Ahli Perdata: Pemilik Sah yang Namanya Tercantum di Sertifikat Tanah

Persidangan kasus penggelapan aset PT Duta Manuntung 

Balikpapan, IDN Times - Pengadilan Negeri Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar sidang ke-13 kasus penggelapan aset dengan terdakwa Zainal Muttaqin (Zam), mantan Direktur Utama PT Duta Manuntung (Kaltim Pos), Kamis (2/11/2023). 

Agenda kali ini mendengarkan kesaksian ahli perdata Universitas Nasional Prof Dr Basuki Rekso Wibowo SH MS tentang perseteruan di antara Zam dengan PT Duta Manuntung. Terutama soal saling klaim kepemilikan lima aset tanah yang seluruhnya atas nama Zam, tetapi diakui milik PT Duta Manuntung. Kasusnya bergulir panjang dari semula persidangan hukum perdata hingga kini menjadi pidana kasus penggelapan aset.

"Pemilik (tanah) adalah nama yang tercantum dalam sertifikat tanah tersebut," kata saksi ahli saat menjawab pertanyaan Penasihat Hukum Mansuri di persidangan. 

1. Sertifikat adalah bukti autentik kepemilikan tanah

Ahli Perdata: Pemilik Sah yang Namanya Tercantum di Sertifikat TanahIlustrasi sertifikat tanah (IDN Times/Istimewa)

Basuki mengatakan, sertifikat adalah bukti autentik kepemilikan tanah diterbitkan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai representasi dari negara. Sekali ini, ia menegaskan, pemilik sah dari tanah adalah pihak yang namanya tertuang dalam sertifikat tanah. 

Ketentuan ini sudah diatur dalam Undang-Undang tentang Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tentang Pendaftaran Tanah.  

"Sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat (atas kepemilikan tanah)," papar Basuki. 

Karena itu pula, kata Basuki, pihak yang namanya tercantum dalam sertifikat memiliki kewenangan penuh dalam pemanfaatan. Semisal dilakukannya proses jual beli, hibah, hingga pengajuan kredit perbankan. 

"Pihak lain yang menguasai sertifikat tanah tersebut (tapi namanya tidak sesuai dengan sertifikat) tidak akan bisa melakukan jual beli, hibah, dan lainnya. Karena saat berhadapan dengan pihak PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) akan langsung ditolak. Karena namanya tidak sesuai dengan yang termuat dalam sertifikat tanah," tegasnya. 

"Apalagi dengan perbankan sebagai pihak yang sangat hati-hati dalam penyaluran kredit."

Baca Juga: Karantina dan Bea Cukai Balikpapan Rumuskan Prosedur Ekspor Pertanian

2. Penyelesaian kasus sengketa tanah

Ahli Perdata: Pemilik Sah yang Namanya Tercantum di Sertifikat TanahIlustrasi persidangan di pengadilan. (IDN Times/Sri.Wibisono)

Sehingga apabila terjadi persengketaan dalam kepemilikan, menurut Basuki, jalur penyelesaian yang ditempuh adalah proses persidangan perdata. Agar majelis hakim perdata bisa menentukan siapa sebenarnya pemilik sah dari objek tanah menjadi persengketaan. 

Tentunya masing-masing pihak harus bisa menunjukkan alat bukti kepemilikan tanah secara sah. "Sehingga status kepemilikan objek harus dipastikan lewat hukum perdata. Pernyataan sepihak hanya akan mengikat pada diri sendiri dan tidak bisa mengikat pada orang lain. Klaim sepihak ini akan berbahaya sehingga bisa mencaplok aset milik orang lain," tegasnya.  

Demikian pun saat ditemukan adanya cacat prosedur dalam pembuatan sertifikat tanah sepenuhnya menjadi domain Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). 

Pernyataan Basuki ini seperti menjawab persengketaan kepemilikan tanah antara PT Duta Manuntung versus Zam. Sudah ramai di pemberitaan di mana perusahaan ini membawa persoalannya dalam gugatan hukum perdata. Kasusnya sudah naik hingga Mahkamah Agung. 

Namun ternyata bukan hanya sampai di situ, PT Duta Manuntung juga melaporkan Zam atas tuduhan pidana penggelapan aset ke kepolisian. Kasusnya yang kini disidangkan di Pengadilan Negeri Balikpapan.   

3. Proses pembuktian kepemilikan aset tanah

Ahli Perdata: Pemilik Sah yang Namanya Tercantum di Sertifikat TanahAhli hukum pidana Universitas Indonesia Eva Achjani Zulfa menilai Jaksa Penuntut Umum mengambil risiko tinggi sidangkan kasus Zainal Muttaqin, Selasa (31/10/2023). (IDN Times/Sri.Wibisono)

Mantan Litbang Mahkamah Agung ini juga menyatakan, keputusan di dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) juga tidak bisa menjadi dasar peralihan kepemilikan aset orang lain. 

"Saya tidak menemukan dasar hukumnya (RUPS) menjadi dasar peralihan aset orang lain. Ini berbahaya bila RUPS bisa menjadi alat untuk mencaplok aset orang lain. RUPS tidak bisa menjadi dasar hukum peralihan aset orang lain," ungkap Basuki. 

Demikian pula soal deklarasi tax amnesti, menurut Basuki, juga tidak bisa menimbulkan dampak hukum atas kepemilikan aset tanah. Menurutnya, deklarasi dalam tax amnesti hanya berkenaan dengan permohonan pengampunan pajak kepada negara. 

Sekali ini, Basuki menegaskan, keberadaan alat-alat bukti tersebut tidak akan mampu bila dibandingkan dengan kepemilikan sertifikat tanah. Ia memastikan, sertifikat adalah bukti autentik kepemilikan tanah yang keberadaannya diakui negara. 

Sebagai alat pembuktian yang kuat atas kepemilikan tanah. "Kata kuncinya, siapa nama tercantum dalam sertifikat tersebut adalah pemilik tanah," tegasnya. 

4. Praktik jual beli nominee

Ahli Perdata: Pemilik Sah yang Namanya Tercantum di Sertifikat TanahIlustrasi sertifikat tanah (Dok. Humas Pemprov Sulsel)

Dalam kesempatannya memeriksa saksi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya pendapat saksi tentang praktik jual beli nominee. Seperti diketahui, PT Duta Manuntung selalu mengklaim pembelian lima aset tanah menjadi persengketaan menggunakan uang perusahaan. Hanya saja realisasi pembeliannya dengan meminjam nama direktur utama yang saat itu dijabat Zam.

"Bagaimana pendapat saksi soal pembelian secara nominee?" tanya Jaksa Sangadji. 

Basuki mengatakan, praktik jual beli secara nominee marak terjadi di Bali dan Nusa Tenggara Barat di mana warga negara asing (WNA) menggunakan warga lokal dalam kepemilikan aset tanah. Karena memang dalam sistem perundangan di Indonesia tidak mengakomodasi kepemilikan aset tanah atas nama WNA. 

"WNA yang ingin memiliki aset tanah di Indonesia dengan memanfaatkan warga lokal. Bisa dengan cara perkawinan atau lainnya," paparnya. 

Meskipun demikian, Basuki berpendapat, sistem jual beli nominee merupakan produk penyelundupan hukum yang tidak memiliki kekuatan hukum. Mahkamah Agung bahkan tidak mengakui adanya perjanjian pinjam nama atau istilahnya nominee dalam kepemilikan tanah. 

Sikap Mahkamah Agung soal ini telah dipertegas dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pembeli Beriktikad Baik. Penjelasan lebih lanjutnya dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2016. 

"Soal pembelian nominee, Mahkamah Agung berpendapat siapa yang terdapat nama di sertifikat itu adalah pemilik tanah," papar Basuki. 

Baca Juga: PTSL Bikin Mafia Tanah Hilang Job, Balikpapan Siap Jadi 'Kota Lengkap'

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya