Munculnya Kerajaan Fiktif, Sosiolog: Bentuk Kritik Terhadap Pemerintah

Kerajaan yang diakui pemerintah bisa dapat anggaran

Samarinda, IDN Times - Belakangan sejumlah kerajaan fantasi muncul meramaikan jagat maya. Dengan nama-nama unik, mereka mengklaim diri sebagai jawara dunia.

Misalnya saja, Keraton Agung Sejagat di Purworejo yang mendeklarasikan diri sebagai penerus Raja Majapahit. Keraton ini mengklaim punya kuasa atas Pentagon (kantor utama persenjataan AS) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Lalu ada Sunda Empire, yang berarti kekaisaran Sunda, punya misi memperbaiki tatanan dunia mengikuti arahan dari Bandung. Kemudian King of King yang mengklaim punya duit berlimpah di bank dunia.

“Saat ini memang ramai yang seperti ini (kerajaan fantasi),” ucap Aji Qomariah Hakim, sosiolog budaya dari Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Kalimantan Timur saat dikonfirmasi IDN Times pada Selasa (4/2).

1. Kerajaan fantasi muncul sebagai bentuk kritik terhadap pemerintah

Munculnya Kerajaan Fiktif, Sosiolog: Bentuk Kritik Terhadap PemerintahIlustrasi raja Majapahit, Hayam Wuruk serta rombongan dalam perjalanan menuju suatu tempat (kekunoan.id)

Dalam retorika yang dibawa, para raja abal-abal tanpa legitimasi itu  memanggul klaim yang merusak logika, meskipun begitu tak sedikit pula warga yang teperdaya kemudian turut dalam lingkaran kerajaan fantasi ini.

Bahkan pengikutnya tak sedikit, belum lama ini di Sanggatta, Kutai Timur polisi menangkap dua petinggi King of King.

Mereka ditetapkan sebagai tersangka lantaran menipu sejumlah warga. Lalu apa yang menyebabkan fenomena ini berkembang di masyarakat? Kemudian, Apa yang membuat warga termakan rayuan irasional dari agar bergabung dengan kerajaan-kerajaan fiktif tersebut?

“Secara sosiologi, itu bentuk ketidakpuasan terhadap pemerintah atau kerajaan (kesultanan) saat ini,” jawab Aji Qomariah.

Ia menambahkan, “Namun di sisi lain itu juga bentuk tak meratanya urusan budaya di masyarakat, sehingga kerajaan fiktif ini muncul. Tujuannya tentu agar diperhatikan," ujarnya.

 

Baca Juga: Dua Petinggi King of King Diamankan Polisi di Kutai Timur

2. Keraton dan kerajaan di Indonesia mendapatkan alokasi anggaran dari pemerintah

Munculnya Kerajaan Fiktif, Sosiolog: Bentuk Kritik Terhadap PemerintahRaja dan ratu Kerajaan Agung Sejagat (Tangkapan layar video YouTube/purworejo24.com)

Namun variabel penyebab munculnya kerajaan tersebut, lanjut Aji, tak hanya satu.

Ada hal lain yang melatarbelakangi, boleh jadi persoalan finansial. Sebab Kementerian dalam Negeri (Kemendagri) telah memfasilitasi lembaga adat, termasuk keraton agar mendapatkan alokasi anggaran dari pemerintah daerah, khususnya keraton atau kerajaan yang masih eksis di daerahnya masing-masing.

Fasilitas yang diberikan itu tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) No 39/2007 tentang Pedoman Fasilitasi Organisasi Kemasyarakatan bidang Kebudayaan, Keraton dan Lembaga Adat dalam Pelestarian serta Pengembangan Budaya. 

“Saya kurang tahu alokasinya, namun yang pasti itu bisa juga dijadikan acuan munculnya kerajaan fiktif,” imbuhnya.

3. Urusan finansial memang kerap membuat warga pinggiran gelap mata

Munculnya Kerajaan Fiktif, Sosiolog: Bentuk Kritik Terhadap PemerintahFoto raja dan permaisuri Kerajaan Agung Sejagat turut diamankan polisi. IDN Times/Fariz Fardianto

Urusan finansial memang bisa membuat gelap mata, tutur Aji, itulah penyebab warga Indonesia dapat disusupi dengan mudah.

Ketika seseorang tak mampu lagi mencari jalan keluar dari keterbatasan, maka jalur pintas bakal dipilih. Itu sebab kerajaan fiktif ini bisa menyentuh banyak pihak, karena retorika yang dibawa lekas menyentuh warga pinggiran yang termarginalkan karena tak bisa bersaing dengan arus zaman.

“Respons kita adalah, jangan dimusuhi. Baiknya didekati kemudian dicarikan solusi terbaiknya,” pungkasnya.

Baca Juga: Sambut IKN, Penajam Paser Utara Rintis Perguruan Tinggi Kemaritiman 

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya