Asuransi Jawab Kebutuhan Proteksi Masyarakat di Masa Pandemik

Mesti sesuaikan dengan kebutuhan nasabah millennial 

Balikpapan, IDN Times - Hidup di zaman sekarang sudah lazim hukumnya bersinggungan dengan layanan jasa keuangan. Macamnya beragam, dari jasa perbankan, finansial teknologi, asuransi, dan investasi.

Bahkan di akhir masa pensiun pun, masyarakat tetap harus bersinggungan dengan jasa keuangan. Ini disampaikan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalimantan Timur (Kaltim) Made Yuda. 

Menurutnya, masyarakat zaman now bahkan cenderung lebih peduli terhadap tujuan hidup sejahtera. Oleh karena itu juga ada banyak peralihan pemahaman, dari pengguna jasa keuangan di era dulu dan sekarang. 

"OJK melihat, persaingan jasa keuangan bukan lagi mana yang memberi tingkat suku bunga paling menarik. Tetapi lebih menuntut pada shifting layanan," ungkapnya dalam diskusi prospek dan tantangan asuransi jiwa 2021 via virtual, Selasa (29/6/21). 

1. Tuntutan generasi millennial terhadap penyedia jasa keuangan

Asuransi Jawab Kebutuhan Proteksi Masyarakat di Masa PandemikIlustrasi Asuransi (IDN Times/Mardya Shakti)

Made menjelaskan, demografi pengguna jasa keuangan kini sudah berubah. Sekarang masanya Generasi X, Y, dan Z. Masanya Generasi millennial. Mereka menuntut layanan jasa keuangan yang cepat dan mudah. Ke depannya, persaingannya adalah dari sisi tersebut.

"Mana yang lebih cepat, mudah, andal, dan aman. Itu pasti yang akan bisa menjawab tantangan pelayanan ke depannya. Artinya kita sekarang berbicara tentang layanan keuangan yang sifatnya teknologi atau digital," ungkapnya. 

Made membeberkan, jasa keuangan yang cukup berpotensi digunakan oleh millennial adalah yang bisa menjamin kehidupan mereka. Dalam hal ini salah satu yang akan timbul dalam perjalanan kehidupan adalah risiko. Nah, salah satu produk lembaga jasa keuangan untuk memproteksi diri dari risiko adalah produk asuransi. 

"Misalnya menabung di asuransi dan bank. Ini adalah dua hal yang berbeda. Jika memilih bank, yang kita pikirkan adalah kemudahan dan tingkat suku bunga. Sementara jika menabung di asuransi yang dibeli bukan suku bunga melainkan proteksi," terangnya. 

Kelebihan asuransi dibandingkan menabung di bank adalah, jika menabung di bank dan butuh biaya berobat, misalnya, maka bisa saja uang yang ditabung akan habis. Sementara jika memiliki proteksi, biaya pengobatan bisa jadi ditanggung oleh asuransi tersebut. 

"Jika memiliki asuransi, jika kejadian yang sama terjadi, maka biaya pengobatan akan aman karena ditanggung asuransi. Jika kita memiliki asuransi maka jika terjadi sakit pembiayaan bisa ditanggung pihak lain ini," terang Made.

Lalu jika tidak sakit bagaimana? Menurut dia, fungsi dari asuransi ini adalah produk yang gunanya mengantisipasi segala sesuatu yang tidak dikehendaki. Karena segala sesuatu bisa saja terjadi. 

"Semua orang berharap sehat, tetapi paling tidak kita bisa menghindari adanya risiko kematian atau sakit. Jika ada asuransi, maka beban ekonomi akan pindah ke pihak lain," kata Made.

Sehingga, itulah mengapa asuransi menjadi penting. Karena asuransi menjanjikan sejumlah manfaat dan ketenangan dalam hidup. "Karena ada banyak jenis asuransi, ada juga untuk pendidikan," tutur Made.

Baca Juga: Awas! Positif COVID-19 Kaltim Meledak Lagi, Terbanyak dari Balikpapan

2. Triwulan pertama 2021, premi asuransi naik 24 persen

Asuransi Jawab Kebutuhan Proteksi Masyarakat di Masa PandemikKepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalimantan Timur, Made Yuda. (Tangkapan Layar)

Nyatanya, menurut Made, perkembangan bisnis asuransi sekarang ini cukup menjanjikan. Bahwa memang semua industri mengalami tekanan di awal pandemik COVID-19 selama tahun 2020. 

Namun ternyata di triwulan pertama 2021, bisnis asuransi jiwa bisa menunjukkan peningkatan perkembangan. Ternyata, di masa pandemik masyarakat lebih peduli dalam memproteksi diri.

"Industri ini menunjukkan peningkatan. Kenaikan premi asuransi di Indonesia sekitar 24 persen atau sekitar Rp58 triliun dibanding periode yang sama di tahun 2020 sekitar Rp40,7 triliun," sebut Made.

Kendati menunjukkan perkembangan baik, namun pihaknya berpesan kepada pengguna asuransi untuk memahami jasa seperti apa yang mereka beli. Jangan sampai, yang tadinya membutuhkan proteksi malah tidak bisa menikmati manfaatnya karena salah pemahaman di awal. 

"Ini menjadi pekerjaan rumah di dua sisi. Selain pentingnya pemahaman di sisi pengguna jasa asuransi, juga si penyedia jasa keuangan. Marketing agar lebih bertanggung jawab. Bagaimana menyampaikan pada nasabah tanpa menyebabkan  salah pemahaman terhadap produk," ujar Made.

3. Pandemik COVID-19 mengubah pola pikir dalam melihat prioritas hidup

Asuransi Jawab Kebutuhan Proteksi Masyarakat di Masa PandemikChief Communication Officer AXA Mandiri, Atria Rai. (Tangkapan Layar)

Chief Communication Officer AXA Mandiri, Atria Rai juga mengamini, bahwa memang pandemik COVID-19 ini mengubah mindset atau pola pikir banyak orang dalam melihat prioritas kehidupan. Dahulu banyak yang melihat asuransi bukan kebutuhan primer, bahkan bukan sekunder dan tersier.

"Namun dengan adanya COVID-19 pemahaman itu berubah. Bagaimana memindahkan risiko kehidupan ke pihak lain, dalam hal ini adalah produk asuransi," katanya. 

Pada masa pandemik ini, keamanan finansial menjadi lebih penting. Kesehatan juga menjadi prioritas. Bagaimana caranya memproteksi diri sendiri, tapi juga memproteksi keluarga dan masa depan.

Bagaimana cara mendapatkan ketenangan pikiran jika sesuatu tiba-tiba terjadi. 

"Karena dengan adanya asuransi, ada pihak yang menanggung. Terlebih di masa pandemik kekhawatiran memuncak. Apalagi saat kasus melonjak dan angka meninggal dunia naik," jelas Atria.

Tak hanya itu, Atria mengatakan, pandemik COVID-19 merubah banyak sendi kehidupan dalam masyarakat. Dalam hal digitalisasi, menurutnya sekarang lebih banyak yang mengakses m-banking.

Bahkan transaksi digital menggunakan m-banking naik hingga 90 persen. 

"Makanya kami pun dari asuransi juga merangkul transformasi digital. Ini cara kami untuk memberikan kemudahan bagi nasabah. Yaitu melalui layanan digital. Sekarang kami memiliki aplikasi digital untuk membeli asuransi," katanya. 

4. Bagaimana seharusnya penyedia jasa keuangan dan OJK bersikap

Asuransi Jawab Kebutuhan Proteksi Masyarakat di Masa Pandemikthebalance.com

Persoalan asuransi ini sebenarnya akan baik asalkan tak memberi kerugian bagi masyarakat atau penggunanya. Akademisi Universitas Mulawarman, Purwadi mengatakan, keberadaan asuransi harusnya memudahkan hidup nasabah.  

Maka dalam membeli suatu asuransi, nasabah harus paham dulu penyakit apa dan bagaimana kriterianya proses klaim. Termasuk juga penyakit turunan dari COVID-19 yang sekarang jadi persoalan semua orang.

Purwadi berpesan pada penyedia jasa asuransi untuk benar-benar memberi pemahaman nasabah.

"Makanya asuransi harus memberikan kepada publik penjelasan sejak awal dengan jelas. Jangan sampai klir saat masuk tapi klaimnya sulit," katanya. 

Sementara, ia pun menyampaikan pada OJK untuk lebih antisipatif. Tak hanya datang saat sudah kejadian. Apalagi ada saja kasus yang merusak image asuransi. Meski diakuinya masih ada juga asuransi yang baik dan responsif.

"Untuk OJK, pengawasan mestinya lebih dilakukan. Jangan seperti pemadam kebakaran yang datang saat sudah terbakar. Sangat penting mengantisipasi sebelum ada kasus-kasus yang membuat masyarakat makin sulit mempercayai jasa keuangan," kata Purwadi. 

Ia meyakini, jika dikelola baik, nantinya asuransi bukan lagi kebutuhan tetapi menjadi sebuah gaya hidup. Dengan melihat ini, bisa jadi peluang dan melihat potensi ekonominya. 

"Makanya harus menyesuaikan era digital juga. Sejalan dengan keadaan pandemik yang mengharuskan masyarakat menghindari kerumunan. Maka transaksi digital sangat dibutuhkan," ujarnya. 

Baca Juga: Total Kasus Aktif Corona Kaltim, Balikpapan Menyumbang 39,49 Persen

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya