Dongkrak Pariwisata Kaltim, Program CHS Bakal Gandeng Pihak Ketiga

Samarinda, IDN Times - Tujuh bulan terakhir pariwisata Kaltim dihantam pandemik virus corona atau COVID-19. Kondisi tersebut tentu berdampak dengan pendapatan asli daerah atau PAD. Maklum saja Benua Etam punya segudang destinasi wisata yang menanti para pelancong untuk berpelesiran. Karena wabah hal tersebut tak bisa terwujud.
“Dampaknya memang sangat terasa, namun kita harus bangkit,” terang Achmad Herwansyah kepala Bidang Destinasi Dinas Pariwisata (Dispar) Kaltim saat ditemui IDN Times di lantai 3, Hotel Mercure Samarinda, pada Selasa (17/11/2020) sore, usai menghadiri Focus Group Discussion (FGD) Kajian Potensi Pengembangan Destinasi Pariwisata Kaltim.
1. Usaha mendongkrak kunjungan wisata lokal
Perkataan Achmad bukan isapan jempol semata. Menukil data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, tingkat penghunian hotel (TPK) berbintang mulai terlihat menanjak naik. Dari 39,10 persen pada Agustus menjadi 51,19 persen pada September. Atau alami pertambahan 12,09 poin dalam 30 hari terakhir. Peningkatan ini juga didukung dengan beleid dari pemerintah. Kini warga dari luar daerah bisa menginap di Samarinda, pun demikian sebaliknya. Sebelumnya tak bisa. Peningkatan jumlah okupansi penginapan sejatinya beriringan dengan kunjungan destinasi wisata. Namun dari data yang ada, hingga September 2020 tercatat hanya ada 9 kunjungan. Padahal Agustus lalu ada 13 lawatan. Dengan kata lain ada 4 kunjungan berkurang. Bila dibandingkan dengan September 2019 maka perbedaannya begitu tampak. Pada bulan itu ada 415 wisatawan mancanegara berkunjung ke Benua Etam yang didominasi oleh warga Asia Tenggara.
“Memang program sementara untuk mendongkrak pariwisata adalah melancong di daerah sendiri dulu. Biasa disebut ‘di Kaltim saja dulu’. Dengan begitu geliatnya bisa terasa. Kita harap ke depan wisata Kaltim semakin membaik,” terangnya.
Baca Juga: Kaltim Urutan 7, Provinsi dengan Kasus COVID-19 Terbanyak di Indonesia
2. Penilaian CHS bakal diserahkan ke pihak ketiga
Pemerintah sebenarnya sudah menyiapkan skema untuk memompa denyut pariwisata yang kian melemah karena wabah corona. Caranya adalah dengan menetapkan standar standar cleanliness, health, safety (CHS). Tiga parameter ini merupakan program dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Tak hanya itu, sertifikasi CHS saat ini menjadi syarat bagi pelaku industri wisata bila ingin dikunjungi turis. Sertifikat itu menunjukkan destinasi terkait layak dikunjungi lantaran sudah memenuhi standar protokol COVID-19. Nantinya daerah akan kerja sama dengan pihak ketiga sebagai penilai kelaikan menerima sertifikasi.
“Ya, nanti para asesor dari pihak ketiga yang memberi pendapat. Layak atau tidak,” tuturnya.
3. Penerapan CHS begitu penting dalam industri pariwisata ke depan di tengah pandemik virus corona
Dia menambahkan, komponen CHS ini begitu penting dalam industri pariwisata ke depan. Pasalnya dalam tatanannya menyematkan penerapan ketat protokol kesehatan. Misalnya, pembersihan ruang dan barang publik dengan disinfektan, ketersediaan sarana mencuci tangan dengan sabun, dan tempat sampah bersih. Ada pula koordinasi antara pengelola destinasi wisata dengan Satgas COVID-19 daerah dan rumah sakit. Upaya CHS lainnya adalah pemeriksaan suhu tubuh, wajib memakai masker, menerapkan etika batuk dan bersin, menghindari berjabatan tangan. Pun demikian dengan penanganan terhadap pengunjung dengan gangguan kesehatan ketika beraktivitas di semua destinasi wisata.
“Ini penting dilakukan untuk menjaga diri dan sesama serta lokasi wisata dari virus corona,” pungkasnya.
Baca Juga: Jembatan Dondang Retak Disenggol Tongkang, Ini Respons Dishub Kaltim