Disabilitas Balikpapan Masih Butuh Dukungan Perda dan Kesempatan Kerja

Cerita dua guru tuna netra SLB Negeri Balikpapan

Balikpapan, IDN Times - Menjadi penyandang disabilitas bukan berarti menyerah dengan keadaan. Keinginan untuk tetap berkembang membuat dua sosok tuna netra ini terus melakukan yang terbaik demi bisa mencapai cita-cita mereka. Bahkan untuk mendapatkan kesetaraan hak bagi rekan sesama disabilitas. 

Sosok pertama adalah Rendy Marsiano. Laki-laki berusia 35 tahun ini mengalami total blind sejak usianya masih sangat belia. Ia berprofesi sebagai guru di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Balikpapan dan juga mengajar di SLB Tunas Bangsa. Rendy adalah sosok religius yang cukup aktif di organisasi gereja. 

Dirinya bermain alat musik gitar di gerejanya. Tidak bisa melihat bukan berarti ia tak bisa menyalurkan kegemarannya bermain musik. Penglihatan Rendy tak berfungsi sejak bayi. Dalam kesehariannya, ia sama sekali tak dapat melihat apa pun kecuali sedikit cahaya.

"Kalau kata orangtua, ini karena step. Panas tinggi, hingga berakibat ke penglihatan saya," ungkap Rendy.  

1. Sempat bersekolah di SD umum

Disabilitas Balikpapan Masih Butuh Dukungan Perda dan Kesempatan KerjaAntara Foto

Rendy sempat mengenyam sekolah dasar (SD) semasa kecil. Kala itu, memang sudah ada sekolah dasar luar biasa (SDLB), namun orangtuanya mengira sekolah semacam ini diperuntukkan anak berkebutuhan khusus seperti autis maupun down syndrom

"Jadi saya sekolah di SD umum. Berjalan sampai kelas VI, dan kepala sekolah memberi penjelasan pada orangtua saya. Selama ini saat ujian saya selalu dibaca kan teman sebelah saya atau guru. Padahal saat ujian nanti tidak bisa jika harus dibacakan. Jadi harus bersekolah di SLB," ungkap Rendy.

Kepala sekolah menjelaskan pada orangtuanya, bahwa jika bersekolah di SLB akan ada perlakuan khusus bagi dirinya. "Dan kebetulan tante saya guru. Jadi tante juga membantu menjelaskan kepada orangtua. Akhirnya masuk ke SDLB dulu di Sepinggan," sebutnya.

Ia mengaku pertama mengenal Pak Mulyono (Kepala Sekolah SLB Negeri) di sekolahnya tersebut. Ia mulai belajar tentang teknik penulisan braille dan mengenal lingkungan SLB. Ia pun mulai memahami kondisi sekolah yang di dalamnya ternyata banyak siswa berprestasi. 

"Dengan itu pemikiran tentang SLB yang hanya tempat sekolah untuk anak kecerdasan kurang menjadi terpatahkan," jelasnya. 

2. Memutuskan berkuliah di jurusan Pendidikan Luar Biasa

Disabilitas Balikpapan Masih Butuh Dukungan Perda dan Kesempatan KerjaSiswa SLB Surya Gemilang mengikuti kelas keterampilan tata rias. IDN Times/Dhana Kencana

Ia masih ingat, semasa kecil ada saja tetangga yang mengatakan dirinya lebih baik tinggal di kampung saja lantaran kekurangan yang ia miliki. Baik mengurus kebun atau melakukan kegiatan sederhana lainnya. "Mereka bilang hidup saya nanti akan susah. Tapi orangtua saya cerita ke saya. Dan saya mau sekolah," katanya. 

Usai menyelesaikan pendidikan SD di Balikpapan, ia pun lanjut SMP di Kota Solo. Karena memang dahulu sekolah luar biasa di Balikpapan hanya jenjang SD saja. Akhirnya dirinya memutuskan untuk melanjutkan SMP di kota yang terletak di Jawa Tengah tersebut. 

"Tahun 90an. Awalnya saya sendiri tidak tahu apa tujuan hidup saya. Tapi seiring berjalan waktu, melihat kehidupan disabilitas. Akhirnya saya makin cinta dan perduli pada teman-teman sesama disabilitas," kenang Rendy. 

Setelah SMP, dia melanjutkan SMA di Jogyakarta hingga ke perguruan tinggi. Di sana timbullah keinginan untuk ambil bagian dalam memberikan pendidikan bagi disabilitas yang lain. "Jangan sampai teman-teman disabilitas nasibnya di bawah,

Selama berkuliah ini, Rendy pun terus menggeluti hobi bermusik. Pernah juga, ia mendapatkan penghargaan gitaris terbaik saat kuliah di Jogja. Ia adalah alumni Universitas Negeri Jogja jurusan Pendidikan Luar Biasa. 

Baca Juga: Balikpapan Masuk Nominasi Kota Wawasan Lingkungan di ASEAN

3. Ingin disabilitas lebih mandiri dan dipercaya

Disabilitas Balikpapan Masih Butuh Dukungan Perda dan Kesempatan KerjaIDN Times/Prayugo Utomo

Saat pertama kali ia melanjutkan sekolah jauh dari orangtua, diakuinya ada rasa sedih dan tidak tega dari orangtuanya. Namun belakangan ia tahu, apa yang dilakukan orangtuanya adalah demi masa depan dirinya. 

Ini yang kemudian membawanya menjadi sosok yang mandiri. Menurutnya dari kesedihan dan bersakit-sakit dahulu, kini ia merasakan buah dari perjuangannya tersebut. 

"Kemandirian harus dipercayakan. Yakin dia bisa melakukan. Saya pun menyadari selalu membutuhkan bantuan orang lain. Tapi tetap, ketika saya sendiri harus mampu mandiri juga," ujarnya.

Selama tinggal jauh dari orang tua ia pun terbiasa sendiri. Ia masih ingat saat rekan-rekannya pulang kampung semasa di Jogja. Akhirnya ia melakukan apa pun sendiri. "Apalagi saat sakit ya, saya merasakan sendiri sedih juga," katanya. 

Diakuinya masih ada rasa sedih saat menyadari ia tak bisa melakukan segala hal sendiri. Misalnya saat mengerjakan tugas kantor, dirinya sering kali berharap ia terlahir dengan bisa melihat.

"Seandainya aku bisa melihat, mungkin bisa mengerjakan semuanya sendiri," kata guru yang sudah enam tahun mengajar di SLB ini.

Namun ia kembali diingatkan bahwa apa yang dialaminya adalah anugerah. Tidak semua orang mengalami, dan ini yang jadi motivasi bagi dirinya untuk terus berusaha. Walaupun tidak mampu dan tidak mungkin, ia tetap harus menyelesaikan semua tugas, termasuk dalam hal pekerjaan. 

4. Berharap perusahaan buka kesempatan kerja untuk disabilitas

Disabilitas Balikpapan Masih Butuh Dukungan Perda dan Kesempatan KerjaPenyandang disabilitas mengikuti Diklat 3-in-1. (Dok. Balai Diklat Industri Yogyakarta)

Jika pun membutuhkan pertolongan, dirinya meyakini bahwa setiap orang pasti membutuhkan pertolongan orang lain. Karena memang manusia tidak mungkin hidup sendirian. "Sebenarnya yang kami disabilitas inginkan, adalah diterima di lingkungan," ungkapnya. 

Ia berharap lebih banyak orang yang memberi kesempatan bagi disabilitas, termasuk dalam pekerjaan. Berharap tak ada diskriminasi dan membuka kesempatan bagi disabilitas untuk berkembang. 

"Misalnya untuk suatu pekerjaan tertentu. Misalnya ada yang bilang janganlah kamu kerjakan kamu pasti ngak bisa, mendengarnya saja kami sudah tidak enak. Kami berharap mereka bilang, ayo dicoba pasti bisa. Gitu kan enak," kata Rendy.

Ia pun menceritakan pengalamannya melamar kerja di salah satu BUMN. Pada awalnya saat seleksi lamaran kerjanya diterima. Namun kemudian saat ditelpon dan akan diwawancarai, Ia menjelaskan tentang kekurangannya sebagai tuna netra.

Saat itu ia melamar sebagai operator telepon. Sayangnya usai mengakui dirinya tuna netra, BUMN tersebut menolaknya. "Mereka bilang maaf pak kami belum bisa menyediakan fasilitas untuk tuna netra," ujarnya. 

5. Teknologi harusnya lebih ramah bagi tuna netra

Disabilitas Balikpapan Masih Butuh Dukungan Perda dan Kesempatan KerjaRecruitmentagencynow.com

Diakuinya perkembangan teknologi sangat membantu. Belakangan ia menggunakan aplikasi bawaan ponsel untuk membaca layar. Sehingga tulisan yang ada di layar dapat ia ketahui meskipun ia tidak dapat melihat langsung. 

Meskipun sudah cukup banyak teknologi yang membantu tuna netra, diakuinya sejumlah aplikasi masih perlu menyediakan fitur yang ramah mereka yang tak bisa melihat. Seperti aplikasi ojek online dan e commers yang cukup bisa diakses tuna netra, dirinya berharap ke depannya lebih banyak aplikasi semacam ini.

"Karena kadang aplikasi penyedia layanan online kurang ramah buat tuna netra. Harapannya pengembang bisa lebih mengembangkan aplikasi semacam pembaca layar ini. Kalau perlu tiap aplikasi memiliki bawaan pembaca layar," harapannya. 

6. Tuna netra miliki kecerdasan sama dengan orang berpenglihatan normal

Disabilitas Balikpapan Masih Butuh Dukungan Perda dan Kesempatan KerjaNoryasin mengalami low vision, sehingga masih bisa melihat walaupun dnegan penglihatan kabur. (IDN Times/ Fatmawati)

Sosok kedua adalah Noryasin. Di SLB Negeri ia mengelola Braille Center. Ia juga mengajar komputer berbicara untuk anak-anak tuna netra. Guru yang dulunya pernah bersekolah SLB Negeri Balikpapan ini juga menyandang tuna netra. Bedanya, ia mengalami low vision atau masih memiliki sisa penglihatan namun hanya kira-kira 50 persen. 

Ia bisa melihat orang beraktivitas, namun tetap tak bisa melihat layaknya orang dengan mata normal. Sehari-hari ia menggunakan ojek untuk berangkat bekerja. Dulunya di usia sebelum tujuh tahun dirinya masih bisa melihat. Namun kemudian perlahan penglihatannya berkurang. 

Ia mulai tak bisa melihat juga pasca mengalami step dan demam tinggi. Saat SD dirinya mulai sulit melihat. Saat sekolah, ia melihat tulisan di papan tulis layaknya garis putih. "Sebenarnya ada alat bantu low vision, seperti teropong untuk melihat jauh," katanya. 

Dirinya kini juga aktif di Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) Balikpapan. Ia cukup aktif menyuarakan hak penyandang disabilitas terutama tuna netra. "Saya juga menemani siswa saya tuna netra ikut jambore tahun 2017, alhamdulillah juara," terangnya. 

Ia berharap para penyandang tuna netra bisa lebih berkembang. Itulah mengapa dirinya juga aktif dalam edukasi para tuna netra. Menurutnya, tuna netra sebenarnya memiliki kecerdasan sama dengan yang bisa melihat.

Ia pun ingin membuktikan hal ini, terutama melalui pelajaran komputer yang diajarkannya. "Saya mau anak-anak tunanetra juga bisa presentasi sendiri menggunakan komputer. mandiri," katanya. 

7. Balikpapan butuh perda yang mengakomodasi hak disabilitas

Disabilitas Balikpapan Masih Butuh Dukungan Perda dan Kesempatan KerjaIlustrasi tadarus (IDN Times/Prayugo Utomo)

Ia selalu menanamkan bahwa tuna netra tak membutuhkan belas kasihan, namun bagaimana dikenal akan kemampuan dirinya sendiri. "Kita tak butuh kasihan tapi bagaimana kita tahu diri kita sendiri. Bagaimana beradaptasi dengan lingkungan," ujarnya.

Diakuinya cara pandang orang-orang banyak berbeda. Namun ia berharap kesempatan bagi penyandang tunanetra juga dibuka lebar. Termasuk menyangkut kesempatan kerja, sebenarnya seluruh perusahaan harusnya memberikan peluang tenaga kerja disabilitas.

"Berilah kami kesempatan. Apalagi terkait lapangan pekerjaan. Swasta terutama. Saya melihat Peluang masih kecil sekali," katanya. 

Saat ini ia berharap semua aspek kebijakan pemerintah juga bisa berpihak kepada disabilitas. "Apalagi Balikpapan ini adalah kota layak huni. Sebenarnya mungkin yang dibutuhkan sekarang perda yang mengatur tentang disabilitas ini," katanya. 

8. Fasilitas Kota Balikpapan harus lebih ramah disabilitas

Disabilitas Balikpapan Masih Butuh Dukungan Perda dan Kesempatan Kerjateknohere.com

Kota Balikpapan fasilitas penunjang untuk orang-orang berkebutuhan khusus masih dianggap sangat kurang. Baik untuk pelayanan publik maupun aksesibilitas. Belum banyak kantor pelayanan masyarakat yang menyediakan pintu khusus untuk pengguna kursi roda. Juga trotoar dengan guiding block yang masih sangat terbatas.

Sebenarnya fasilitas yang dibutuhkan sama, namun secara desain, misalnya transportasi, ada pintu yang bisa digunakan untuk pengguna kursi roda. Selain itu guiding block seperti yang di trotoar, yang fungsinya sebagai penuntun tunanetra, harusnya dibuat sebagaimana mestinya.

"Menurut saya kelemahan kita di Balikpapan, dalam penentuan kebijakan tidak terbiasa melibatkan teman-teman disabilitas. Padahal partisipasi teman-teman disabilitas sangat perlu, untuk mengetahui bagaimana sih kebutuhannya. Itu disimulasikan," urainya.

Sehingga, Pemerintah Kota Balikpapan harus lebih banyak mengajak berbicara para penyandang disabilitas terkait pembangunan kota. Misalnya pembangunan fasilitas umum, penting untuk mengajak para penyandang disabilitas. 

Misalnya, ia sendiri merasakan pentingnya guiding block sebagai penuntun saat berjalan di trotoar. Karena selama ini masih ditemukan sejumlah guiding block yang bukannya mengarahkan ke lampu merah, namun berhenti di depan tiang listrik.

"Seperti bagaimana guiding block memberi petunjuk tuna netra ke arah ke lampu merah. Masa kita menabrak tiang listrik dulu baru di arahkan ke lampu merah. Harusnya kan belok dulu sebelum sampai ke tiang listrik," ujarnya.

Juga bangunan-bangunan di kota Balikpapan yang harusnya bisa dibangun lebih lama untuk penyandang disabilitas. Seperti aksesibilitas yang tidak kalah penting, karena berguna juga bukan hanya untuk penyandang disabilitas tapi juga untuk ibu hamil dan orang tua atau lansia. 

"Makanya mungkin bisa dibilang Balikpapan masih belum ramah untuk orang-orang yang punya keterbatasan. Mungkin pemerintah punya rencana tersendiri," katanya.

Terlebih apabila berpegang pada undang undang disabilitas, ada 20 poin besar termasuk aksesibilitas, pelayanan publik, dan pendidikan. Selain itu, lanjutnya, ada lima lembaga yang diperintahkan untuk membentuk unit pelayanan disabilitas, antara lain Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Dinas Ketenagakerjaan, dan Dinas Kesehatan.

Baca Juga: Kebakaran di Kilang Pertamina Balikpapan, Ratusan Pekerja Dievakuasi

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya