Kasus Tokoh Adat Dayak di Kutim, karena Penutupan Jalan Sawit

Ada 16 orang melaporkan kasusnya ke polisi

Balikpapan, IDN Times - Polres Kutai Timur (Kutim) Kalimantan Timur (Kaltim) memeriksa tiga tokoh adat Dayak Modang Long Wai Desa Long Bentuq. Para tokoh adat ini diperiksa terkait kasus penutupan akses jalan perkebunan kelapa sawit di Kutim awal bulan Februari lalu. 

Ketiganya adalah, Kepala Adat Modang Long Wai Daud Luwing, Sekretaris Adat Benediktus Beng Lui, dan Dewan Adat Daerah Kaltim Elisason. Kasusnya masih penyelidikan dan mereka berstatus saksi kejadian. 

Sehingga, polisi membantah isu penangkapan terhadap ketiganya. Usai diperiksa penyidik, mereka pun sudah langsung dipulangkan.

"Jadi karena masib berstatus saksi, akhirnya kami pulangkan," kata Kasat Reskrim Polres Kutim Ajun Komisaris Polisi Abdul Rauf, saat  dihubungi oleh IDN Times, Senin (1/03/2021). 

1. Kronologi sebelum penjemputan

Kasus Tokoh Adat Dayak di Kutim, karena Penutupan Jalan SawitPenutupan akses perkebunan kelapa sawit di Kutai Timur bulan Februari lalu. (IDN Times/Istimewa)

Polisi mengatakan, masyarakat adat Dayak Modang Long Wai melakukan aksi pemortalan atau penutupan akses perkebunan sawit pada 30 Januari 2021 lalu. Tiga tokoh adat diduga turut terlibat aksi penutupan jalan mempergunakan kayu ini. 

Atas tidakan tersebut, warga yang merasa dirugikan lantas melaporkan ke Polres Kutim.

Rauf mengatakan, status jalan tersebut ternyata adalah Jalan Kabupaten Kutim menghubungkan Desa Long Tesak dan Long Mesangat. Status jalan tertuang dalam Surat Keputusan Bupati Kutim Nomor 620 Tahun 2012. 

"Jadi yang melaporkan itu warga yang merasa dirugikan. Itu jalan kabupaten," jelasnya.

Baca Juga: Tokoh Dayak Kutim Ditangkap, Kasus Pemblokiran Jalan Kebun Sawit

2. Polisi sempat layangkan dua kali panggilan

Kasus Tokoh Adat Dayak di Kutim, karena Penutupan Jalan SawitAksi penutupan jalan perkebunan kelapa sawit di Kutai Timur. (IDN Times/Istimewa)

Rauf mengatakan, terdapat 20 orang yang diduga turut serta dalam aksi tersebut. Di antara mereka, tampak tiga tokoh adat ada di tengah aksi penutupan jalan.

Polisi sudah menerima laporan masyarakat mengeluhkan kejadian ini. Pihaknya langsung melakukan pemanggilan pertama kepada ketiga tokoh itu sebagai saksi.

"Tanggal 8 Februari itu kami panggil tidak hadir dengan tanpa alasan yang jelas, kemudian kami panggil lagi tanggal 11 Februari," tuturnya.

Lanjut dia, dua panggilan tersebut pun tidak ditanggapi oleh ketiganya. Akhirnya, polisi meminta petugas lapangan menghadirkan ketiganya ke hadapan penyidik, Sabtu (27/2/2021).

"Kebetulan kami dapat informasi bahwa saksi berada di perjalanan," imbuhnya.

3. Ada 16 warga sudah melaporkan aksi penutupan jalan

Kasus Tokoh Adat Dayak di Kutim, karena Penutupan Jalan SawitProses penangkapan para tokoh adat Dayak Modang di jalanan, Sabtu (27/02/2021). (IDN Times/Walhi)

Polres Kutim menerima 16 laporan keberatan adanya aksi penutupan jalan perkebunan kelapa sawit ini. Polisi sudah melakukan pemeriksaan terhadap saksi pelapor yang seluruhnya warga setempat. 

Proses penyelidikan akan berjalan sesuai dengan ketentuan hukum.

"Untuk proses penyidikan tetap berlanjut karena kita harus memberikan kepastian hukum. Sudah 16 orang (melapor)," kata dia.

Berbekal laporan pengaduan warga ini, polisi lantas melakukan penyelidikan kasusnya. Termasuk di antaranya meminta keterangan para saksi terlapor yang berada di lokasi kejadian.

4. Pengacara klaim warga tidak ganggu akses publik

Kasus Tokoh Adat Dayak di Kutim, karena Penutupan Jalan SawitJumpa pers tokoh adat Dayak Modang bersama aktivis lingkungan di Samarinda. (IDN Times/Sri.Wibisono)

Kuasa hukum terlapor, Bernard Marbun mengatakan, warga adat Dayak Modang punya hak menutup akses jalan perkebunan kelapa sawit. Pihak perusahaan selama 15 tahun ini, menurutnya, sudah menduduki hutan adat masyarakat tanpa izin. 

"Masyarakat punya hak melindungi kepentingan aset tanah mereka," tegas pengacara LBH Samarinda ini. 

Bernard mengatakan, pihak perkebunan tidak pernah mengindahkan teguran resmi masyarakat adat termasuk menolak membayar denda adat sudah diberikan. Selama ini, katanya, warga adat sudah berusaha menempuh jalan damai diadakan pemerintah daerah. 

Di sisi lain, Bernard memastikan, warga adat tidak mengganggu kepentingan akses transportasi publik  melintasi jalanan tersebut. Warga hanya menutup akses jalan bagi kendaraan pengangkut crude palm oil (CPO) perusahaan kelapa sawit. 

5. Awal mula kasus sengketa lahan

Kasus Tokoh Adat Dayak di Kutim, karena Penutupan Jalan SawitPerkebunan kelapa sawit PT Subur Abadi Wana Agung di Kutai Timur Kalimantan Timur. (SAWA/Angga Rachmat)

Persengketaan warga adat dengan PT Subur Abadi Wana Agung (SAWA) sudah terjadi 15 tahun silam. Perusahaan dituduh menduduki hutan adat seluas 4 ribu hektare. 

Masyarakat adat Dayak Modang Long Wai turun-temurun tinggal menetap Desa Long Bentuq Kecamatan Busang Kutim. Populasi masyarakatnya hanya 250 jiwa dengan mata pencaharian berburu dan berladang.

Semasa 2006 silam, Kabupaten Kutim menerbitkan izin pembukaan perkebunan kelapa sawit seluas 14.350 hektare di Busang. Area perkebunan atas nama SAWA ini bersinggungan dengan hutan adat warga.

Masyarakat Dayak Modang lantas berinisiatif memblokir akses kendaraan pengangkut CPO milik SAWA. Warga berpegang ketentuan Surat Keputusan Pemprov Kaltim di mana isinya melarang aktivitas kendaraan perkebunan sawit dan batu bara melintasi jalanan umum.

Warga memblokir jalan sejak tanggal 30 Januari hingga 10 Februari 2021. Warga akhirnya harus berurusan dengan aparat hukum.

Baca Juga: Polres Kutim Periksa Pastor Herri dalam Kasus Penutupan Jalan Sawit

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya