Digarap sejak Zaman Belanda, Lahan Warga Mentawir Sulit Jadi Hak Milik

Luas wilayah kelurahan 90 persen dikuasai perusahaan

Penajam, IDN Times - Warga Kelurahan Mentawir, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) mengaku kesulitan untuk meningkatkan status lahannya karena masuk dalam area Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT Inhutani. 

"Warga kesulitan untuk memiliki atau meningkatkan status lahan pemukiman dan garapannya. Pasalnya 90 persen wilayah Kelurahan Mentawir dimiliki oleh PT Inhutani. Sementara wilayah ini sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda," ujar Lurah Mentawir M. Yamani, kepada IDN Times, Senin (3/2) di ruang kerjanya.

1. 90 persen wilayah kelurahan masuk areal PT Inhutani

Digarap sejak Zaman Belanda, Lahan Warga Mentawir Sulit Jadi Hak MilikSalah satu Lahan perkebunan dikelola warga sejak zaman Belanda kini dimiliki perusahaan (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Diakuinya, dari 22 ribu hektare persegi luas wilayah Kelurahan Mentawir, 90 persen masuk areal PT  Inhutani.

Sedangkan sekitar 10 persen telah dilepas jadi Areal Penggunaan Lain (APL) itu pun hanya untuk pekarangan rumah warga. Bahkan sebelum tahun 2013 silam, 100 persen lahan milik perusahaan.

"Perusahaan telah membuat surat edaran yang melarang warga Mentawir membuat surat lahan rumahnya atau usaha pertanian dan perkebunannya karena masuk dalam areal perusahaan. Kami pun tidak dibolehkan menerbitkan surat tanah apapun," katanya.

Baca Juga: Mahasiswi Samarinda Kedapatan Simpan Ganja 2,5 Kg di Kamar Indekos

2. Warga tak bisa dapatkan statusnya hak milik walaupun lahan telah dimiliki sejak zaman penjajahan Belanda

Digarap sejak Zaman Belanda, Lahan Warga Mentawir Sulit Jadi Hak MilikLurah Mentawir, M. Yamani (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Akibatnya, lahan permukiman dan pertanian milik warga tidak bisa dinaikkan statusnya menjadi hak milik, walaupun telah dimiliki turun temurun sejak zaman penjajahan Belanda. Jauh sebelum perusahaan tersebut ada.

"Kami masih menuntut agar lahan yang sudah jadi permukiman warga dan lahan yang telah dikelola menjadi pertanian dan perkebunan selama puluhan tahun silam itu bisa dialihkan menjadi APL. Tetapi kami menyadari itu sulit dilakukan karena harus ada keputusan menteri terkait," tukasnya.

3. Curiga penetapan izin areal perusahaan hanya menggunakan peta saja tidak melihat fakta lapangan

Digarap sejak Zaman Belanda, Lahan Warga Mentawir Sulit Jadi Hak MilikGotong royong yang dilakukan warga kelurahan Mentawir (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Yamani mengungkapkan, Kelurahan Mentawir sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Sedangkan PT. Inhutani baru melakukan kegiatannya di tahun 80-an.

Dirinya curiga penetapan izin areal perusahaan yang dilakukan pemerintah hanya menggunakan peta saja tidak melihat fakta lapangan, akibatnya banyak lahan warga jadi korban.

"Kami juga belum berhasil menemukan surat penatapan areal perusahaan yang ada di Mentawir. Kami bisa membuktikan kalau wilayah Mentawir ada sejak zaman penjajahan antara lain, kuburan Kyai Haji Abdul Gani seorang tokoh yang mengislamkan warga Mentawir, lalu sekolahan, jembatan dan dermaga semua ada sejak zaman itu," urai Lurah Mentawir.

Ia menambahkan, Keluharan Mentawir memiliki empat RT dengan 215 Kepala Keluarga (KK), dan jumlah penduduk 682 orang.

Pekerjaan warga rata - rata buruh tani, buruh perusahaan dan petani.

Warga setempat berharap agar sebelum UU tentang Ibu Kota Negara (IKN) tersebut disahkan, warga telah memiliki kepastian terkait status lahan tersebut.

"Selain kejelasan status lahan tersebut. Warga juga berharap diberi kesempatan mendapatkan kursus gratis dari pemerintah dan perusahaan swasta serta bersertifikasi. Hal ini supaya warga kami mendapat kesempatan bekerja dalam pembangunan kawasan IKN bukan sebagai buruh saja tetapi di posisi skill," pungkasnya.      

Baca Juga: Warga Ibu Kota Baru, Puluhan Tahun Alami Krisis Air Bersih

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya