Ancaman Sampah plastik yang Mengancam Kelestarian Lingkungan

Ancaman sampah plastik di negara ini

Balikpapan, IDN Times - Sampah plastik membanjiri segala penjuru planet ini, dari yang berbentuk galon, botol, hingga gelas air minum dalam kemasan. Pertama kali kemunculannya pada era tahun 1985 hingga kini tercatat ada ribuan merek air minum kemasan gelas yang beredar di seluruh Indonesia.

Satu hal yang pasti, sampahnya bertebaran ke mana-mana dari bentuk penutup, sedotan, pembungkus sedotan tercecer di semua tempat. Trotoar, terminal, sekolah, rumah sakit, sungai, lautan, gunung, hingga pembuangan akhir sampah. 

Butuh jutaan tahun dalam mengurai sampah dengan bahan dasar dari plastik

1. Ancaman sampah plastik di beberapa daerah

Ancaman Sampah plastik yang Mengancam Kelestarian Lingkunganidntimes.com

Di banyak daerah, sampah gelas plastik tak ubahnya hantu yang menakutkan. Lembaga penggiat lingkungan Sungai Watch di Bali  mengampanyekan, gelas plastik sebagai salah satu polusi plastik paling buruk. 

"Gelas sekali pakai terbuat dari plastik Polypropylene atau "PP" dalam istilah daur ulang, penutupnya dari jenis plastik yang lain dan kerap disertai dengan sedotan plastik," kata mereka dalam sebuah laporan audit polusi plastik di perairan sungai di Bali.

Mereka pun mencatat empat produk sampah gelas plastik paling mengotori sungai di Bali. Satu di antaranya berasal dari produksi perusahaan multinasional besar dan berpengaruh. Penguasa produk air minum kemasan di tanah air. 

Sedangkan tiga produk lainnya adalah merek minuman ringan populer yang meniru kepraktisan dan harga murah air minum gelas.

Dalam pelbagai kesempatan, penggiat lingkungan mendesak market leader industri air minum kemasan menghentikan produksi kemasan gelas plastik. Suara mereka pun dicetuskan lewat situs petisi online Change.org. 

Pemicunya adalah kematian tragis seekor paus sperma (physeter macrosepalus) di perairan Wakatobi Sulawesi Tengah pada 2018 silam. Ironinya, di dalam perut mamalia laut sepanjang 10 meter itu berisi 115 sampah gelas plastik air minum kemasan seberat enam kilogram.

Baca Juga: Ratusan Sekolah di Balikpapan Gelar Belajar Langsung secara Penuh

2. Komitmen produsen AMDK yang dipertanyakan

Ancaman Sampah plastik yang Mengancam Kelestarian LingkunganIIustrasi sampah (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

Sampah gelas plastik terbilang sepele tapi dampaknya bagi lingkungan luar biasa. Ukurannya yang kecil membuat konsumen menganggapnya sebagai hal sepele. 

Padahal sampah gelas plastik, selain berkontribusi dalam volume juga memperburuk budaya manajemen sampah yang baik pada level individu.

Hal tersebut disampaikan wartawati lingkungan di Bali, Theodora Sutcliffe bahwa persoalan lainnya adalah aturan yang kadang tidak diterapkan penuh. Dia mencontohkan pemerintah daerah Bali yang, pada 2018, mengeluarkan larangan penggunaan plastik styrofoam, sedotan plastik dan kantong keresek sekali pakai. 

Tetapi di sisi lain, menutup mata terhadap peredaran air minum gelas yang semuanya disertai sedotan plastik.

"Di Bali, tidak ada kantor atau acara sosial yang selesai sebelum nampan berisi air minum kemasan gelas plastik sekali pakai beredar terlebih dahulu," katanya.

Produsen air minum dalam kemasan sudah mengakui permasalahan dan kelemahan produk gelas plastik ini. Tetapi tak kunjung mengatasinya, 

Mayoritas produsen AMDK ini tak kunjung menawarkan solusi yang nyata. Hanya produsen Le Minerale yang secara tegas menyampaikan komitmen dengan tak menjual produk air kemasan gelas.

3. Kampanye mengurangi pemakaian plastik menjadi isu global

Ancaman Sampah plastik yang Mengancam Kelestarian LingkunganIlustrasi sampah plastik. ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

Kampanye pengurangan penggunaan sampah plastik sudah menjadi isu global. Seperti dilakukan McDonald Indonesia menginisiasi sampah plastik dengan tak lagi menyediakan sedotan plastik di seluruh gerainya sejak 2018 silam. 

Demikian pun sudah dilakukan KFC Indonesia sejak tahun 2017. 

Sebenarnya, bila berkaca pada riset anyar lingkungan lembaga berbasis Jakarta, Sustainable Waste Indonesia, persentase daur ulang sampah gelas plastik, termasuk sedotannya, relatif tinggi.

Riset SWI di seputaran Jakarta pada Agustus 2021 misalnya, menunjukkan daur ulang kemasan gelas AMDK mencapai 81 persen, mengalahkan daur ulang kemasan botol AMDK berbahan Polyethylene Terephthalate (PET) yang mencapai 74 persen.

Daur ulang gelas AMDK, masih menurut SWI, hanya kalah oleh daur ulang galon PET yang mencapai 93 persen.

Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia Christine Halim mengonfirmasi temuan itu.  Menurutnya, nilai keekonomian daur ulang sampah cup terbilang baik.

"Sampah plastik PP yang sudah digiling sekarang ini harganya sekitar Rp14 ribu per kilogram, kalau gilingan botol PET hanya kisaran Rp10-11 ribu," katanya.

Christine mengatakan, permasalahan sampah gelas cup ada pada selubung plastik penutupnya, yang sulit dikelupas dari bibir gelas berbahan plastik PP. Adapun soal ukuran gelas yang relatif kecil, juga sedotannya yang terbuat dari plastik PP dan plastik pembungkus sedotan, semuanya bisa didaur ulang.

"Pemulung sudah tahu ada nilai ekonominya," katanya.

Perkara tercecernya banyak sampah plastik cup ke lingkungan bebas lebih karena buruknya manajemen sampah di Indonesia. 

"Semuanya lebih kembali ke soal manajemen pengumpulan sampah di level nasional,” ujarnya. 

Baca Juga: Mayoritas Infrastruktur Jalan di Kaltim dalam Kondisi Mantap

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya