Pemutaran Film "Eksil" di Bioskop Samarinda  Mendadak Dibatalkan

Ada dugaan intervensi dari pihak tertentu

Samarinda, IDN Times - Pemutaran film berjudul "Eksil" di bioskop Samarinda Kalimantan Timur (Kaltim) dibatalkan secara sepihak oleh pihak manajemen bioskop. Sesuai jadwal, film dokumenter besutan Lola Amaria ini rencananya akan diputar di bioskop Samarinda pada Kamis 22 Februari 2024. 

Pihak bioskop Samarinda membatalkan pemutaran film dokumenter tentang pelanggaran HAM terjadi pada rezim orde baru berkuasa tahun 1965. 

"Mendadak membatalkan pemutaran film ini, padahal sebelumnya sudah ada kesepakatan dan kami pun membayar DP (down payment) sebesar Rp2.025.000," kata Ketua Penyelenggaran Nonton Bareng Kamisan Kaltim Wawan Darmawan kepada IDN Times, Rabu (21/2/2024). 

1. Pelanggaran HAM di zaman 1965

Pemutaran Film Eksil di Bioskop Samarinda  Mendadak Dibatalkanfilm Eksil (dok. Lola Amaria Production/Eksil)

Wawan mengatakan, pemutaran film "Eksil" bertujuan sebagai bahan diskusi kepada masyarakat Samarinda tentang persoalan HAM zaman dahulu. Seperti pada tahun 1965 di mana banyak terjadi pelajar di Indonesia bersekolah di luar negeri tidak diperbolehkan pulang kembali ke Indonesia. 

Mereka ini merupakan pelajar yang disekolahkan pemerintah orde lama ke pelbagai negara di luar negeri. Namun saat pemerintahan Soekarno tumbang digantikan rezim orde baru berkuasa membuat keberadaan mereka pun dilupakan. 

Para pelajar ini terlunta-lunta tanpa kewarganegaraan di banyak negara asing hingga sekarang ini. Persoalan pelanggaran HAM seperti ini, menurut Wawan, tentunya patut menjadi bahan diskusi bagi masyarakat Samarinda tentang persoalan pelanggaran HAM sudah terjadi. 

Agar persoalan-persoalan yang sama tidak akan terulang di masa depan. 

Baca Juga: Abdoel Moeis, Nama Pahlawan Kaltim Jadi Rumah Sakit di Samarinda

2. Respons positif dari warga Samarinda

Pemutaran Film Eksil di Bioskop Samarinda  Mendadak DibatalkanCuplikan film Eksil (Youtube.com/Lola Amaria Production)

Dalam prosesnya, kata Wawan rencana nobar film "Eksil" langsung memperoleh respons positif dari mahasiswa dan penggiat masyarakat sipil di Samarinda. Sebanyak 146 tiket nobar seharga Rp30 ribu sudah diminati oleh mereka yang penasaran dengan peristiwa terjadi pada 59 tahun silam tersebut. 

Koordinasi dengan pihak bioskop Samarinda pun sempat berjalan lancar hingga mendadak dibatalkan. 

"Pihak bioskop menghubungi kami dan mengatakan pemutaran film ini tidak bisa dilakukan," papar Wawan. 

Mereka meminta panitia penyelenggara mengurus perizinan pengumpulan massa dan keramaian kepada Polresta Samarinda. Kalau tidak bisa dipenuhi, pemutaran film "Eksil" tidak bisa dilakukan di bioskop Samarinda. 

"Ini tentunya membingungkan, untuk apa memutar film harus minta izin kepolisian? Sedangkan pemutaran film di daerah-daerah lain juga berjalan normal. Bahkan di Balikpapan juga berjalan lancar," keluhnya. 

Sebagai catatan, film "Eksil" sudah tayang di bioskop Jakarta, Bali Jogja, dan banyak mendapatkan penghargaan internasional.

Wawan berpendapat, Polresta Samarinda semestinya menjamin kebebasan berekspresi, dan hak warga negara dilindungi dengan baik sesuai Pasal 28 juncto Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Ini jelas mencederai demokrasi," ujarnya.

3. Upaya pembungkaman terhadap demokrasi dan kebebasan berpendapat

Pemutaran Film Eksil di Bioskop Samarinda  Mendadak DibatalkanEksil (dok. Lola Amaria Production / Eksil)

Sehubungan itu, Wawan pun menuduh ada upaya pembungkaman terhadap kebebasan berbicara dan berpendapat di hadapan publik oleh pihak-pihak tertentu. Apalagi patut disadari pemutaran film "Eksil" secara tidak langsung mengkritisi aksi represif dilakukan orde baru kepada warga masyarakat. 

Wawan menyatakan, kebijakan pemerintah di rezim Joko "Jokowi" Widodo selama 10 tahun berkuasa kerap tidak mencerminkan demokrasi serta kebebasan berekspresi. Apalagi setelah pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berpeluang besar memenangkan pemilihan presiden dan wakil presiden 2024. 

"Kami tidak peduli tentang siapa nantinya presiden akan terpilih, tetapi pemerintahan Jokowi sering tidak mencerminkan demokrasi, apalagi nanti bila Prabowo berkuasa. Dia menjadi benang merah dengan orde baru," paparnya. 

Wawan pun mengajak segenap masyarakat Kaltim agar bersama-sama membentuk simpul demokrasi melawan penindasan dan represif aparat. Mengingat perlindungan atas kebebasan berekspresi adalah aspek penting dalam negara yang menyebut dirinya demokratis.

Baca Juga: Kejari Samarinda Lanjutkan Penyidikan Korupsi Kredit Fiktif di BUMN

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya