalam Mendukung Infrastruktur Pariwisata Samarinda

2. Ingatkan soal peran kritik dalam membangun demokrasi

Koalisi Dosen Dukung BEM Unmul yang Unggahannya Dihujat Warganet(Ilustrasi) ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Memutar kembali momentum yang ada, Sri berucap, jika selama ini bentuk kritik dengan penggunaan diksi selalu dilakukan, dan hampir diutarakan kepada semua pihak pemangku kepentingan. Itu semua tentu dilakukan dengan harapan, apa yang disampaikan dapat diserap dan segera ditindaklanjuti. Kritik sendiri digunakan untuk menggugah dan menyentak, sebagai bentuk pertanyaan dalam suatu kinerja.

Jika penggunaan diksi "Patung Istana Merdeka" dipersoalkan, kata dia, hal ini tidak saja membuat kritik menjadi lemah. Padahal maksud kata tersebut, agar bisa dijawab dengan sikap nyata dari yang dikritik.

"Kata itu cuma metafora makna, kalau orang marah karena pak wapres dimaknakan sebagai batu dan makhluk tak bernyawa, ini kan konyol," terangnya.

Menurutnya hal tersebut hanyalah hal lumrah. Apalagi penyataan tersebut sebagai salah satu bentuk kebebasan berpendapat. "Padahal semua orang bebas berpendapat dan sebagai hal intelektual, artinya kita sudah melalui proses berpengetahuan," tambahnya.

Mencontoh pernyataan yang jauh dari kata metafora, yakni julukan berani yang kini tersematkan pada Gubernur Kaltim Isran Noor sebagai "Orang Paling Masa Bodoh" yang kemarin cukup ramai. Bukan apa-apa, julukan itu diberikan saking santainya orang nomor satu di Benua Etam tersebut menanggapi permasalahan genting di Kaltim.

3. Mahasiswa yang mengkritik tak asal berbicara

Koalisi Dosen Dukung BEM Unmul yang Unggahannya Dihujat WarganetCryptowi

Sri kembali menegaskan, masyarakat perlu menilai suatu kalimat tak hanya dalam ucapan semata. Tetapi juga bisa mengurai makna di dalamnya. Dalam hal ini, mahasiswa tentu tak asal dalam memilih diksi semata tanpa survei  panjang.

Data yang menunjukkan menjadi alasan utama pemilihan kalimat yang langsung menggambarkan orang yang dituju. Wapres tentunya memiliki tugas publik dan tentunya publik memiliki hak untuk mengkritiknya. Apalagi hal ini masuk pada ranah politik.

Untuk saat ini, pihaknya mencoba memberikan dukungan internal kepada para mahasiswa jika apa yang mereka lakukan masih tergolong aman. Tak perlu memikirkan kritikan balik warganet yang tak sampai jumlahnya seperti masyarakat Indonesia. 

"Ya saya katakan hanya segitu, karena penduduk Indonesia juga banyak. Kemudian disikapi berlebihan," ucapnya.

Ia mengatakan, bahwa apa yang dilakukan mahasiswa kemarin menjadi salah satu contoh utama jika itulah peran sentral dari mahasiswa dan bukan malah diberangus dan dipaksa untuk minta maaf. 

Baca Juga: Kedatangan Pangdam Mulawarman Baru Mayjen TNI Teguh Pudjo Rumekso

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya