BPOM Menemukan Kontaminasi Peluruhan BPA pada Galon Mengkhawatirkan 

Berdasarkan kajian kesehatan yang bisa dipercaya

Balikpapan, IDN Times - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan kecenderungan yang mengkhawatirkan peluruhan bahan Bisfenol-A (BPA) dalam produk air minum dalam kemasan (AMDK). Dalam setahun terakhir, uji post market air minum galon isi ulang menunjukkan potensi bahaya migrasi BPA pada sarana distribusi dan fasilitas produk AMDK telah mencapai ambang batas berbahaya. 

"Pada uji post-market 2021-2022, dengan sampel yang diperoleh dari seluruh Indonesia, menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan," kata Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang, dalam keterangan tertulis dilansir Kantor Berita Antara, Minggu (30/1/2022). 

1. Asal usul bahan Bisfenol-A

BPOM Menemukan Kontaminasi Peluruhan BPA pada Galon Mengkhawatirkan akuratnews

Bisfenol-A, kerap disingkat BPA, adalah bahan campuran utama polikarbonat, jenis plastik pada kebanyakan galon isi ulang yang beredar di pasar. Sebagai bahan kimia, BPA berfungsi menjadikan plastik polikarbonat mudah dibentuk, kuat dan tahan panas.

Plastik polikarbonat mudah dikenali dengan kode daur ulang 7 pada dasar galon.

Menurut Rita, hasil uji migrasi BPA dari kemasan pangan ke dalam pangan menunjukkan sebanyak 33 persen sampel pada sarana distribusi dan peredaran serta 24 persen sampel pada sarana produksi berada pada rentang batas migrasi BPA 0,05 mg/kg yang ditetapkan Otoritas Keamanan Makanan Eropa (EFSA) dan 0,6 mg/kg berdasarkan ketentuan di Indonesia.

"Potensi bahaya di sarana distribusi dan peredaran 1,4 kali lebih besar dari sarana produksi," kata Rita. 

Baca Juga: Soal Label BPA, YLKI: Kementerian Perindustrian Jadi Corong Industri

2. Potensi ancaman bahan kandungan BPA

BPOM Menemukan Kontaminasi Peluruhan BPA pada Galon Mengkhawatirkan Tajuknews

Selain itu, terdapat potensi bahaya di sarana distribusi hingga 1,95 kali berdasarkan pengujian terhadap kandungan BPA pada produk AMDK berbahan polikarbonat dari sarana produksi dan distribusi seluruh Indonesia. 

BPOM juga melakukan kajian paparan BPA pada konsumen produk galon isi ulang dengan hasil menunjukkan bahwa kelompok rentan pada bayi usia 6-11 bulan berisiko 2,4 kali dan anak usia 1-3 tahun berisiko 2,12 kali dibandingkan kelompok dewasa usia 30-64 tahun.

"Kesehatan bayi dan anak merupakan modal paling dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing yang merupakan salah satu tujuan RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024," ujarnya.

3. Kajian ekonomi dilakukan

BPOM Menemukan Kontaminasi Peluruhan BPA pada Galon Mengkhawatirkan Klikdokter

Rita mengatakan BPOM juga melakukan kajian kerugian ekonomi dari permasalahan kesehatan yang timbul akibat paparan BPA pada air kemasan yang dilakukan bersama kalangan ahli di perguruan tinggi.

Penelitian dengan metode studi epidemiologi deskriptif dilakukan oleh sejumlah pakar ekonomi kesehatan yang menggunakan estimasi berdasarkan prevalence-based untuk mengkaji beban ekonomi.

"Dipilih satu penyakit dengan dukungan banyak publikasi yang ilmiah. BPA merupakan endocrine disruptor (zat kimia yang dapat mengganggu fungsi hormon normal pada manusia) berdasarkan penelitian berkolerasi pada sistem reproduksi pria atau wanita seperti infertilitas (gangguan kesuburan)," katanya.

Berdasarkan hasil studi Cohort di Korea Selatan (Journal of Korean Medical Science) pada 2021, kata Rita, ada korelasi peningkatan infertilitas pada kelompok tinggi paparan BPA dengan odds ratio atau rasio paparan penyakit mencapai 4,25 kali.

"Diperkirakan beban biaya infertilitas pada konsumen AMDK galon yang terpapar BPA berkisar antara Rp16 triliun sampai dengan Rp30,6 triliun dalam periode satu siklus in- vitro fertilization (IVF)," katanya.

4. Pengetatan standar batas migrasi BPA

BPOM Menemukan Kontaminasi Peluruhan BPA pada Galon Mengkhawatirkan IDN Times/Helmi Shemi

Dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat untuk jangka panjang, kata Rita, beberapa negara telah memperketat standar batas migrasi BPA.

"BPOM belajar dari tren yang berlangsung, dinamika regulasi negara lain, dan mempertimbangkan kesiapan industri pangan serta dampak ekonomi," katanya.

Sebelum menuju pada standar yang lebih ketat, kata Rita, pada tahap awal BPOM melakukan revisi pelabelan risiko BPA pada kemasan AMDK.

Dalam draft revisi Peraturan BPOM tentang Label Pangan Olahan, saat ini tengah memasuki fase harmonisasi peraturan di level birokrasi pemerintahan, tertera sejumlah pasal yang mengharuskan produsen AMDK yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat mencantumkan keterangan "Berpotensi Mengandung BPA" -- kecuali mampu membuktikan sebaliknya via uji laboratorium terakreditasi.

Sementara untuk produsen AMDK yang menggunakan plastik selain polikarbonat, rancangan peraturan membolehkan mereka mencantumkan label "Bebas BPA".

Menurut Rita, BPOM mendapatkan dukungan dan masukan dari elemen masyarakat dan akademisi terkait standar aman air minum dalam kemasan. BPOM terus melakukan evaluasi standar dan peraturan bersama dengan pakar di bidang keamanan air, pelaku usaha, kementerian dan lembaga terkait, akademisi dan masyarakat dalam mempersiapkan standar kemasan dan label AMDK di pasaran.

5. Tanggapan Aspadin soal temuan BPOM

BPOM Menemukan Kontaminasi Peluruhan BPA pada Galon Mengkhawatirkan Klikdokter

Asosiasi Pengusaha Air Kemasan Indonesia (Aspadin) langsung memberikan tanggapan soal pers rilis BPOM ini. 

1.      ASPEK TEKNIS

1.1.         TIDAK ADA MASALAH KESEHATAN ATAUPUN MASALAH KEAMANAN PANGAN PADA AMDK GGU PC

a)        PERBPOM No. 20/2019 tentang Kemasan Pangan menetapkan batas migrasi maksimum BPA pada semua kemasan plastik (bukan hanya AMDK GGU PC) adalah 0,6 bpj, sedangkan menurut klarifikasi BPOM pada laman resminya tanggal 24 Januari 2021 https://www.pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/126/PENJELASAN -BADAN-POM-RI-Tentang-Kandungan-Bisfenol-A--BPA--pada-Kemasan-Galon -AMDK--Yang-Digunakan-Secara-Berulang.html) : “Berdasarkan hasil pengawasan Badan POM terhadap kemasan galon AMDK yang terbuat dari Polikarbonat (PC) selama 5 (lima) tahun terakhir, menunjukkan bahwa migrasi BPA di bawah 0.01 bpj (10 mikrogram/kg)  atau masih dalam batas aman” – yaitu 1,6% dari ambang batas aman. Pada 29 Juni 2021, BPOM juga menyampaikan hasil pengawasan mereka pada tahun 2021 bahwa migrasi BPA dari kemasan galon sebesar rata-rata 0,033 bpj yang juga masih sangat jauh di bawah batas aman.( https://www.pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/138/PENJELASAN-BADAN-POM-RI-Tentang-Kandungan-Bisfenol-A--BPA--dalam-Air-Minum-dalam-Kemasan--AMDK-.html)

b)        AMDK GGU PC sudah memenuhi SNI Wajib yang memiliki puluhan standar keamanan dan kualitas sebelum diedarkan di pasar.

c)        AMDK GGU PC diluncurkan di Indonesia pada tahun 1983 sampai dengan hari ini (38 tahun) belum pernah ada 1 (satu) pun hasil penelitian, insiden keamanan pangan atau laporan gangguan kesehatan akibat konsumsi AMDK GGU PC di Indonesia dan di dunia.

d)        Ambang batas migrasi BPA di Indonesia (0,6 bpj) masih sangat sesuai dengan mayoritas ambang batas negara-negara maju di dunia lainnya. Contohnya: Jepang (2,5 bpj), Korea Selatan (0,6 bpj), RRC (0,6 bpj), USA (tidak ada batasan spesifik).

1.2. KEWAJIBAN PELABELAN “BERPOTENSI MENGANDUNG BPA” KHUSUS PADA AMDK GGU PC SANGAT DISKRIMINATIF

a)        PERBPOM 31/2018 mengatur pelabelan untuk semua jenis pangan olahan. Salah satu aspek yang diwajibkan dalam label adalah kandungan di dalam produk pangan olahan yang sengaja ditambahkan berupa: bahan baku, BTP dan bahan penolong. Peraturan ini tidak mengatur kewajiban pelabelan terhadap bahan yang tidak sengaja terkandung dalam produk yaitu berupa cemaran. Jadi akan tidak berdasar apabila BPOM memaksakan mengatur kewajiban pelabelan cemaran khusus pada AMDK GGU PC.

b)        BPA juga dikandung/dipakai oleh kemasan plastik selain AMDK GGU PC, contohnya: epoxy resin (plastik pelapis) pada bagian dalam kemasan kaleng dan juga GGU PC pada depo air minum isi ulang (DAM).

c)        BPA termasuk satu dari beragam jenis senyama kimia di dalam kemasan pangan yang berpotensi bermigrasi ke pangan dan menjadi cemaran pada pangan. Batasan migrasi berbagai jenis senyawa kimia dalam semua kemasan pangan telah diatur secara komprehensif dalam PERBPOM No. 20/2019.

a)        Sesuai Peraturan Badan POM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan telah diatur bagi semua jenis kemasan Pangan Olahan persyaratan migrasi zat kontak pangan yang diizinkan digunakan sebagai kemasan pangan. Jadi, apabila ada pelabelan terkait senyawa kimia tertentu pada kemasan pangan harus berlaku juga pada semua jenis kemasan sesuai perundang-undangan.

b)        Selain mengatur batas migrasi senyawa kimia pada kemasan pangan, BPOM bahkan mengatur juga cemaran kimia, biologi dan logam berat yang DIKANDUNG DI DALAM PRODUK PANGAN OLAHAN yaitu:

(i)        PERBPOM No. 5/2018 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan Olahan

(ii)      PERBPOM No. 8/2018 tentang Batas Maksimum Cemaran Kimia dalam Pangan Olahan

(iii)    PERBPOM No. 13/2019 tentang Batas Maksimal Cemaran Mikroba dalam Pangan Olahan

Hal ini berarti: pelabelan kepada satu jenis produk tertentu karena alasan cemaran harus juga berlaku kepada SEMUA produk yang memiliki potensi cemaran sesuai perundang-undangan.

c)        Tidak ada 1 (satu) negara pun di dunia yang mengeluarkan peraturan pelabelan khusus kepada produk AMDK yang dikemas dalam GGU PC atau pun format kemasan lainnya yang mengandung BPA.

d)        Pelabelan kemasan khusus pada AMDK GGU PC akan memicu praktek persaingan usaha tidak sehat melalui klaim-klaim produk yang satu lebih aman daripada produk yang lain.

e)        Tekanan berupa kampanye hitam terhadap AMDK GGU PC akan mendapat angin segar sehingga akan semakin luas dan agresif.

 

1.      ASPEK EKONOMI:

a)      Menurut data dari Kementerian Perindustrian RI dan BPOM serta yang dihimpun ASPADIN, saat ini ada sekitar 900 pelaku industri AMDK dengan lebih dari 2.000 merek di Indonesia. Ada paling tidak sekitar 40,000 tenaga kerja langsung pada industri ini. Bila diasumsikan economic multiplier adalah sekitar 4 kali saja, maka ada sekitar 160,000 orang yang bergantung hidupnya secara langsung pada industri ini.

b)      Saat ini dari informasi yang ASPADIN dapatkan, hampir seluruh produsen AMDK Galon menggunakan GGU PC. Bila diasumsikan 50% saja pelaku industri AMDK memproduksi AMDK kemasan galon, maka ada sekitar 450 perusahaan dengan 1.000 merek yang bergantung hidupnya dari AMDK GGU PC.

c)      Krisis akibat pandemi Covid-19 ini memukul industri AMDK. Penjualan kemasan botol kecil dan cup turun drastis menjadi -40% lebih. Penjualan AMDK GGU PC menjadi penyelamat industri AMDK. Saat ini industri AMDK sedang berupaya bangkit dari krisis.

d)      Dengan data produksi AMDK 2020 sebesar 29 milyar liter yang mana 69% nya adalah GGU PC, maka jumlah AMDK GGU PC sekitar 1 milyar buah per tahun.

e)      Bila diasumsikan perputaran AMDK GGU PC adalah 2 bulan, maka ada sekitar 170 juta buah GGU PC AMDK beredar di pasar.

f)       Mewajibkan pelabelan pada AMDK GGU PC akan memakan waktu, upaya dan biaya yang sangat besar yang harus ditanggung oleh industri dan akan berimbas kepada harga yang harus dibayar oleh konsumen.

g)      Pelabelan bagi GGU PC adalah “vonis mati” bagi produk ini di mata konsumen. Hal ini disebabkan oleh produk AMDK sangat sensitif terhadap citra produk dan harga jual pada konsumen. Artinya GGU PC dipaksa harus hilang atau berhenti digunakan oleh pelabelan ini. Kerugian yang ditanggung bagi 170 juta buah GGU PC adalah sekitar Rp 6 triliun dengan asumsi harga 1 buah GGU PC sekitar Rp 35 ribu ditambah biaya pengganti galon non GGU PC sekitar Rp 10 triliun per tahun dengan asumsi galon non GGU PC harganya Rp 10.000 per buah.

h)      Biaya ekonomi di atas harus ditanggung juga oleh pelaku industri depo air minum isi ulang dengan jumlah yang jauh lebih besar. Menurut data Kementerian Kesahatan saat ini ada sekitar 60.000 DAMIU di seluruh Indonesia. Semua DAMIU ini menggunakan GGU PC.

i)      Akan sangat banyak pelaku industri AMDK dan industri yang terkait lainnya mengalami tekanan, penurunan penjualan, penurunan produksi dan penghasilan.  Akan turun juga pendapatan negara dari pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai.

j)      Perusahaan tersebut akan mengurangi tenaga kerja, dan pada akhirnya pertumbuhan ekonomi nasional juga akan turun.

k)      Indonesia akan dipandang buruk iklim investasinya baik dari sudut pandang investor dalam negeri dan juga investor asing.

 

1.      ASPEK LINGKUNGAN HIDUP:

a)      Indonesia saat ini mengalami darurat sampah, secara khusus darurat sampah plastik yang tidak terkelola dengan baik.

b)      Presiden RI sudah menginstruksikan pengurangan sampah di laut sebesar 30% dan pengelolaan sebesar 70% pada tahun 2025 melalui PERPRES 83/2018 tentang Penanganan Sampah di Laut.

c)      Masalah sampah plastik di Indonesia yang terbesar adalah plastik dengan nilai ekonomi yang rendah seperti sachet, flexible, multilayer yang tidak bisa di-collect oleh sektor informal. Plastik botol yang terbaik collection ratenya masih sekitar 62% di Indonesia.

d)      Bila semua GGU PC berubah menjadi Galon Sekali Pakai (GSP) karena tindakan BPOM memaksakan pelabelan BPA, maka ada tambahan paling tidak 770.000 ton sampah plastik GSP setiap tahun.

e)      GSP akan menjadi target utama collection oleh sektor informal dan mereka akan meninggalkan collection kemasan kecil dan kemasan yang tidak bernilai ekonomi lainnya. Ini artinya target mengelola sampah plastik terbesar yang sangat sulit di-collect (sachet, multilayer, flexible) akan semakin tidak mungkin dicapai. Berarti akan menggagalkan target Pemerintah yang sudah dicanangkan Presiden.

f)       Konsumsi minyak bumi sebagai sumber daya alam bahan baku plastik akan bertambah sebesar 700 ribuan ton per tahun. Ini berarti akan menambah penggunaan sumber daya alam serta beban devisa negara karena sebagian masih harus diimpor.

 

2.      ASPEK PSIKOLOGI MASYARAKAT

a)      Potensi timbul keresahan masyarakat dan Class Action konsumen Galon Guna Ulang PC karena merasa puluhan tahun dibiarkan saja oleh BPOM mengkonsumsi kemasan GGU PC yang dilabeli “berpotensi berbahaya bagi Kesehatan”.

b)      Potensi timbulnya kecurigaan dan kepercayaan masyarakat terhadap BPOM sebagai penjaga dan pengawas keamanan pangan serta kepada Pemerintah secara luas.

c)      Potensi adanya pihak-pihak tertentu yang mulai mengangkat peraturan-peraturan keamanan pangan lainnya seperti peraturan migrasi semua kemasan pangan lain, peraturan cemaran logam berat, kimia dan mikroba pada produk pangan dan sebagainya.

d)      Potensi mengubah perilaku dan kebiasaan masyarakat terhadap penggunaan kemasan yang sebelumnya guna ulang (reusable), akan berganti ke kemasan single use packaging, sehingga terjadi penambahan beban lingkungan dalam pengelolaan sampahnya maupun aspek ramah lingkungan secara umum.

1.      ASPEK SOSIAL MASYARAKAT

a)      Peraturan yang diskriminatif ini akan menjadi preseden buruk dan mengusik rasa keadilan pada masyarakat, khususnya yang bergantung pada industri AMDK GGU PC dan pengguna GGU PC lainnya.

b)      Meningkatnya angka pengangguran akibatnya meruginya dan tutupnya pelaku industri akan memicu masalah-masalah sosial lainnya.

1.      ASPEK HUKUM

a)      Berdasarkan Pasal 6 UU no. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,, pengaturan label hanya pada AMDK GGU PC ini melanggar asas-asas materi peraturan perundangan seperti asas keadilan, kesamaan kedudukan, keserasian, keselarasan dan sebagainya.

b)      Mengingat luasnya dampak rancangan peraturan pelabelan ini, sesuai dengan amanat Instruksi Presiden no. 7 tahun 2017, perlu melakukan Analisa Dampak Kebijakan dan konsultasi publik serta koordinasi dengan Kementerian/Lembaga lain yang terdampak kinerjanya.

c)      Dampak yang luas ini juga sesuai amanat Peraturan Presiden no. 68 tahun 2021 harus mendapat persetujuan dari Presiden.

KESIMPULAN

ASPADIN memohon agar BPOM  berkenan menarik kembali Rancangan Peraturan Pelabelan Kemasan AMDK GGU PC karena:

·         Dari aspek kesehatan dan keamanan pangan semua produk pangan olahan termasuk AMDK GGU PC yang beredar sudah dipastikan memenuhi semua persyaratan di dalam perundang-undangan.

·         Peraturan Pelabelan AMDK GGU PC ini memiliki dampak negatif yang sangat besar meliputi berbagai aspek seperti ekonomi, investasi, lingkungan hidup, sosial budaya dan hukum.

·         BPOM perlu melibatkan pemangku kepentingan yang lebih komprehensif untuk membuat rancangan peraturan baru yang bersifat komprehensif sesuai perundang-undangan.

Baca Juga: Polda Kaltim Hadirkan Outbound Wisata Tempur Brimob di Kukar 

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya