Lebaran di Tengah Genangan, Warga Samarinda Harapkan Bantuan Sembako
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Samarinda, IDN Times- Banjir di Samarinda memang jadi momok. Maklum bencana genangan ini bukan sekali saja terjadi, tapi berkali-kali dan menahun. Gara-gara ini pula warga harus banyak-banyak menghela napas, sebab selain banjir juga ada teror virus corona atau COVID-19. Dan itu semua menggempur saat Lebaran pada Ahad (24/5).
Saat dijumpai, satu di antaranya bernama Basri (49) warga Jalan Pemuda I, Kecamatan Sungai Pinang, menyebut genangan air mulai terasa sejak Sabtu malam (23/5) pukul 19.00 Wita. Perlahan tapi pasti, air terus meluap hingga menyentuh ketinggian paha orang dewasa, hingga membuat Basri harus mengungsi ke kawasan Pasar Segiri.
"Belum ada pemerintah menengok kondisi kami. Ya lebaran sekarang apa adanya aja, yang penting tetap disyukuri," ungkap Basri.
1. Warga terdampak banjir berharap uluran tangan pemerintah
Sembari mendorong perahu oranye yang berisikan istri dan seorang cucunya, Basri perlahan meninggalkan kediamannya menuju tempat pengungsian. Tak banyak pilihan yang biasa ia lakukan, hanya satu harapan Basri, pemerintah bisa meluangkan waktu menengok para warga terdampak saat ini.
"Ya diusahakanlah melihat kami ini yang terkena banjir. Yang penting kami dibantu," harap Basri.
2. Sembako merupakan bantuan yang paling dibutuhkan saat ini
Warga lainnya, Indo' (ibu) Tang (29) begitu ia biasa disapa, mengaku hanya bisa pasrah dengan semua kondisi yang dialaminya. Ibu rumah tangga ini tak bisa berbuat banyak.
"Paling dibutuhkan sekarang, kalau bisa pemerintah beri bantuan sembako," kata ibu tiga anak ini.
Menurut pengalaman dia, sejak lima tahun lalu kondisi Samarinda selalu sama. Hujan lebat berjam-jam pasti banjir. Bila kondisi air sepinggang atau sedada orang dewasa maka air itu bisa surut pekan depan.
"Sampai sekarang air ini masih naik terus mas," jelasnya.
3. Banjir memperburuk kondisi warga yang terkena imbas virus corona
Sebelum banjir, kata dia berkisah, kondisi rumah tangganya sudah begitu pelik lantaran sang suami mendapat pemutusan hubungan kerja (PHK) pada April lalu akibat wabah virus corona.
Dengan kondisi demikian, dirijya berencananya kembali ke kampung halamannya di Tarakan, Kalimantan Utara untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Namun belum sempat terwujud, bencana banjir mengadang.
"Kalau air naik lagi kemungkinan saya ngungsi ke rumah kakak di Jalan Jelawat," akunya.
Meski cobaan terus menimpanya, namun ia beserta anak terkecilnya, Faris (4) tetap berusaha tersenyum. Hal itu tergambar saat ia menemani sang buah hati yang sedang asyik menikmati genangan banjir.