Sengatan El Nino Keringkan Sawah di Pelosok Negeri

Kerawanan pangan mulai mengancam masyarakat

Balikpapan, IDN Times - Senyum lebar sudah bisa merekah di wajah Heriyanto (42).  Area persawahan tanaman padi seluas 2 hektare miliknya menunjukkan tanda-tanda menjanjikan, sehat dan menguning siap untuk dipanen.

Padahal setahun sebelumnya, hasil panen persawahannya sungguh mengecewakan. Hasil sawah di Desa Belanti Siam Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah (Kalteng) turun drastis. 

Lebih setengah dari biasanya 4,5 ton menjadi hanya 2 ton gabah kering giling (GKG) per hektare. Petani Belanti Siam memanen sawahnya dua kali dalam setahun. 

Itu terjadi saat transmigran asal Ponorogo Jawa Timur ini mengikuti program "food estate" dalam intensifikasi pertanian di Provinsi Kalteng. Pemerintah menunjuk dua kota di provinsi ini sebagai proyek percontohan, yakni Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas. Baru-baru ini, Kabupaten Gunung Mas pun turut dilibatkan dalam program di mana fokus utama pengembangannya komoditas singkong. 

"Panennya turun drastis dari biasanya dialami para petani di Belanti Siam," keluh Heriyanto saat dihubungi IDN Times, Jumat (15/9/2023). 

1. Program food estate yang belum membuahkan hasil positif

Sengatan El Nino Keringkan Sawah di Pelosok NegeriPertanian di Desa Belanti Siam Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah (Kalteng), Jumat (15/9/2023). Foto istimewa

Awal tahun 2021 di saat pandemik COVID-19 masih melanda negeri, Kementerian Pertanian menawarkan program food estate dalam pemberdayaan intensifikasi pertanian di Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas. Khusus wilayah Belanti Siam tercatat adanya 1.680 petani eksisting diikutsertakan. 

Harapannya agar mereka mampu mendongkrak kuantitas masa panen dari biasanya dua kali dalam setahun, menjadi tiga kali dalam setahun. Kementerian pun menawarkan berbagai kemudahan dari penyediaan benih padi unggul, pupuk subsidi, hingga pengetahuan tentang sistem tanam pertanian modern. 

Namun hasil di lapangan ibarat peribahasa "Jauh panggang dari api". Justru hasil panen padi petani Belanti Siam turun drastis,  dari semestinya 4,5 ton menjadi 2 ton GKG per hektare. 

Padahal petani sudah menerapkan seluruh panduan dalam intensifikasi produktivitas tanaman pertanian. Dari proses pemilihan benih padi Hipa 19, penentuan masa tanam di bulan Juli-Agustus, hingga pemupukan secara baik dan proporsional. 

Dari keseluruhan proses ini, Heriyadi hanya menyoal pemilihan masa tanam padi yang dianggapnya menyalahi kearifan lokal masyarakat. Pasalnya masyarakat sudah terbiasa memulai masa tanam di bulan April-Mei di mana tujuannya agar proyeksi panen padi bisa ditentukan di kisaran bulan Agustus. 

Tetapi dengan proses masa tanam dimulai pada Juli-Agustus menjadikan panen padi terjadi pada bulan Oktober-November. "Pada bulan-bulan itu hama tikus sedang banyak-banyaknya. Padi dimakan tikus ini, pemasangan plastik tidak banyak membantu," ungkapnya. 

2. Perjuangan petani Belanti Siam di musim kemarau panjang

Sengatan El Nino Keringkan Sawah di Pelosok NegeriHeriyanto (42) Petani di Desa Belanti Siam Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah (Kalteng), Sabtu (16/9/2023). Foto istimewa

Heriyanto sendiri termasuk petani berpengalaman, dari hasil didikan orangtuanya. Ia menjadi generasi kedua yang menetap di Dusun Belanti Siam di masa mereka menjadi transmigran di rezim Soeharto pada 1982 silam. 

Keluarganya turut berjasa membuka kawasan hutan sekaligus cikal bakal tumbuhnya 10 ribu hektare area persawahan di Kabupaten Pulang Pisau dan menjadi lumbung padi di Kalteng. 

"Rombongan transmigrasi kami termasuk yang pertama membuka kawasan hutan di sini," katanya ramah dengan logat Jawanya yang ketal.  

Pengalaman ini yang membuatnya tidak gugup mengatasi persoalan program food estate. Ia pun menerapkan cara-cara lama sistem pertanian di Belanti Siam. Kearifan petani setempat cukup sederhana, hanya menjalankan apa yang dulunya diajarkan orangtua. Seperti penanaman padi mulai di awal tahun, pemilihan benih padi IR 42, Ciherang, dan Inpari 32. Tiga jenis benih terbukti "bandel" sesuai karakteristik tanah gambut di Pulang Pisau. 

Sistem pengairannya juga cukup sederhana, mengandalkan proses alami pasang surut air sungai tersier maupun sekunder di Desa Belanti Siam. Aliran air inilah yang dipergunakan untuk mengairi area persawahan di masyarakat.  

Hasilnya langsung dinikmati masyarakat petani di Belanti Siam di mana panen padi kembali seperti semula, yakni 4,5 ton GKG per hektare. Musim kemarau panjang dan fenomena El Nino justru menjadi berkah tersendiri bagi petani di saat banyak daerah mengeluhkan gagal panen. 

Harga GKG mendadak melonjak drastis dari biasanya Rp5 ribu menjadi Rp7.800 per Kg. Petani dengan luas sawah 1 hektare bisa membawa pulang pendapatan kotor Rp7.800.000. 

"Harga gabah kering gilingnya sedang bagus saat ini, apalagi kuantitas barangnya jauh lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Kalau gini tentu menguntungkan bagi petani," ujarnya girang. 

Baca Juga: Pipanisasi Gas Senipah-Balikpapan bagi Ketahanan Energi di Kalimantan

3. Pelaksanaan program food estate di Provinsi Kalteng

Sengatan El Nino Keringkan Sawah di Pelosok NegeriAir keluar dari pipa yang disedot menggunakan mesin pompa air untuk mengaliri lahan sawah di Desa Kalukubula, Sigi, Sulawesi Tengah, Rabu (6/9/2023). ANTARA FOTO/Basri Marzuki/YU

Persoalan yang muncul dalam program food estate diklaim tidak sepenuhnya pula gagal. Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau menganggapnya sebagai kesuksesan yang tertunda. Program diperuntukkan 10 ribu hektare lahan eksisting dan 3.800 hektare area lahan baru di Pulang Pisau.

Pemerintah daerah menilai masyarakat perlu menyesuaikan diri dalam pemanfaatan teknologi ilmu pertanian. Agar mereka bisa menyiasati persoalan-persoalan muncul dalam pertanian. Termasuk pula perlu intervensi secara kontinu terhadap kondisi tanah yang ada di Pulang Pisau. 

"Tidak bisa instan langsung jadi menjadi bagus, perlu proses secara bertahap," kata Kepala Dinas Pertanian Pemkab Pulang Pisau Godfrison. 

Godfrison mengungkapkan, area persawahan di Pulang Pisau dulunya adalah kawasan hutan gambut yang disulap menjadi lahan pertanian transmigrasi pada 40 tahun silam. Artinya selama puluhan tahun, para petani baru bisa mengupayakan agar kawasannya siap menjadi area persawahan tanaman padi. Caranya lewat berbagai intervensi teknologi pertanian guna menurunkan kadar keasaman di lahan gambut. 

Bukan menjadi rahasia di mana area lahan gambut memiliki tingkat keasaman yang tidak bersahabat bagi tanaman.  

"Tanah gambutnya harus dilakukan intervensi selama bertahun-tahun hingga bisa seperti sekarang ini. Soalnya kalau masih tanah gambut, keasamannya tinggi. Bahkan rumput pun tidak bisa tumbuh di tanah jenis ini," ujar Godfrison.  

Sawah eksisting di Pulang Pisau, menurut Godfrison cukup menjanjikan produksi tanaman padinya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan produksi GKG Pulang Pisau tahun 2022 lalu mencapai 86 ribu ton atau naik 17,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya 73.180 ton GKG.

Program food estate pun masuk untuk meningkatkan jumlah area sawah baru di tempat ini. Hanya saja lahan baru food estate di Pulang Pisau, kata Godfrison belum menunjukkan tanda-tanda menggembirakan. Lokasinya berada di Kecamatan Pandih Batu, Maliku, dan Jabiren Raya seluas 3.800 hektare.  

Lahan gambut ini masih butuh intervensi lebih intensif dari masyarakat. 

"Lahan baru ini membutuhkan penanganan lebih intensif lagi ke depannya, perlu proses lebih lama," papar Godfrison. 

Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikulturan, dan Peternakan Kalteng Sunarti menambahkan, pemberdayaan lahan gambut memang butuh penanganan khusus. Ia mencontohkan, kegigihan Kelompok Tani Margo Mulyo di Desa Belanti Siam Kabupaten Pulang Pisau dalam pemberdayaan 48 hektare lahan gambut. 

Agar lahan tersebut bisa berproduksi, menurut Sunarti, petani setempat butuh waktu 6 tahun agar lahannya benar-benar siap. Mereka melakukan banyak upaya intervensi dari penanaman berulang, perbaikan infrastruktur, irigasi, bedah tanah, hingga pemberian pupuk proporsional. 

Kerja keras tidak khianati hasil, kata Sunarti, area tersebut sudah panen 4,8 ton GKG per hektarenya. "Untuk menghasilkan lahan seperti sekarang perlu kerja keras dan pantang menyerah. Tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan," ujarnya. 

Pemerintah daerah tetap optimis dalam menyukseskan food estate yang dianggapnya sesuai dengan visi misi pemerintah daerah. Kabupaten Pulang Pisau mengembangkan komoditas sektor pertanian menjadi andalannya ke depan.

4. Kekeringan yang mengancam panen padi

Sengatan El Nino Keringkan Sawah di Pelosok NegeriIlustrasi kekeringan akibat kemarau panjang dan fenomena El Nino terjadi di Indonesia, Senin (18/9/2023). Cover Grafis IDN Times

Pada faktanya, BPS melaporkan produksi padi di Kalteng cenderung turun. Seperti tahun 2022 di mana produksinya 343.920 ton atau turun 9,78 persen dibandingkan 2021 sebesar 381.190 ton GKG.

Penurunan produksi terutama terjadi di Kabupaten Kapus menjadi 153 ribu ton atau turun 14,8 persen dibandingkan 2021 sebesar 179.660 ton GKG. 

Semua itu disebabkan kemarau panjang hingga program food estate yang kurang berjalan mulus. 

Situasi yang juga dialami provinsi lain, salah satunya Joko Umboro (46), petani Desa Sidomakmur Way Panji, Lampung Selatan yang sawahnya kering kekurangan air. Pemprov Lampung sudah mengumumkan 765 hektare lahan pertanian di wilayahnya alami kekeringan parah.

Ini pula yang membuat produktivitasnya merosot drastis dari biasanya 15 ton GKG menjadi setengahnya. "Kalau normal tidak terkendala seperti ini, 1 hektare bisa panen 7 sampai 8 ton. Jadi 2 hektare bisa 15 ton lebih. Ini fakta sekarang, 1 hektare hanya mampu 4,2 ton saja sudah kategori bagus," ujarnya.

Joko malah bersyukur sawahnya tetap berproduksi meskipun di bawah harapan. Pasalnya banyak rekan-rekannya sesama petani tidak seberuntung dirinya. Bagaimana tidak, banyak petani di Lampung yang mengalami puso alias gagal panen saat memulai masa tanam di pertengahan dan akhir Juni 2023. 

Penyebabnya, tak lain akibat kekeringan hingga para petani kesulitan mendapatkan pengairan sawah, ditambah serangan hama wereng memperparah kondisi tanaman padi masyarakat. 

"Kita juga bingung, sepengetahuan kami hama wereng ini ketika tanah kering tidak ada, sebab kesenangannya di tanah lembap. Ternyata kondisi berkata lain, justru hama makin banyak," tukasnya.

Bersyukur, suplai pupuk subsidi bagi para petani desa setempat terbilang normal dan mencukupi. 

Joko berharap kepedulian pemerintah daerah dalam membantu penghidupan para petani di masa sulit ini. Seperti memberikan bantuan pengeboran fasilitas sumur bor pompa tambahan di sejumlah titik lahan pertanian desa.

Termasuk pula memperhatikan petani yang mengalami gagal panen akibat kekeringan. Misalnya mempermudah pinjaman modal dan menyambung hidup.

"Karena ada anggota ada yang ngebor (sumur) pribadi sudah kedalaman 60 meter tidak keluar air. Kita minta pemerintah bisa menampung aspirasi para kelompok tani," imbuh Ketua Gapoktan Makmur Sejati ini. 

Bila situasi tidak kunjung membaik, Joko memprediksi ratusan petani di Lampung kemungkinan akan menunda masa tanam sembari menunggu datangnya musim hujan. 

5. Waduk Dawuhan mengering hingga mengancam pertanian di Madiun

Sengatan El Nino Keringkan Sawah di Pelosok NegeriTerdampak kemarau, waduk Dawuhan Madiun mengering. Kamis (14/09/2023). IDN Times/ Riyanto

Kondisi tidak kurang mengkhawatirkan terjadi pula di Jawa Timur (Jatim) sebagai lumbung pangan nasional. BPS melaporkan produksi padi provinsi ini tahun 2022 melimpah ruah hingga 9,68 juta ton atau 17,7 persen total produksi nasional 54,75 juta ton GKG. 

Namun panen di Jatim 2022 turun tipis 1 persen dari sebelumnya 2021 9,78 ton menjadi 9,68 juta ton GKG tahun 2021. 

Saat ini, kemarau sudah mulai berdampak pada penyusutan volume air di Waduk Dawuhan di Desa Plumpungrejo, Kecamatan Wonoasri, Kabupaten Madiun Jawa Timur. Sisa airnya tinggal 10 persen. Lain cerita dibandingkan empat bendungan besar di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang masih mampu mengairi sawah. 

Waduk di Madiun sudah benar-benar berhenti mengaliri sawah di tiga kecamatan, yakni Madiun, Wonoasri, dan Balerejo. Situasi ini yang tidak menguntungkan bagi petani. 

Sarkun misalnya, mengakui persoalan utamanya adalah distribusi air. Mereka terpaksa mengalirkan air menggunakan mesin pompa agar kelembapan sawah tetap terjaga. "Iya terus menyusut  sejak bulan Juni lalu dan sekarang nyaris kering dan tidak dapat dimanfaatkan kecuali pakai mesin pompa. Bila tidak, tanaman mati," katanya.

Petugas Operasi Waduk Dawuhan Agung Wirasat menyatakan, pintu air waduk telah ditutup sejak 10 September 2023 lalu. Tindakan tersebut terpaksa dilakukan mengingat debit air tersisa 200 ribu meter kubik atau 5 persen dari kapasitas daya tampung hingga3,9 juta meter kubik.  

Pada masa-masa normal, Waduk Dawuhan sangat berguna untuk mengairi hingga 1.273 hektare area persawahan di Madiun. 

Selama waduk mengering, kata Agung, pihaknya akan melakukan pengerukan sedimentasi di lingkungan Waduk Dawuhan. Agar kapasitas tampung waduk kembali maksimal pada musim hujan nanti. "Kami perkirakan musim hujan tiba pada Oktober atau November. Semoga nanti dapat terisi air," kata dia.

Baca Juga: Pelindo Multi Terminal Implementasi PTOS-M di Makassar dan Balikpapan

6. Kegiatan petani Magetan sambil menunggu hujan

Sengatan El Nino Keringkan Sawah di Pelosok NegeriPetani siapkan lahan untuk musim hujan/ IDN Times/ Riyanto

Selama musim kemarau ini tidak kurang pula kisah memilukan para petani tadah hujan. Para petani yang sepenuhnya tergantung datangnya hujan untuk mengairi sawahnya. Seperti para petani tadah hujan di Kabupaten Magetan Jatim. 

Terutama mereka tinggal di wilayah Magetan selatan seperti di Kecamatan Ngariboyo dan Parang yang sekarang menganggur di musim kemarau. Hari-harinya diisi dengan kegiatan bertahan hidup seperti mencari pakan ternak hingga menyiapkan lahan bila sewaktu-waktu turun hujan.

Setu (55), petani di Desa Ngaglik Kecamatan Parang mengaku harus pintar-pintar dalam menyiasati datangnya musim kemarau panjang seperti saat ini. Memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga dari biaya makan, listrik, air, sekolah, dan masih banyak lainnya. Biasanya mereka mengandalkan hasil penjualan panen musim hujan sebelumnya. 

Meskipun jumlahnya kurang memadai, tapi tetap saja harus dicukup-cukupkan. 

"Petani di sini setiap kemarau nganggur tidak ada pekerjaan yang menghasilkan uang. Untuk bertahan ya dari hasil pertanian musim lalu. Itu pun sering tidak cukup, ending-nya jual ternak yang ada," katanya pasrah.

Situasi terpaksa ya ngijon.  Yaitu pinjam uang beban bunga yang tinggi dengan jaminan hasil musim panen tahun depan. Seringnya petani banyak yang tertipu dalam kasus seperti ini, tetapi mereka tidak punya banyak pilihan lagi. 

"Kalau kemarau panjang seperti ini berat ya bagi kami petani tadah hujan. Bila musim hujan tanam pupuk juga sulit. Hanya dapat jatah pupuk subsidi sedikit tidak cukup. Terpaksa ngutang lagi untuk beli pupuk non subsidi," ungkapnya.

Setali tiga uang nasibnya Somo (55) tidak kalah nelangsa. Petani di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo yang harus terjerat rentenir untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Ujung-ujungnya menjual hewan ternak atau pinjam uang ke bank. 

"Di sini kemarau ya paceklik. Coba ada sumur pompa mungkin kami masih bisa garap lahan dan ada penghasilan. Sejak dulu tidak ada, entah apa sebabnya sumur pompa dalam susah keluar air," papar Somo.

Somo mengaku tidak mau repot-repot menambah pupuk non subsidi karena akan memberatkan biaya. Apa yang didapat dari kelompok tani itu yang dibuat sampai panen.

Para petani hanya mengeluhkan kebijakan pembatasan pupuk subsidi yang menjadi biang petaka, berujung penurunan produktivitas panen padi. Lain dari 3 tahun lalu di mana hasil panennya cukup untuk membiayai kebutuhan keluarga selama musim kemarau. 

Selama bertahun-tahun, pemerintah pun dianggap mengabaikan pembangunan infrastruktur pengairan khususnya untuk Magetan dan sekitarnya. Setidaknya pembangunan sumur pompa air untuk digunakan di musim kemarau seperti sekarang ini. 

7. Gejolak harga pangan di sejumlah tempat di Indonesia

Sengatan El Nino Keringkan Sawah di Pelosok NegeriPj Gubernur Kalbar, Harisson saat meninjau gudang beras Bulog Kalbar, Jumat (15/9/2023). (IDN Times/Teri).

Situasi tidak menentu ini akhirnya mulai membuat gejolak konsumen di sejumlah wilayah di Indonesia, seperti Tabanan, Klungkung, Pontianak Kalimantan Barat (Kalbar), Banjarmasin Kalimantan Selatan (Kalsel), Lampung, dan lainnya. 

Harga eceran tertinggi beras premium di pasar tradisional Pontianak Kalbar semula Rp13.300 menjadi Rp14.400 per Kg. Terdapat kenaikan Rp1.100 harga beras di Pontianak. Namun harga beras premium di pasar tradisional beragam, tergantung dari merek beras tersebut. Para pedagang terpantau ada yang menjual beras premium hingga Rp16 ribu per Kg.

“Ada yang naik menjadi Rp15.500, ada yang Rp16 ribu tergantung merek dari beras premium,” ungkap Pj Gubernur Kalbar Harisson Azroi. 

Sedangkan beras medium, kata Harisson, terpantau harga stabil yakni mulai Rp11.400 hingga Rp11.500. Tak ada kenaikan harga yang signifikan untuk beras medium di pasar tradisional.

Harisson Azroi melakukan kunjungan memantau stok dan harga pangan ke pasar tradisional, yakni Pasar Flamboyan Pontianak, pada Jumat (15/9/2023). “Jadi memang salah satu tugas saya ini adalah dalam rangka pengendalian inflasi, jadi saya sebagai Pj Gubernur perlu untuk turun ke pasar-pasar untuk melihat harga bahan pangan langsung,” jelas Harisson.

Termasuk menerapkan langkah antisipasi memburuknya situasi kemarau panjang dan fenomena El Nino yang terjadi sekarang. Di antaranya seperti menjaga stok beras hingga badai tersebut selesai.

“El Nino akan kita antisipasi di antaranya Bulog, tentu saja kita akan menyiapkan stoknya untuk menanggulangi El Nino. Hari ini kita meninjau Gudang Bulog. Saya mau mengecek betul tidak yang dilaporkan oleh kepala Bulog kita ini,” ucap Harisson.

8. Pemerintah tetap optimis dalam penetapan target pangan dalam negeri

Sengatan El Nino Keringkan Sawah di Pelosok NegeriMenteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Situasi di lapangan yang tidak menentu tidak lantas membuat Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo patah arang. Ia tetap optimis mematok target tinggi pencapaian produksi beras dalam negeri mencapai 55,42 juta ton pada 2024, naik dibandingkan target 2023 yang sejumlah 54,5 juta ton.

“Dengan berpatokan pada empat program target produksi beberapa komoditi utama 2024 sebagai berikut, padi sebanyak 55,42 juta ton, dan jagung 23,34 juta ton,” katanya seperti dilaporkan Antara di Jakarta, Rabu (13/9/2023). 

Target untuk komoditas lain yakni cabai dengan produksi 3 juta ton, bawang merah 1,74 juta ton, kedelai 340 ribu ton dan bawang merah 45,91 ribu ton. Lalu, komoditas kopi dengan 818 ribu ton, kelapa 2,9 juta ton, kakao 694 ribu ton, tebu 39,45 juta ton, daging sapi/kerbau sebanyak 405,44 ribu

Untuk mencapai target produksi tersebut, Mentan mengatakan bahwa sesuai dengan Surat Bersama Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor S-626/MK.02/2023 dan Nomor B.644/M.PPN/D.8/PP.04.02/07/2023 Kementerian Pertanian mendapatkan tambahan pagu Rp76,8 miliar karena ada kenaikan gaji ASN sebesar 8 persen sehingga pagu anggaran Kementerian Pertanian Tahun 2024 menjadi Rp14,73 triliun.

“Dari jumlah anggaran tersebut lebih lanjut dialokasikan untuk pelaksanaan empat program,” ujarnya.

Secara rinci, program ketersediaan, akses dan konsumsi pangan berkualitas mendapat usulan pagu sebanyak Rp8,19 triliun. Kemudian untuk program nilai tambah dan daya saing industri sebesar Rp1,42 triliun, program pendidikan dan pelatihan vokasi Rp641 miliar serta dukungan manajemen sebanyak Rp4,47 triliun.

Syahrul menyampaikan bahwa pelaksanaan instruksi Presiden Joko Widodo Nomor 1 Tahun 2021 tentang percepatan pembangunan ekonomi pada tiga kawasan perbatasan negara, Kementan mengalokasikan anggaran kegiatan sebesar Rp32,9 miliar.

Kegiatan di Aruk, Kabupaten Sambas Kalbar dengan total anggaran Rp12,12 miliar di antaranya akan digunakan untuk pengembangan integrasi tanaman ternak, pengembangan kawasan sentra produksi lada dan kelapa hingga pengembangan kawasan hortikultura.

Kemudian di Motaain, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), sebanyak Rp10,48 miliar akan digunakan untuk pengembangan integrasi tanaman ternak, kawasan hortikultura dan kawasan kelapa. Sedangkan untuk di kawasan Skouw, Kota Jayapura, Papua, dengan anggaran Rp10,3 miliar akan digunakan untuk pengembangan integrasi tanaman-ternak, hilirisasi padi, sagu, dan pengembangan kawasan hortikultura.

9. Walhi menilai negara kurang terencana dalam menangani persoalan pangan

Sengatan El Nino Keringkan Sawah di Pelosok NegeriPetani memotong rumput untuk pakan ternak di lahan sawah yang kering di Desa Gunung Tanjung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa (12/9/2023). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/tom

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai pemerintah kurang terencana dalam melaksanakan program pengentasan pangan di daerah. Dalam banyak kasus, pelaksanaan program terkesan buru-buru, amburadul, tanpa ada kajian mendalam, hingga orientasi pada proyek.

Salah satu paling terang benderang adalah program food estate di Kalteng yang tidak menghasilkan apa-apa kecuali kerusakan lingkungan. Direktur Walhi Kalteng Bayu Herinata memastikan, program food estate  di Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas tanpa dilandasi kajian hukum, lingkungan, dan riset mendalam. Program yang diinisiasi oleh Kementerian Pertanian. 

Terutama kajian tentang pengelolaan tanah gambut yang membutuhkan intervensi terus menerus untuk menjadikannya sebagai lahan pertanian. Bukan hanya sekadar membuka lahan dan kemudian menanaminya dengan benih padi.  

Nahasnya lagi, kata Bayu, program ini lantas dilanjutkan kembali oleh Kementerian Pertahanan di Kabupaten Gunung Mas Kalteng.

Kementerian dipimpin Prabowo Subianto ini membuka 600 hektare hutan yang masih bagus tanpa mengantongi izin pelepasan maupun pemanfaatan hutan dari instansi terkait. Area seluas 300 hektare ditanami singkong yang hasilnya mengecewakan. 

"Singkongnya tumbuh kerdil karena karakter tanahnya memang berpasir," papar Bayu. 

Bayu mengatakan, karakter tanah di Kalteng memang berjenis gambut yang memiliki tingkat keasaman tinggi. Karena itulah, tanah gambut ini perlu intervensi yang intensif dan waktu yang cukup lama agar siap menjadi area pertanian. Persiapan sejauh ini tidak dipersiapkan Kementerian Pertanian maupun Kementerian Pertahanan. 

"Lagian kenapa juga Kementerian Pertahanan mengurusi soal food estate? Apalagi kalau bukan soal proyek kan," tukasnya lagi. 

Walhi Kalteng menuding program food estate dibiarkan begitu saja terbengkalai di Kalteng, terutama di Gunung Mas. Sisanya adalah ancaman bencana banjir, kekeringan, angin kencang, hingga kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Ujung-ujungnya adalah masyarakat sekitar lokasi proyek food estate yang jadi korban. 

 

Tim penulis artikel kolaborasi hyperlokal: Ayu Afria Ulita Ermalia, Tri Purnawati, Riyanto, Herlambang Jati Kusumo, Tama Wiguna, M Nasir, Hamdani, Ardiansyah Fajar, Wayan Antara, Khairil Anwar, Arifin Al Alamudi, dan Ni Ketut Wira Sanjiwani.

Baca Juga: Pemkot Balikpapan Harap Pipa Gas Senipah Bisa Melayani Rumah Tangga

Topik:

  • Sri Wibisono
  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya