Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Komisi III DPRD Kritik Pedas Soal Minimnya RTH di Samarinda

Taman Samarendah di Jalan Bhayangkara, Kelurahan Bugis, Kecamatan Samarinda Kota jadi salah satu ruang terbuka hijau di Samarinda. Namun jumlahnya masih minim, perlu ditambah lagi (IDN Times/yuda almerio)

Samarinda, IDN Times - Ruang terbuka hijau (RTH) di Samarinda masih begitu minim. Dari luas 717,4 kilometer persegi, ibu kota Kaltim ini hanya mampu memenuhi 5 persen. Padahal kewajibannya 30 persen. Ketentuan mengenai syarat RTH di Samarinda tertuang dalam Perda No 2/2014 tentang Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Samarinda 2014–2034. Berbagai ide telah dikemukakan namun tak begitu berjalan mulus.

“Ini bukan persoalan baru, seharusnya pemerintah bisa memenuhi itu,” terang Angkasa Jaya, Ketua Komisi III DPRD Samarinda saat dikonfirmasi pada Selasa (1/12/2020) petang.

1. Soal RTH tak hanya jadi tugas pemerintah

Salah satu ruang terbuka hijau di Samarinda, namanya Taman Samarendah (IDN Times/Zulkifli Nurdin)

Meski demikian, menurut politisi PDI-Perjuangan ini, tugas pemenuhan kuota 30 persen RTH tersebut tak hanya jadi tugas dari pemerintah lewat Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Samarinda. Warga juga punya peran dalam mewujudkannya. Itu sebab pihaknya pun selalu menggaungkan hal tersebut.

“Tak hanya itu, kami juga selalu mengingatkan kepada para pengembang perumahan agar mengingat soal ruang terbuka hijau,” ujarnya.

2. Mulai menanam pohon di depan teras rumah

Ilustrasi RTH (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Terpisah, anggota Komisi III DPRD Samarinda Anhar juga berpendapat senada. Seharusnya, perda yang mengatur soal RTH tersebut ditaati oleh pemerintah. Dengan kata lain komitmen harus dijalankan. Namun demikian, dia juga menilai jika pemerintah memang tak bisa berbuat banyak sebab lahan di tengah kota juga minim. Lebih banyak dimiliki masyarakat. Di sinilah peran pemerintah mengingatkan warganya soal ruang terbuka hijau.

“Paling mudah itu soal menanam pohon di depan rumah,” sebutnya.

3. Persoalkan jalur hijau Sungai Mahakam yang diisi dengan bangunan

(Ilistrasi RTH) IDN Times/Debbie Sutrisno

Meski demikian, dia juga mengkritik kinerja pemerintah yang membiarkan kawasan sempadan Sungai Mahakam didirikan bangunan. Alasannya sudah jelas, itu jalur hijau. Sepanjang lintasan tersebut tak boleh ada bangunan. Berdirinya hotel dan pusat pembelanjaan sebenarnya sudah melanggar aturan. Selain itu pembangunan perpustakaan juga mendapat sorotan.

“Sekarang semuanya serba digitalisasi, termasuk urusan literasi. Semuanya juga bisa baca lewat gawai, makanya urgensi pembangunan perpustakaan sebenarnya tak terlalu diutamakan,” pungkasnya.

Share
Topics
Editorial Team
Yuda Almerio
EditorYuda Almerio
Follow Us