Menangkis Hoaks lewat Perangkat Digital dan Literasi

Facebook paling sering dihinggapi berita bohong

Samarinda, IDN Times - Perkembangan dunia digital tak bisa dibendung. Dari hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2018 sebanyak 171,17 juta dari 264 juta jiwa total penduduk Indonesia terhubung internet.

Nyaris semua warga Nusantara sudah menikmati dunia maya. Hanya 35 persen saja yang tak bermain internet. Bahkan, tiap tahunnya pengguna internet bertambah 27 juta pemakai.

Revolusi industri 4.0 membuat semua hal lebih praktis. Namun di balik itu semua ada bahaya mengintai. Misal, berita bohong atau hoaks. Karenanya, jurnalis melalui media sudah sepatutnya punya tugas memberikan informasi yang tepat.

Itu sebabnya, Google News Intiative Training Network bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan memberikan pelatihan kepada para jurnalis untuk menganalisis kabar tak benar yang berseliweran di media sosial.

1. Hoaks bisa menyasar siapa saja bahkan presiden

Menangkis Hoaks lewat Perangkat Digital dan LiterasiIDN Times/Yuda Almerio

Sekretaris Jenderal AJI, Revolusi Riza mengatakan, penetrasi internet memang tak bisa dihalangi. Dewasa ini, siapapun tak bisa lepas dari gawai demi pemenuhan kebutuhan informasi.

Namun dalam prosesnya kabar yang disebar juga menjadi persoalan. Bahkan akun media sosial, Twitter, milik mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun sempat dicatut. "Padahal kalau diperhatikan jeli, akun tersebut palsu karena enggak punya centang verified warna biru," ucapnya saat menjadi pemateri di Hotel Radja Sabtu (24/8).

Dia mengatakan, itu sebabnya media literasi itu diperlukan. Tingkat membaca warga Indonesia saat ini memang jauh di bawah rata-rata, laporan World's Most Literate Nations yang dikeluarkan Central Connecticut State University (CCSU) pada 2016 lalu menyebut, Indonesia menempati urutan ke-60 dari 61 negara.

Riset CSSU itu memotret lima indikator yang dianggap penting dalam kegiatan membaca, yakni perpustakaan, koran, input pendidikan, output pendidikan, dan ketersediaan komputer.

"Bila hendak menangkal hoaks, membaca merupakan salah satu senjatanya," terangnya.

Baca Juga: Berita Hoaks Laku Akibat Minat Baca Generasi Muda Rendah

2. Menangkal hoaks dengan perangkat digital dan literasi

Menangkis Hoaks lewat Perangkat Digital dan LiterasiIDN Times/Yuda Almerio

Selain itu, kata dia, dengan bantuan teknologi seseorang bisa mengubah informasi dari kanal berita tertentu, kemudian mengganti judulnya sesuai kehendak pembuat. Caranya sederhana, cukup klik kanan pada tetikus (mouse) kemudian pilih inspect.

"Dari situ kamu bisa ganti judul, tapi itu hanya sebentar karena jika di-reload  laman berita kembali seperti semula," terangnya. Itu sebabnya, lanjut dia, sebagian besar kabar bohong menyebar dalam bentuk screen shot.

Sementara itu, pemateri kedua, Muhammad Iqbal menerangkan selain paham dengan media literasi, ada beberapa cara lain untuk menangkis berita bohong. Contohnya saja, melihat dari konten, apakah itu menyesatkan atau sebaliknya, lalu isi dan judulnya tak nyambung. Lalu tahap selanjutnya bisa memeriksa gambar dan sumber berita.

"Dari situ, kamu bisa mengetahui apakah kabar yang disampaikan itu hoaks atau bukan," paparnya.

3. Facebook paling sering dihinggapi berita bohong

Menangkis Hoaks lewat Perangkat Digital dan LiterasiTwitter.com/siapa sih ini

Kata Iqbal, dari sekian banyaknya media sosial, paling sering terpapar berita atau kabar bohong itu adalah Facebook kemudian, WhatsApp, Instagram hingga Twitter.

Informasi yang dihimpun IDN Times, Daily Social sempat merilis persebaran hoaks di media sosial. Kabar berita tak benar tersebut paling banyak ditemukan di Facebook dengan 82,25 persen,  WhatsApp 56,55 persen, kemudian Instagram, 29,48 persen selanjutnya Twitter 21,70 persen.

"Jadi, sudah saatnya jeli melihat setiap detail yang ada, sebab berita bohong atau hoaks sangat berbahaya," pungkasnya.

Baca Juga: 6 Raja Hoaks Paling Hebat dalam Sejarah, Mysterio di Dunia Nyata!

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya