Peliknya Mendorong Energi Terbarukan agar Jadi Energi Masa Depan

Pengembangan tidak berjalan maksimal di masyarakat

Kukar, IDN Times - Kelurahan Teluk Pemedas Samboja Kutai Kartanegara (Kukar) di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) bak perkampungan biasa. Lokasinya persis berseberangan dengan bibir pantai perairan dengan Selat Makassar.

Satu sudut perkampungan, terlihat rangkaian sambungan pipa paralon, dari satu rumah ke bagian rumah lain dalam satu kawasan. 

Ternyata, itu adalah instalasi pemasangan pipa paralon yang terbilang sederhana, sebagian pipa melintang di jalanan dan rerumputan kampung.  Warna jaringan pipa paralon diameter ¾ inchi ini terlihat memudar semu abu-abu kusam. Beberapa bagian pipa sepanjang 200 meter bahkan memutih dengan rengkahan retak di sana-sini.

1. Pipa paralon untuk jaringan biogas

Peliknya Mendorong Energi Terbarukan agar Jadi Energi Masa DepanLokasi penampungan kotoran hewan ternak sebagai bahan baku biogas di Teluk Pemedas Kukar. Foto istimewa

Pipa paralon di Kelurahan Teluk Pemedas ini tampak seperti pipa jaringan air bersih biasa milik masyarakat pada umumnya. Padahal bukan.

Pipa ini adalah instalasi pipa paralon tua program biogas di zaman Total E&P Indonesie (TEPI). Pada masanya, perusahaan asing asal Prancis selama 40 tahun menguasai area minyak dan gas Blok Mahakam, di mana wilayah kerjanya berada di wilayah Kelurahan Teluk Pemedas.

Saat itu, perusahaan asing ini meluncurkan program corporate social responsibility (CSR) pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) berbahan baku limbah ternak.

Program CSR yang kini dilanjutkan PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) yang merupakan reinkarnasi TEPI, setelah resmi diakuisisi oleh PT Pertamina (Persero).

"Masih pak (berjalan program biogas bagi masyarakat di Teluk Pemedas)," kata Ketua Kelompok Tani Ternak Sejahtera Teluk Pemedas Kukar Asnawi Hatta saat dihubungi, Jumat (5/11/2021).

2. Berawal dari penerimaan hibah hewan ternak

Peliknya Mendorong Energi Terbarukan agar Jadi Energi Masa DepanIlustrasi Sapi (IDN Times/Sunariyah)

Selepas itu, Asnawi memutar kembali peristiwa masa lalu terjadi di masa 7 tahun silam, tepatnya tahun 2014 silam. Saat TEPI di masa itu sedang melaksanakan program CSR bagi masyarakat, khususnya yang berada di area ring satu wilayah kerja migas Mahakam.

Tepatnya saat kelompok tani ternak dipimpinnya menerima hibah sebanyak 10 ekor sapi pada tahun 2014 silam. Masyarakat Kelurahan Teluk Pemedas Samboja saat itu masuk dalam program CSR pemberdayaan oleh pihak TEPI. 

Tentunya setelah menerima hibah hewan ternak ini, masyarakat diharapkan mampu mengembangkannya agar ke depannya bisa beranak-pinak.

Bahkan tidak berhenti sampai di situ, program peternakan hewan ini pun bisa dikembangkan menjadi sumber energi biogas. Lewat proses fermentasi mengubah kotoran hewan ternak menjadi energi biogas yang berguna.

Sebagai catatan, Kecamatan Samboja, Muara Jawa, dan Anggana merupakan area ring 1 wilayah kerja eksploitasi migas Mahakam. Lokasi Kelurahan Teluk Pemedas hanya berjarak 1 kilometer dari instalasi penampungan Stasiun Senipah Peciko South Mahakam (SPS).

Dalam beberapa kesempatan, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Kalimantan Sulawesi menyampaikan, produksi Blok Mahakam mencapai 609 MMscfd dan 30.100 BOD pada tahun 2020 lalu. Lifting produksi Blok Mahakam termasuk yang terbesar di antara blok migas lainnya di Indonesia.

3. Pembangunan instalasi biogas di Samboja Kukar

Peliknya Mendorong Energi Terbarukan agar Jadi Energi Masa DepanTabung penampung biogas produksi dari kotoran hewan ternak di Teluk Pemedas Kukar. Foto istimewa

Bersamaan dengan hibah hewan ternak, pihak TEPI membangun digester biogas, penampungan limbah sapi hingga instalasi pipa ke rumah warga.  

Instalasi pemprosesan biogas senilai Rp50 juta ini  mampu menampung 12 kubik kotoran sapi yang nantinya bisa menghasilkan biogas. Prosesnya sebenarnya cukup sederhana, di mana kotoran sapi didiamkan dalam tangki penampungan dengan tambahan air secukupnya.

Hanya cukup diendapkan dalam waktu dua hari, gas buang berada di atas tangki penampungan ini secara otomatis sudah menghasilkan biogas, radius tekanannya bisa menjangkau rumah masyarakat sekitar.

"Kelompok tani di sini ada beberapa orang anggotanya. Setelah bersepakat, akhirnya kami menunjuk anggota kelompok kami yang dianggap mampu mengelola biogas," papar Asnawi.

Mereka awalnya bersepakat agar sama-sama menjaga produksi biogas ini. Apalagi anggota kelompok tani seluruhnya adalah penerima hibah hewan ternak sapi, sehingga diharapkan masing-masing bisa berkontribusi dalam penyediaan limbah kotoran.

Apalagi sesuai kesepakatan, mereka ini nantinya juga yang memperoleh manfaat suplai biogas dari kotoran ternak.

Awalnya semua memang berjalan lancar, produksi biogas bisa menyenangkan para anggota. Gas gratis bisa dinikmati seluruh anggota kelompok tani kurang lebih dua tahun sejak peresmiannya.

Baca Juga: Pertamina Ukur Kepuasan Warga tentang Program CSR di Balikpapan

4. Program CSR biogas di Samboja timbul permasalahan

Peliknya Mendorong Energi Terbarukan agar Jadi Energi Masa DepanProgram biogas yang tidak berhasil di Teluk Pemedas Kutai Kartanegara. Foto istimewa

Tetapi berjalannya waktu, distribusi biogas di antara masing-masing anggota kelompok tani mendadak macet. Jaringan pipanya bocor di sana-sini dimakan usia. Ketiadaan inisiatif perawatan jaringan pipa sehingga menyebabkan terjadinya penurunan tekanan biogas. 

"Keropos pipanya termakan usia. Tekanan gasnya tidak mampu lagi menjangkau rumah saya," ungkap Asnawi. 

Butuh biaya besar mengganti pipa paralon sepanjang 200 meter terhitung jarak lokasi penampungan hingga ke rumah masing-masing warga. Setidaknya perlu 100 pipa paralon pengganti baru yang total harganya diperkirakan bisa mencapai Rp2 juta.

"Sekarang ini kembali mempergunakan tabung gas ukuran 3 kilogram, sebulan habis Rp100 ribu," papar Asnawi yang keberatan membeli sendiri pipa pengganti.

"Andai program jaringan gas (jargas) kota ada di sini, semestinya kami berhak memperoleh program ini dibanding tempat lain," keluhnya.

Kekecewaan bukan hanya dialami Asnawi, seorang tetangganya pun mengeluhkan permasalahan yang sama. Suarta yang juga anggota Kelompok Tani Ternak Sejahtera melaporkan instalasi biogasnya tidak berjalan seperti harapan.

Entah apa penyebabnya, instalasi gagal berproduksi.

"Produksi biogas di rumah saya malah sama sekali tidak berfungsi," keluh Suarta yang juga menjadi anggota Kelompok Tani Ternak Sejahtera.

Seperti halnya dengan lainnya, pria berdarah Sunda ini sebenarnya juga penerima hibah hewan ternak sapi. Oleh pihak TEPI, ia pun kemudian dibantu membangun instalasi biogas dengan mempergunakan teknik terbaru.

Perangkatnya ringkas dilengkapi fasilitas penampungan gas permanen terbuat dari baja. Tujuannya selain memberikan keamanan juga diharapkan mampu menghasilkan produksi biogas yang maksimal. 

Tetapi hasil sebaliknya yang diterimanya. 

"Perangkat penampungan gas dari baja hasilnya tidak maksimal," ungkap Suarta.

Entah kenapa, produksinya tidak melimpah. Tekanan gasnya pun mengecewakan. Akibatnya biogas sulit menjangkau rumah-rumah di sekelilingnya yang semestinya bisa menjadi pengguna.

Praktis hanya rumah Suarta saja yang bisa menikmati produksi biogas ini.

"Hanya satu rumah bisa teraliri di bawah, dengan tekanan minimal," papar Suarta.

5. Kisah warga yang sukses mengelola biogas

Peliknya Mendorong Energi Terbarukan agar Jadi Energi Masa DepanProgram CSR pengembangan biogas di Desa Teluk Pemedas Samboja Kutai Kartanegara. Foto istimewa

Hanya saja memang ada juga cerita sukses proyek biogas di Kelurahan Teluk Pemedas Samboja Kukar.

Pria yang berhasil dalam pengelolaan biogas ini adalah Ahmad Solihin, salah seorang anggota Kelompok Tani Teluk Pemedas.

Pria berdarah Jawa ini merupakan penerima pertama program CSR biogas TEPI di tahun 2014. Saat itu, Solihin dipercaya mengurusi produksi biogas hingga proses distribusi ke anggota lainnya.

"Biogas di sini yang masih memproduksi dengan baik," ungkapnya.

Selama bertahun-tahun, Solihin ternyata bisa juga mengelola fasilitas biogas memanfaatkan kotoran sapi. TEPI pula yang membangun bungker kotoran ternak plus instalasi jaringan ke rumah warga; Arbain, Asnawi Hatta, dan Solihin.  

"TEPI membantu material untuk membangun bungker dan instalasi. Warga mengerjakan sendiri pembangunannya dibantu tenaga ahli TEPI," tuturnya.

Proses pembuatan biogas terbilang mudah. Solihin hanya perlu memastikan ketersediaan 15 kilogram kotoran sapi dan air di bungker dalam tanah.

Secara alamiah, bungker ini memproduksi biogas yang kemudian disalurkan ke rumah warga.

"Bungker kapasitas 5 kubik ini mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari tiga keluarga. Setiap hari masukan 15 kilogram kotoran sapi dicampur dengan air ke dalam bungker," ujarnya. 

Limbah biogas secara otomatis keluar dari saluran pembuangan. Ampasnya masih bisa dimanfaatkan sebagai pupuk kandang.

6. Persoalan pengelolaan biogas di Teluk Pemedas

Peliknya Mendorong Energi Terbarukan agar Jadi Energi Masa DepanBiogas di Teluk Pemedas Kukar dipergunakan untuk kebutuhan memasak rumah tangga. Foto istimewa

Tetapi di sisi lain, Solihin pun mengakui bukan perkara mudah menjaga konsistensi pengelolaan biogas.  Seiring berjalannya waktu, kelompok ini mulai kesulitan merawat dan pengembangan penerima manfaat.

Beberapa jaringan pipa paralon juga akhirnya mulai rusak karena termakan oleh usia. 

Permasalahan ini yang di awal cerita menjadi bahan keluhan sudah disampaikan Asnawi Hatta.

Hingga akhirnya setelah kurun waktu dua tahun setelah peresmian, distribusi biogas ke masyarakat akhirnya mandek total. 

"Sekarang tersisa hanya saya yang masih bisa menikmati biogas. Sisanya sudah tidak berfungsi dengan berbagai permasalahan," ungkap Solihin.

Patut dimaklumi juga, kenapa hingga kini Solihin masih bisa menikmati produksi biogas.

Pasalnya lokasi produksi biogas dan rumahnya hanya berjarak 10 meter sehingga tekanan gasnya masih bisa menjangkau.

7. PHM maksimal dalam pengembangan program biogas

Peliknya Mendorong Energi Terbarukan agar Jadi Energi Masa DepanArea wilayah kerja migas Blok Mahakam di Samboja Kutai Kartanegara Kaltim. Foto istimewa

Seperti sudah banyak diberitakan media massa, wilayah kerja Blok Mahakam sekarang ini dikuasai PHM sebagai cucu dari Pertamina. Meskipun sudah berganti bendera, pihak perusahaan tetap konsisten dalam melanjutkan program-program CSR yang sebelumnya dianggap berhasil di zaman TEPI.

Tiga kecamatan ring 1 Blok Mahakam menjadi prioritas PHM. Samboja dan Muara secara khusus menjadi lokasi pengembangan program biogas. Pihak perusahaan beranggapan bahwa, kondisi geografis dan karakter masyarakatnya cocok budi daya ternak sapi, bahan baku biogas.

Apalagi Samboja memiliki wilayah daratan yang cukup luas sehingga cocok dalam budi daya hewan ternak seperti sapi dan lainnya.

"Kalau Anggana areanya mayoritas adalah rawa-rawa," kata Kepala Departemen CSR PHM Elis Fauziah.

Anggana memiliki luas 1.800 kilometer persegi di muara Sungai Mahakam. Mayoritas wilayahnya meliputi delta sungai dengan pulau-pulau kecil di dalamnya. Bisa diduga, penduduknya sebagian besar berprofesi sebagai nelayan maupun petambak ikan.

Sedangkan, Samboja dan Muara Jawa menjadi pusat populasi berpenduduk 62 ribu jiwa berprofesi petani dan pedagang. Total luas dua kecamatan 1.740 kilometer persegi.

Dalam kaitan pelaksanaan program CSR, PHM juga melakukan kajian internal tentang pelaksanaannya di area ring 1 kerja. Dalam waktu bersamaan, perusahaan pun menampung aspirasi sesuai sosial ekonomi masyarakat.

"Tim internal kami yang melakukan kajian sesuai kondisi masyarakat. Kami juga menampung aspirasi dari masyarakat tentang program CSR," tutur Elis.

8. Program biogas dianggap kurang berhasil

Peliknya Mendorong Energi Terbarukan agar Jadi Energi Masa DepanSeorang petugas sedang mengecek saluran biogas di Pondok Pesantren Baiturrahman, Kabupaten Bandung. IDN Times/Debbie Sutrisno

Dalam prosesnya, Elis mengakui, pengembangan biogas di Samboja dan Muara Jawa tidak mudah. Banyak tantangan dan rintangan dalam pengembangan energi terbarukan ini.

Seperti contohnya yang sekarang ini terjadi di Samboja, di mana karakteristik warga setempat belum terbiasa dalam budi daya ternak sapi modern.

Selama enam tahun terakhir, perusahaan hanya mampu memasang 4 unit biogas di Teluk Pemedas, Senipah, dan Muara Kembang. Hasilnya, hanya 16 keluarga penerima manfaat sejak program digulirkan.

Jumlahnya merupakan kalkulasi program di masa TEPI dan PHM. Angkanya sudah disebutkan ini, bisa jadi lebih rendah dari perkiraan awal disampaikan pihak PHM.

Elis berdalih bermacam kendala harus dihadapi dalam menjalankan program energi ini.

Salah satunya, ia mencontohkan, kesulitan warga yang mengeluhkan dalam memperoleh kotoran sapi sebagai bahan baku utama produksi biogas.

PHM memang sudah menghibahkan hewan ternak sapi pada masyarakat. Harapannya, selain jumlah hewan ternak bertambah, juga menghasilkan kotoran bisa menjadi bahan baku biogas.

Permasalahannya, warga di sini belum terbiasa dalam beternak hewan secara modern. Di mana hewan ternak dikumpulkan bersamaan dalam satu lokasi peternakan.

Sebaliknya, mayoritas warga beternak secara tradisional dengan membiarkan ternak berkeliaran, di lapangan, kebun, dan ladang.

"Bahan baku kotoran sapi sulit terkumpul," ungkap Elis.

Permasalahan kian runyam dengan minimnya kekompakan internal di antara para kelompok tani. Dalam berbagai kasus, mereka terganggu pelbagai faktor non teknis seperti perbedaan politik di antara anggota.

Seperti contohnya saat terjadi perbedaan pandangan politik, mereka pun lantas enggan melanjutkan kerja sama dalam pengembangan biogas.

"Kalau di Kukar masih ada pemilihan kepala desa (pilkades). Masing–masing punya pendukung. Kalau pilihannya beda, mereka tidak mau lagi kerja sama," keluh tutur Elis.

Baca Juga: Proyek RDMP Kilang Pertamina Balikpapan dan Lawe-Lawe Tuntas 2024 

9. Perusahaan menawarkan program baru solar cell

Peliknya Mendorong Energi Terbarukan agar Jadi Energi Masa Depanid.pinterest.com

Sehubungan itu, Elis berkesimpulan terjadi ketergantungan warga atas program-program sudah digulirkan PHM. Padahal semestinya, menurutnya, CSR perusahaan hanya dijadikan sebagai pemicu kemandirian serta kemajuan kelompok masyarakat.

Masyarakat tidak boleh terus menerus tergantung pada CSR perusahaan. Karena pada hakikatnya, cepat atau lambat perusahaan tidak bisa selamanya berdomisili di Samboja.

"Mungkin karena karakter masyarakat pesisir yang terbiasa mengambil sesuatu sudah jadi dari laut. Mereka tidak terbiasa harus melalui proses dahulu," ujar Elis.

"Berbeda dengan di Jawa yang sukses mengelola biogas," imbuhnya membandingkan.

Berdasarkan evaluasi ini, Elis pun mencoba menawarkan opsi lain.

Energi bersih terbarukan sesuai karakter geografis Kalimantan; solar cell dan bayu.

Energi surya akhirnya dipilih mengingat Kaltim menjadi perlintasan garis khatulistiwa. Program baru ini sudah digelar di 65 rumah warga Tanjung Pimping Desa Tani Baru Anggana dan 49 rumah warga Muara Pegah Muara Kembang Muara Jawa.

"Belum ada respons dari biogas sehingga ditawarkan alternatif lain yakni program solar cell ini," ungkap Elis.

Dengan adanya program solar cell ini, ia mengharapkan agar perkembangannya lebih sukses dibandingkan program biogas yang terkesan jalan di tempat. Meskipun begitu, Elis lebih yakin dengan program satu ini yang dianggapnya lebih tepat sesuai kondisi geografis masyarakat.

Khususnya dalam penyediaan energi baru terbarukan yang murah bagi masyarakat.

10. Strategi agar program CSR dapat berjalan sukses di masyarakat

Peliknya Mendorong Energi Terbarukan agar Jadi Energi Masa DepanIlustrasi kampus UGM (Dok: Humas UGM)

Pada kenyataannya memang bukan perkara mudah dalam menyukseskan program CSR untuk masyarakat. Persoalan klasik yang diakui sendiri Kepala Pusat Studi Energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogjakarta Deendarlianto saat dihubungi.

Dalam proses pelaksanaan CSR, apalagi dalam pemanfaat energi baru terbarukan, ia  memaklumi munculnya dinamika di lapangan. Karakter masyarakat di Indonesia memang tidak terbiasa dengan perubahan, dari biasanya memanfaatkan energi fosil menjadi energi baru terbarukan.

"Perlu shock culture di dalam masyarakat kita," ujarnya singkat.

Selama puluhan tahun ini, pola pikir masyarakat Indonesia sudah terlanjur dan melekat tentang pelbagai keunggulan diberikan energi fosil. Seperti keuntungan jangka pendek; murah, gampang diperoleh, dan berkekuatan daya tinggi. 

Padahal di balik semua itu, ada ancaman jangka panjang nantinya dialami masyarakat.  

"Masyarakat tidak menyadari di balik energi fosil ini ada dampak lingkungan yang akan terjadi," ujarnya.

Persoalan perbedaan sudut pandang yang semestinya menjadi tugas pemerintah. Ini menjadi tugas Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal  dalam menyosialisasikan kegunaan energi baru terbarukan di wilayah terpencil dan remote area.

"Lewat forum diskusi maupun kerja sama swasta," ujar Deendarlianto.

11. Kampanye tentang arti penting energi baru terbarukan

Peliknya Mendorong Energi Terbarukan agar Jadi Energi Masa DepanKepala Desa Kadirejo, Riyadi melakukan pengecekan jaringan internet tenaga surya SuryaNett menggunakan smartphone di atap kantor balai desa, 3 November 2020. Listrik dari tenaga surya ini digunakan untuk mendukung jaringan internet yang kerap terkendala ketika terjadi pemadaman arus listrik. Pembagunan SuryaNett menjadi bagian kebutuhan internet masyarakat desa secara agar berdikari baik secara ekonomi maupun literasi. IDN Times/Dhana Kencana

Deendarlianto menyatakan, kampanye energi baru terbarukan harus terus menerus digaungkan, dengan tujuan menyentuh pola pikir masyarakat tentang arti penting dan kegunaannya.

Pertama-tama, pelbagai strategi pendekatan sosial perlu dilakukan untuk memetakan kondisi sosial masyarakat. Tujuannya sederhana, agar kepentingan besar dapat dicapai dengan melibatkan unsur masyarakat secara semestinya.

"Kuncinya adalah duduk bersama demi keberhasilan program. Posisi semua unsur adalah setara dan tidak ada merasa paling tinggi dibanding lainnya," ujar Deendarlianto.

Pemetaan sosial menjadi dasar pengembangan kelembagaan di masyarakat. Kelembagaan untuk memastikan manfaat, keberlangsungan program dan stimulan ekonomi.  

"Sehingga kelembagaan ini yang membuat masyarakat mandiri tidak tergantung lagi dalam menjaga keberlangsungan program," papar Deendarlianto.

Puncaknya adalah pelaksanaan teknis program EBT melibatkan unsur masyarakat. Tugas lapangan lebih mudah saat perencanaan tertata matang.

"Pemantauan di lapangan terus menerus dilakukan agar program berjalan maksimal," ungkap Deendarlianto.

12. Melibatkan pihak akademisi

Peliknya Mendorong Energi Terbarukan agar Jadi Energi Masa Depanpexels

Deendarlianto bisa berbicara banyak seperti ini mengacu pengalaman UGM dalam melaksanakan program-program kemasyarakatan maupun CSR perusahaan. Dalam praktiknya, UGM terkadang butuh waktu bertahun-tahun dalam pemetaan permasalahan sosial sekaligus pembentukan kelembagaan program.

Setelah semua bisa berjalan dengan lancar, mereka baru menyentuh pada pelaksanaan inti program yang akan diberikan pada masyarakat.

Sehubungan pengalamannya itu agar program CSR berjalan lancar, Deendarlianto menyarankan, perusahaan menggandeng pihak kampus terkait pemetaan kondisi sosial masyarakat. Menurutnya, akademisi memiliki sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dalam pelbagai kajian ilmu.

Sebagai catatan, Tri Darma Perguruan Tinggi mengamanatkan peran kampus; pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian pada masyarakat. Selama ini, kampus dianggap sudah memiliki pengalaman melaksanakan program pengabdian.

Pelaksanaannya bisa memanfaatkan dana dari internal universitas, perusahaan, pemerintah, hingga hibah luar negeri.

Sehubungan permasalahan dihadapi PHM di lapangan, Deendarlianto menyarankan agar perusahaan migas ini berkoordinasi dengan pihak kampus yang ada di wilayah Kaltim.

Sesuai karakternya, kampus-kampus di Kaltim tentunya lebih mempunyai pengalaman sekaligus kedekatan sosial dalam memahami permasalahan dihadapi masyarakat.

"Nanti bisa disinergikan bersama di antara perusahaan, kampus, pemda, dan masyarakat. Kaltim pastinya ada kampus yang berkualifikasi seperti itu," tegas Deendarlianto.

13. Program energi terbarukan yang sukses di lapangan

Peliknya Mendorong Energi Terbarukan agar Jadi Energi Masa DepanPT PLN (Persero) terus berupaya mengalirkan listrik desa-desa terpencil di Papua dan Papua Barat dengan memanfaatkan energi tenaga surya. (Dok. PLN)

Deendarlianto mencontohkan pengembangan energi baru terbarukan yang cukup berhasil di masyarakat. Seperti sudah berjalan, program energi baru terbarukan solar cell di Tanjung Jabung Timur Jambi dan Solok Selatan Sumatera Barat (Sumbar).

Program kerja sama antara US Agency for International Development (USAID) dan UGM dalam mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan di daerah-daerah terpencil di Indonesia.

Pihak USAID ini dan UGM tidak main-main untuk menyukseskan programnya. Setidaknya, mereka butuh waktu tiga tahun dalam merancang agar program ini berjalan lancar, baik dari tahap perencanaan, sosialisasi, hingga realisasi agar bisa dinikmati masyarakat.

"Total pelaksanaan program memakan waktu 3 tahun," ungkapnya.

Saat itu, UGM menerjunkan tim besar terdiri para pakar lintas kajian ilmu; sosial, budaya, hukum, ekonomi, hingga teknik. Hasil survei ini lantas dianalisis di kampus berdasarkan teori keilmuan dan pengalaman pakar.

"Kami desain rencana program agar memudahkan tim teknis melaksanakan implementasi lapangan," tutur Deendarlianto.

Demikian pula pengembangan energi baru terbarukan fasilitas publik di Kepulauan Karimunjawa Jawa Tengah (Jateng). Masyarakat diajak bersama-sama secara mandiri mengelola dan merawat fasilitas energi solar cell.

"Programnya mampu mendorong masyarakat mandiri mengelola energi solar cell tanpa bantuan pihak lain," tegasnya.

Strategi pendekatan sosial pun dipakai dalam program reboisasi lahan kritis di Desa Banaran Gunung Kidul. Program CSR BUMN dan UGM ini berhasil menjadikannya sebagai lokasi hutan wisata Wanagama populer hingga kini.

"Totalnya kerja sama UGM dengan pihak lain lumayan banyak sehingga tidak mungkin menyebutkan satu per satu," kata Deendarlianto.

Baca Juga: Pertamina Sambut Bulan Energy dan Loss KPI Area Balikpapan

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya