TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kesultanan Sambaliung, Jejak Perjuangan Melawan Penjajahan Belanda

Kesultanan berjaya di Kabupaten Berau

Peninggalan sejarah Kerajaan Kutai Lama di Kalimantan Timur. (IDN Times/Wibisono)

Berau, IDN Times - Kabupaten Berau, yang dulunya adalah sebuah kerajaan yang berpengaruh pada zamannya, kini masih menyimpan sejarah gemilangnya. Wilayah kekuasaannya terbentang luas, bahkan mencakup beberapa wilayah di Kalimantan Timur (Kaltim).

Jejak kebesaran Kesultanan Sambaliung di Berau masih terasa hingga kini, terutama dalam perlawanan terhadap penjajahan Belanda di Indonesia. Berikut adalah daftar para sultan yang pernah memimpin Kesultanan Sambaliung di Berau:

1. Para Sultan Sambaliung

Sultan Muhammad Alimuddin dari Kesultanan Sambaliung di Berau. (IDN Times/Wibisono)

Selama Kesultanan Sambaliung berdiri, berikut ini nama-nama Sultan yang telah memimpin yaitu di antaranya:

  1. Sultan Alimuddin (Raja Alam), memerintah dari tahun 1830 hingga 1836
  2. Sultan Kaharuddin (Raja Bungkoh), memerintah dari tahun 1844 hingga 1848
  3. Sultan Hadi Jalaluddin bin Alam, memerintah dari tahun 1848 hingga 1850
  4. Sultan Asyik Syarifuddin bin Alam, memerintah dari tahun 1850 hingga 1863
  5. Sultan Salehuddin, memerintah dari tahun 1863 hingga 1869
  6. Sultan Adil Jalaluddin bin Muhammad Jalaluddin, memerintah dari tahun 1869 hingga 1881
  7. Sultan Bayanuddin bin Muhammad Jalaluddin, memerintah dari tahun 1881 hingga 1902
  8. Sultan Muhammad Aminuddin, memerintah dari tahun 1902 hingga 1960

Baca Juga: Peninggalan Sejarah Kesultanan Sambaliung di Berau

2. Sultan Alimuddin (Raja Alam)

Foto-foto perang terjadi di Balikpapan Kalimantan Timur. (IDN Times/Wibisono)

Sultan Alimuddin, sebagai sultan pertama Kesultanan Sambaliung, memiliki peran penting dalam mengembangkan kekuasaan kesultanan. Beliau merupakan keturunan Raja pertama Kerajaan Berau, yaitu Baddit Dipattung atau Raja Aji Surya Natakesuma, dan cucu dari Sultan Hasanuddin.

Pada tahun 1990, Sultan Alimuddin mengonsolidasikan kekuasaan kesultanan dengan mengklaim kembali semua tanah dinas. Kesultanan Sambaliung juga memiliki kontrol atas potensi tambang batu bara dan minyak bumi di wilayahnya.

Pada masa pemerintahan Adji Muhammad Alimuddin, Kesultanan Kutai Kartanegara berhasil memperoleh kedaulatan pemerintahan sendiri pada tahun 1902. Namun, daerah administratif kesultanan kemudian dibagi menjadi dua distrik pemerintahan pada tahun 1905, yaitu Ulu Mahakam dan Muara Mahakam.

Pada tahun 1908, distrik Ulu Mahakam disewakan kepada Belanda dengan royalti sebesar 12.990 gulden per tahun. Hal ini mengakibatkan banyaknya pendatang dari berbagai suku di Kota Samarinda.

Di bawah kepemimpinan Sultan Alimuddin, Kesultanan Sambaliung aktif memperkokoh persatuan antar-suku, seperti Suku Bugis dan Suku Solok, untuk menghadapi kepentingan dagang Belanda. Prestasinya dalam mengusir Belanda pada tahun 1810 juga diakui dengan pemberian penghargaan Bintang Jasa Utama oleh Presiden BJ Habibie.

3. Masuknya kapal Belanda ke Berau

Pinterest

Pada tahun 1908 daerah distrik Ulu Mahakam disewakan kepada Belanda. Dengan adanya royalti yang diperoleh Sultan sebesar 12.990 gulden per tahun. Dengan adanya pemerintahan di Long Iram, ternyata banyak orang-orang Banjar dan Bakumpai dari Kalimantan Selatan, Suku Kutai, Suku Bugis dan juga Suku Tionghoa yang ada di Kota Samarinda berdatangan. 

Kemudian pada tahun 1907,  mulai berkembang berbagai misi gereja Katolik pertama dengan pusat gerakannya (stasi) di Laham, Kutai Barat, Hingga di tahun 1911, dibukanya sekolah di Laham.

Di bawah kepemimpinan Sultan Alimuddin, pemerintahan Kesultanan Sambaliung sangat mengerti dengan adanya siasat licik dari pihak Belanda. Oleh karena itu, pemerintahan dari jauh-jauh hari telah mempersiapkan diri. 

Salah satunya dengan cara memperkokoh persatuan seluruh rakyat dengan suku lainnya seperti Suku Bugis dan Suku Solok. Sultan Alimuddin memiliki hubungan yang semakin erat dengan Suku Bugis dan Solok.

Berita Terkini Lainnya