Sementara itu, Komnas HAM mengakui kasus-kasus EJK masih marak terjadi di Indonesia. Dalam beberapa hal, Komnas HAM menyorot kasus-kasus besar bisa memberikan efek fundamental terhadap perubahan kultur terjadi kekerasan di negeri.
Seperti kasus penembakan 6 orang laskar FPI di tol Cikampek serta pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani di Intan Jaya Papua.
“Kami hanya mengambil kasus-kasus fundamental saja,” ungkap Ketua Komnas HAM Taufan Damanik.
Taufan mengatakan, dua kasus ini masih dalam proses investigasi Komnas HAM bersama institusi Polri dan TNI. Ia belum membuka banyak terkait hasil investigasi dilakukan timnya.
“Bukan perkara mudah membuka kasus diduga melibatkan personil TNI dan Polri di dalamnya,” paparnya.
Sampai di sini, Taufan bahkan beranggapan Komnas HAM seperti macan ompong kaitan penegakan komitmen HAM di negeri ini. Mereka memiliki kendala keterbatasan sumber daya manusia, dana, hingga kewenangan dalam pengumpulan alat bukti.
Meskipun begitu, Taufan menilai ada angin segar komitmen pemerintah dalam penegakan kasus HAM terjadi di Indonesia. Semua bisa terjadi saat pimpinan Komnas HAM menemui Presiden Joko Widodo serta meminta dukungan penanganan kasus pelanggaran HAM berat negeri ini.
“Saya sampaikan, proses hukum harus bisa tegak di kasus ini,” ungkapnya.
Setelah itu, institusi TNI/Polri menjadi sedikit terbuka membantu investigasi kasus Pendeta Yeremia dan laskar FPI. Panglima TNI bahkan memberikan kesempatan Komnas HAM berbicara di hadapan rapat pimpinan tinggi TNI tentang komitmen HAM di masa mendatang.
“Perjuangan kita memang masih jauh, namun setidaknya progres sudah mulai kelihatan,” ujar Taufan.
Demikian pun terjadi di Polri di mana ada kesepakatan pemahaman dengan Komnas HAM. Keduanya akan menandatangani kesepakatan revisi SOP standar berada di institusi ini.