Keceplosan Menteri ATR, Salah Langkah dari Presiden
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Samarinda, IDN Times - Kontroversi pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil tentang ibu kota memang bikin bingung.
Pasalnya, beberapa jam setelah menyebutkan ibu kota pindah ke Kalimantan Timur (Kaltim), kabar bahagia itu kemudian cepat-cepat dibantah oleh Presiden Joko 'Jokowi' Widodo lalu Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas).
1. Mencari momentum dalam bocoran calon ibu kota
Menanggapi itu, pengamat politik Universitas Mulawarman (Unmul), Budiman mengatakan bila melihat keputusan yang diambil oleh presiden memang patut dipertanyakan. Sebab, yang biasa mengurus kepindahan ibu kota ialah Kementerian PPN/Bappenas. "Kok, tiba-tiba yang ngurusin menteri ATR. Ini kan patut dipertanyakan," sebutnya.
Ketua Program Studi Pemerintahan Integratif, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unmul itu menyebut seharusnya yang memberikan pengumuman itu presiden, bila berhalangan, PPN/Bappenas bisa menggantikan. "Jika saya analisis, ini seperti mencari momentum," tuturnya.
Baca Juga: Ini Respons Jokowi terkait Sofyan Djalil Sebut Ibu Kota Baru di Kaltim
2. Tanda-tanda pemindahan ibu kota dan salah langkah dari presiden
Momentum yang dimaksud Budiman ialah, penilaian yang diberikan oleh pemerintah saat isu pemindahan ibu kota ke Kaltim dilempar ke masyarakat. Bagaimana responsnya?
"Dan itu merupakan langkah yang baik. Apakah masyarakat Nusantara sepakat atau tidak (ibu kota pindah ke Kaltim)," terangnya. Dia menilai, saat membantah sebenarnya presiden sudah salah langkah. Sebab tindakannya itu hanya membuat wibawa presiden berkurang.
Mengenai lokasi pemindahan ibu kota, Budiman berpendapat jika Kaltim punya berpeluang besar terpilih. Hal tersebut bukan tanpa alasan bila melihat tanda-tandanya.
Mulai dari doa anggota DPD RI dapil Kaltim Muhammad Idris yang menyebut ibu kota negara baru di Benua Etam, lalu pengumuman mendadak menteri ATR, bahkan dialog nasional dan serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) diadakan di Balikpapan. "Itu merupakan tanda-tanda, kalau saya pikir," terangnya.
3. Pemerintah hanya ingin tahu respons warga nusantara
Terpisah, pengamat komunikasi politik, Unmul, Nurliah menyebut bila sikap yang diambil oleh presiden Jokowi itu memang terkesan disengaja. Sebab, tak mungkin seorang menteri memberikan pernyataan resmi yang seharusnya menjadi tugas seorang pemimpin negara. "Saya rasa pemerintah hanya ingin tahu saja respons dari masyarakat," katanya.
Kata dia, Jokowi memang dikenal sebagai kepala negara yang kerap membuat media kebanjiran berita. Sederhananya, dia menduga aksi menteri ATR itu sudah diatur sedemikian rupa sehingga bisa memancing kontroversi. "Adalah wajar jika seorang politikus bikin heboh," sebutnya.
Mantan komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Kaltim itu menambahkan, Kaltim boleh jadi terpilih karena melihat sejumlah kejadian walaupun boleh jadi tak berkaitan.
"Ya, ditunggu saja. Kita selalu berharap Kaltim dapat yang terbaik," pungkasnya.
Baca Juga: Ibu Kota Pindah ke Kaltim, Gubernur Isran Enggan Kepedean