ODGJ Tetap Divonis 10 Tahun Penjara, Pengacara Memprotes Keras

Pengadilan bukan diperuntukkan ODGJ

Balikpapan, IDN Times - Pengadilan Negeri Pontianak Kalimantan Barat (Kalbar) menjatuhkan vonis 10 tahun kurungan penjara terhadap Hary (40) alias Akhiang pada pertengahan tahun 2022 lalu. Pria ini dihukum atas kasus pencabulan terhadap anaknya sendiri inisial A (11) yang masih duduk di bangku kelas 1 SMP di Pontianak. 

Hal inilah yang membuat pihak kuasa hukumnya mencak-mencak. Apa sebabnya? Pihak pengacara ternyata mengklaim kliennya adalah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). 

"Hakim dan jaksanya itu lulusan dari mana? Sudah tahu terdakwa mengidap ODGJ tetapi tetap dijatuhi hukuman penjara 10 tahun," kata  kuasa hukum keluarga korban dari LBH Majelis Adat Dayak Nasional Jelani Christo kepada IDN Times, Senin (31/7/2023). 

1. Vonis ODGJ sejak anak-anak

ODGJ Tetap Divonis 10 Tahun Penjara, Pengacara Memprotes KerasRadarbromo.jawapoa.com/Ronal Fernando

Jelani mengatakan, kliennya sudah menunjukkan tanda-tanda kelainan kejiwaan semenjak usia anak-anak. Seperti pengakuan kedua orangtua terpidana ini yang sudah menyerahkan kuasa hukumnya kepada LBH Majelis Adat Dayak Nasional. 

Pihak orangtua pun sudah berulang kali membawa putranya ini untuk memperoleh penanganan di Rumah Sakit Jiwa Pontianak. Seperti surat keterangan dokter jiwa di Pontianak dr Hansen Pangkawira yang mendiagnosis Hary Johan mengalami gejala gangguan jiwa berat. 

Penyakit kejiwaan yang menyebabkan pelaku kerap bertindak di luar kesadaran manusia normal. Diagnosis medis sudah diterbitkan pada tanggal 23 April 2007 dan 5 Mei 2007 silam. 

"Sejak kecil perilakunya sudah aneh, seperti telanjang, bicara sendiri, keluyuran ke luar rumah tanpa bisa diatur," tutur Jelani.

Baca Juga: Ruslan, Napi Bandel Kalteng yang Akhirnya Tertangkap di Mal Pontianak

2. Kondisi kejiwaan menjadi penyebab kasus pencabulan anak

ODGJ Tetap Divonis 10 Tahun Penjara, Pengacara Memprotes KerasIlustrasi kasus pencabulan anak. IDN Times/ istimewa

Persoalan kejiwaan ini, menurut Jelani menjadi penyebab terjadinya kasus pencabulan terhadap korban yang merupakan anak kandung pelaku. Ia berpendapat, Hary sedang dalam kondisi tidak sadar saat melakukan pencabulan terhadap korban. 

Peristiwa pencabulan yang diketahui guru korban yang kemudian melanjutkannya ke Komisi Perlindungan Anak (KPAI). Instansi ini yang akhirnya membuat laporan resmi ke Polresta Pontianak hingga kasusnya naik ke proses persidangan Pengadilan Negeri Pontianak. 

Pihak jaksa menuntut terdakwa dengan hukuman 12 tahun penjara atas kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur. Majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman 10 tahun penjara kepada terdakwa. 

Dalam kasus ini, kuasa hukum korban dan jaksa mengajukan banding. 

"Kami banding karena penindakan hukum hanya dikenakan kepada mereka yang sakit jasmani dan rohaninya. Sedangkan klien saya mengalami ODGJ dan semestinya dirawat di rumah sakit jiwa," ujarnya. 

3. Menuntut kliennya dibebaskan murni

ODGJ Tetap Divonis 10 Tahun Penjara, Pengacara Memprotes KerasIlustrasi kasus pencabulan anak. IDN Times/ istimewa

Jelani menuntut kliennya agar dibebaskan murni dari segala tuntutan hukum. Ia sudah mengadukan kasusnya ke Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, Polri, hingga Kementerian Sekretariat Negara. 

Ia meminta kliennya diperlakukan secara adil sebagai ODGJ dan dibebaskan dari tahanan Rumah Tahanan Kelas II Pontianak. 

Apalagi selama proses penahanan ini, katanya, Hary kerap memperoleh perlakuan tidak sepantasnya dari rekan-rekannya sesama tahanan rutan. Para tahanan lain kerap menganiaya tanpa alasan yang jelas. 

Bahkan sebagian di antara tahanan ini memeras korban membayar biaya keamanan sebesar Rp10 juta. 

"Kondisi klien saya sudah tidak kondusif di rutan sekarang ini, kerap dianiaya dan diperas para tahanan lain," ungkap Jelani. 

Baca Juga: Lepas Kangen, Anak Binaan Lapas Pontianak Menginap dengan Orangtua

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya