TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bahan Baku Sampah Plastik PET yang Masih Kurang di Indonesia

Ambisi menggenjot ekonomi sirkular bisa terganjal 

ilustrasi daur ulang limbah plastik menjadi produk baru (freepik.com/storyset)

Balikpapan, IDN Times - Industri daur ulang belum memperoleh bahan baku jenis jenis plastik polyethylene terephthalate (PET) dari dalam negeri. Ini yang membuat industri daur ulang tanah air harus mengimpor bahan baku sampah plastik hingga 750 ribu ton per tahun.

Permintaan industri plastik nasional diprediksi akan terus meningkat hingga menjadi 8 juta ton pada Tahun 2025. Seperti diketahui, kemasan botol dan galon plastik PET dituding peningkatan sampah plastik di dunia. 

Di sisi lain, sampah plastik jenis PET ini adalah bahan baku penting dalam industri daur ulang dan berperan besar dalam ekonomi sirkular di Indonesia. Beberapa pakar bahkan menyebutkan berfaedah membantu menyelesaikan persoalan lingkungan dan ekonomi masyarakat.

“Tingkat daur ulang sampah plastik di Indonesia baru menyentuh angka 7 persen, dengan jenis plastik jenis PET (yang lazim digunakan untuk kemasan AMDK botol dan galon) mencapai 75 persen tingkat daur ulang,” paparan Lembaga Sustainable Waste Indonesia (SWI) dalam keterangan tertulis baru-baru ini. 

Baca Juga: Penumpang Bandara Sepinggan Balikpapan Naik 65 Persen selama Nataru

1. kemasan plastik minuman ringan memiliki rantai daur ulang yang stabil

Ilustrasi daur ulang sampah (ANTARA FOTO/Syaiful Arif)

Survei SWI menyebutkan, kemasan plastik minuman ringan pascakonsumsi sudah memiliki rantai daur ulang yang stabil. Kontribusi jenis PET adalah, kemasan minuman ringan untuk daur ulang mencapai 30 persen hingga 48 persen dari total penghasilan pengumpul sampah. 

Perusahaan air minum dalam kemasan, dari pemimpin pasar hingga produsen lokal lazim memanfaatkan plastik jenis PET untuk kemasan air minum. Namun, jumlahnya plastik jenis ini disadari belum mencukupi guna memenuhi kebutuhan dalam negeri. 

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang berkomitmen menggencarkan ekonomi sirkular dan capai target zero waste pada 2030.  Sepanjang 2022, kementerian mencatatkan sebanyak 64 persen timbulan sampah yang telah berhasil dikelola dari total 68,5 juta ton sampah nasional.

Komitmen KLHK, angka ini akan terus ditingkatkan lagi hingga akhirnya berhasil mencapai zero waste pada 2030.

2. Pengelolaan sampah dengan menggencarkan penerapan ekonomi sirkular

Perajin menyelesaikan kerajinan tempat lampu dari galon air bekas di Sangkar Semut, Depok, Jawa Barat, Selasa (23/8/2022). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/rwa

Peningkatan pengelolaan sampah dengan menggencarkan penerapan ekonomi sirkular sekaligus mendorong sampah menjadi industrialisasi. 

Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK dalam keterangan tertulisnya mengatakan, tentang strategi pengelolaan sampah di Indonesia pada 2022. 

“Kuncinya adalah ekonomi sirkular yang terkait dengan bagaimana agar sampah tidak terbuang ke tempat pembuangan akhir,” paparnya.

Sistem ini yang membuat menjadi zero waste dan zero emission.

Strategi peningkatan pengelolaan sampah ini antara lain akan dilakukan dengan menggencarkan penerapan ekonomi sirkular dan mendorong sampah menjadi industrialisasi.

Berdasarkan data yang dikeluarkan Ditjen PSLB3, dari total 68,5 juta ton sampah nasional, tercatat komposisi sampah yang paling dominan adalah sisa makanan, plastik dan kertas.

Data ini tak beda jauh dengan laporan pascaperayaan malam tahun baru 2023 di Jakarta yang mencatat sampah terbanyak didominasi botol air kemasan, wadah makanan, plastik, dan sampah kertas.

3. Botol plastik kemasan sudah menjadi persoalan

Ilustrasi Daur Ulang Sampah Plastik (Dok. IDN Times)

Sampah botol plastik kemasan dan plastik memang sudah sedemikian lama menjadi persoalan. Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 mencetuskan peta jalan pengurangan sampah oleh produsen dengan menargetkan pengurangan sampah hingga sebesar 30 persen pada tahun 2030.

Target pengurangan tersebut dilakukan dengan, antara lain mendorong produsen AMDK mengubah desain produk berbentuk mini menjadi lebih besar hingga ke ukuran 1 liter, untuk mempermudah pengelolaan sampahnya.

Di samping itu, produsen diminta juga untuk mengimplementasikan mekanisme pertanggungjawaban terhadap produk dalam kemasan plastik yang dijual, saat nantinya produk tersebut menjadi sampah. 

Dua hal ini, upaya size up dan EPR oleh produsen masih menjadi tantangan implementasi Permen KLHK No. 75/2019.

“Permen LHK No 75/2019 ini merupakan upaya pemerintah menekan volume sampah di Indonesia,” kata Rosa Vivien Ratnawati. 

Berbekal Permen LHK ini, KLHK terus mendorong para pelaku usaha  agar mempermudah pengelolaan sampah plastik dengan memperbesar ukuran produk, sehingga mudah dikumpulkan dan dimanfaatkan kembali melalui proses daur ulang.

Peta Jalan yang diintroduksi oleh KLHK diyakini memberi peluang sangat besar kepada para pelaku usaha agar melakukan  industrialisasi melalui daur ulang.

Baca Juga: Hari Ini, 4.500 UMKM di Balikpapan Mencairkan BLT dari Pemprov Kaltim

Berita Terkini Lainnya