Sangasanga Belum Merdeka dari Penjajahan Tambang Batu Bara

Hut ke-74 RI, warga turun ke jalan meneriakan kebebasan

Samarinda, IDN Times - Mentari pagi masih malu-malu menampakkan sinarnya, tatkala belasan anak-anak di Sangasanga, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur turun ke jalan.

Mereka dengan gagah membawa bendera sambil bernyanyi Indonesia Raya pada Sabtu (17/8). Sangasanga adalah salah satu kecamatan di Kukar. Daerah yang berlokasi dekat dengan Samarinda ini punya 34 konsesi Izin Usaha Pertambangan Batu Bara. Dari 23.340 hektare luas administrasi Kecamatan Sangasanga, sebanyak 14.470 ha atau 62 persen wilayah dikuasai tambang emas hitam.

1. Kemerdekaan ada di setiap pidato kenegaraan tapi warga Sangasanga tidak merasakan itu

Sangasanga Belum Merdeka dari Penjajahan Tambang Batu BaraDok.IDN Times/Istimewa

Perjalanan dari rumah itu berakhir di lapangan luas berumput hijau, tepat di samping lubang bekas tambang batu bara CV Sangasanga Perkasa, dengan luas 6 hektare yang punya kedalaman 50- 60 meter.

Ironisnya jarak liang tambang itu hanya puluhan meter dari permukiman warga. Rupanya, anak-anak itu tak sendiri, bersama orangtua dan warga lainnya mereka adakan upacara Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 74 tahun. Sebanyak 290 warga RT 24, Kelurahan Sangasanga Dalam mengikuti upacara.

“Kemerdekaan ada di dalam setiap pidato kenegaraan tapi warga RT 24 Sangasanga dalam tak merasakan itu,” kata Zainuri, sang inspektur upacara dari Solidaritas Lintas Keluarga Melawan Oligarki Tambang (Slamat) 

Zainuri menyebut, sejumlah krisis lingkungan dan sosial tak kunjung berakhir dan bahkan makin bertambah parah. Tercemarnya sumber air serta udara masyarakat, perampasan tanah oleh perusahaan tambang kerap kepada petani.

Dari catatan Jatam Kaltim ada 33 petani yang dikriminalisasi, 8 di antaranya telah dimasukan ke dalam penjara. “Mereka adalah warga yang hidup di lingkaran tambang. Jika industri keruk ini akan mendatangkan kesejahteraan, itu hanyalah mitos,” tegasnya dalam keterangan tertulis.

Baca Juga: Temuan KPK setelah Sidak 4 Perusahaan Tambang di Kaltim 

2. Anak-anak tak leluasa bermain karena ancaman lubang tambang

Sangasanga Belum Merdeka dari Penjajahan Tambang Batu BaraDok.IDN Times/Istimewa

Dengan tema rakyat menolak dijajah tambang, lanjutnya, dia hendak mengirim pesan, yakni apa artinya kemerdekaan jika masih ada lubang tambang yang mengancam? Atau Sudahkah warga merdeka sementara mereka dipaksa angkat kaki dari tanahnya sendiri? “Mungkin istana negara sudah, tapi kami belum!” tegasnya.

Dia menambahkan, ada 58 anak yang tinggal di lingkungan RT 24 Kelurahan Sangasanga Dalam, rerata usia 2–14 tahun. Kini mereka tak lagi leluasa bermain di kampung mereka sendiri karena ancaman dari lubang tambang itu.

Tahun lalu, kampung ini juga pernah diterjang banjir besar. Lagi dan lagi aktivitas penambangan diduga jadi penyebab. Itu sebabnya, warga dengan tegas menolak kembali hadirnya tambang di lingkungan RT 24.

“Kaltim belum merdeka dari penjajahan tambang. Sudah 35 anak tewas di lubang tambang. Fakta itu tak bisa ditolak dan mereka belum merdeka dari ancaman lubang tambang,” sebutnya.

3. Tuntutan warga yang dibacakan dalam upacara HUT Kemerdekaan RI di Kelurahan Sangasanga Dalam

Sangasanga Belum Merdeka dari Penjajahan Tambang Batu BaraDok.IDN Times/Istimewa

Ada beberapa tuntutan Solidaritas Lintas Keluarga Melawan Oligarki Tambang (Slamat),  yakni menuntut pemerintah memulihkan ekosistem yang dirusak oleh konsesi pertambangan, menjadikan Sangasanga kawasan bebas tambang, menuntut pemerintah menciptakan energi bersih ramah lingkungan. 

Selain itu mereka juga menuntut pencabutan IUP CV Sanga-sanga Perkasa, dan IUP lain yang akan beroperasi, serta membangun masyarakat dengan ekonomi mandiri, seperti bertani dan berternak sebagai sumber penghidupan yang berkelanjutan.

4. Menanam seribu pohon hadapi ancaman banjir

Sangasanga Belum Merdeka dari Penjajahan Tambang Batu BaraDok.IDN Times/Istimewa

Kata dia, pada upacara peringatan kemerdekaan Republik Indonesia ini, warga RT 24 beserta seluruh mahasiswa dan aktivis lingkungan sama-sama merenungkan nasib bangsa Indonesia yang belum merdeka.

Belum merdeka dalam di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. Sesudahnya, mereka melakukan penanaman 1000 bibit pohon yang bisa menghasilkan buah. “Kami solidaritas lintas keluarga melawan oligarki tambang menuntut pemerintah, cabut IUP CV SSP dan IUP lainnya,” tekannya.

Baca Juga: KPK Jadi Pemicu Pengungkapan Tambang Ilegal di Kaltim

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya