Sanggupkah Budaya Lokal Kaltim Berdampingan dengan IKN?

OIKN gelar rembuk budaya dengan para tokoh budaya Kaltim

Balikpapan, IDN Times - Keberlangsungan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) tidak lepas dari peran masyarakat lokal, termasuk masyarakat adat di Kalimantan Timur (Kaltim). Kaltim merupakan provinsi dengan suku, budaya dan adat yang sangat beragam. 

Mulai dari suku asli Kalimantan seperti Banjar, Kutai, Paser, dan Dayak yang beragam jenisnya. Hingga luar Kalimantan seperti Batak, Jawa, Bugis dan lainnya. Itulah mengapa penting untuk membangun komunikasi dengan masyarakat adat Kaltim untuk terlibat serta dalam pembangunan IKN. 

"Kami mengupayakan perekatan budaya. Ini karena kita akan kedatangan banyak orang dan banyak budaya yang akan masuk. Kalau kita tidak dekatkan, nanti budaya tergerus," ungkap Deputi Bidang Sosial Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat Otorita IKN, Alimuddin dalam rembuk budaya, Rabu (8/11/2023).

Kegiatan tersebut menghadirkan budayawan nasional, Butet Kartaredjasa yang juga seniman film Indonesia dan tokoh budaya Betawi JJ Rizal sebagai narasumber. 

1. Keberadaan IKN jangan korbankan budaya lokal

Sanggupkah Budaya Lokal Kaltim Berdampingan dengan IKN?Deputi Alimuddin bersama Tokoh budaya Kaltim, Rizal Effendi dan Sjahrie Ja'ang mengikuti rembuk budaya bersama narasumber Budayawan, Butet Kartaredjasa (IDN Times/Fatmawati)

OIKN melihat, bahwa pembangunan IKN tak dapat lepas dari kebudayaan. Kebudayaan Nusantara ini salah satunya yang berasal dari Kalimantan. Sebagai tuan rumah IKN, warga lokal harus solid. Maka masing-masing akan jadi perekat budaya ini.

"Tapi IKN bukan hanya milik Kalimantan Timur saja. Ini milik Indonesia. Tapi budaya lokal Kalimantan ini adalah bagian dari budayanya Kaltim," ungkapnya.

Terlebih hingga seperti sekarang, Kaltim tak bisa lepas dari sejarah. Termasuk budaya. "Jika ada yang tidak sesuai kita berusaha eliminir. Kira kembalikan seperti semula. Budaya jadi wahana pembauran sosial," tuturnya. 

Jika budaya dan pembauran ini berjalan dengan baik, maka akan berdampak baik terhadap pembangunan IKN. "Maka pembangunan ini akan lancar. Kami percaya, masyarakat Kaltim sangat menunggu ini," bebernya.

Baca Juga: Pencuri Bertopeng Nekat Satroni Empat Lokasi di Balikpapan

2. Bahasa Paser mesti mulai digunakan kembali oleh masyarakat

Sanggupkah Budaya Lokal Kaltim Berdampingan dengan IKN?Deputis Sosbudpemas Otorita IKN, Alimuddin (IDN Times/Ervan)

Pembangunan IKN perlu dukungan banyak pihak. Apalagi selama ini Kaltim hidup dalam keberagaman. Kendati perlu terus dilakukan pembauran sosial untuk memelihara perbedaan menjadi satu kesatuan utuh. "Jadi supporting item dalam pembangunan Nusantara," katanya. 

Saat ini, lanjut Alimuddin, Paser sebagai salah satu suku di Kaltim yang bahasanya terancam punah. "Itu penelitian  Balai Bahasa Kalimantan Timur. Salah satunya itu. Oleh karena itu, walaupun pemerintah daerah sudah melakukan muatan lokal di sekolah, tidak cukup efektif," bebernya. 

Penerapan muatan lokal bahasa daerah ini memang dapat menghambat dari kepunahan. Namun harusnya bahasa ini dihidupkan kembali di masing-masing rumah sebagai bahasa ibu. 

"Karena kalau tidak nanti jadi cerita saja. Nah, untuk ini para pelaku budaya harus bersama kita. Stakeholder jadi satu," katanya. 

Otorita IKN melakukan berbagai kegiatan mencegah punahnya budaya asli Kaltim. Antara lain kegiatan rembuk budaya ini atau penyelenggaraan kegiatan lain dengan kementerian. "Ke depan kami akan bentuk sekolah vokasi seni budaya," katanya.

3. Buat miniatur beberapa kesultanan yang ada di Kaltim

Sanggupkah Budaya Lokal Kaltim Berdampingan dengan IKN?Sultan Paser bergelar YM Sultan Alamsyah III, Aji Muhammad Jarnawi. (IDN Times/Fatmawati)

Sementara, Aji Muhammad Jarnawi yang merupakan Sultan Paser bergelar YM Sultan Alamsyah III mengungkapkan, dirinya menyambut baik rembuk budaya semacam ini. Sehingga semua adat budaya di Kaltim bersatu menyongsong IKN baru di Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU). 

"Ada beberapa hal dari kesultanan Paser. Pertemuan dengan bapak presiden. Terkait pembangunan Istana Kesultanan Paser sebagai duplikat peradaban bagi anak cucu kami nanti," ungkapnya.

Ia pun berharap dibuat miniatur kesultanan, termasuk Kesultanan Kutai maupun Berau, yang jadi identitas jati diri tempatnya ibu kota nanti. "Kita juga berharap di sekeliling kita ada miniatur daerah lainnya seperti Dayak, Banjar, Bugis, Jawa, dan berdampak. "Ini jadi miniatur ibu kota itu sebagai tempatnya budaya," katanya. 

Nantinya nama-nama peradaban yang sudah ada juga diharapkan tidak diubah. Misalnya nama sungai, jalan, dan lainnya yang berbau kearifan lokal masyarakat di sekitar tempat tersebut.

"Khususnya Paser ya. Nama Sepaku, Maridan, juga Mentawir misalnya, jangan diubah. Itu adalah kearifan leluhur kami," tuturnya. Karena nama-nama tersebut ke depannya menjadi jati diri mereka.

Baca Juga: Kilang Pertamina Balikpapan Berkontribusi pada Perubahan Iklim

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya