AJI Balikpapan Mengecam Intimidasi Lima Jurnalis di Samarinda

Minta Polda Kaltim usut tuntas kekerasan terhadap jurnalis

Samarinda, IDN Times - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan menyoroti aksi kekerasan dan intimidasi terhadap lima jurnalis oleh aparat kepolisian dari Mapolresta Samarinda pada Kamis malam, 8 Oktober 2020. Saat itu, kelima pewarta ini berniat meliput penahanan 15 demonstran Tolak Omnibus Law di Mapolresta Samarinda.

“AJI Balikpapan yang membawahi biro Samarinda, Banjarmasin dan Kalimantan Selatan menganggap intimidasi adalah tindakan menghalang-halangi proses peliputan dan melanggar UU Pers Nomor 40 Tahun 1999,” ujar Devi Alamsyah, Ketua AJI Balikpapan saat dikonfirmasi pada Jumat (9/10/2020) petang.

1. Lima jurnalis di Samarinda dapat intimidasi dari oknum polisi

AJI Balikpapan Mengecam Intimidasi Lima Jurnalis di SamarindaIlustrasi stop kekerasan kepada wartawan (lawjustice.co)

Dari data dihimpun AJI Balikpapan, sebanyak lima jurnalis mengalami kekerasan fisik saat menjalankan tugas jurnalistik di Samarinda. Mereka adalah Faishal Alwan Yasir (Koran Kaltim), Yuda Almerio (IDN Times), Titiantoro Mangir (Disway Nomor Satu Kaltim), Apriskian Ompu Sunggu (Kalimantan TV) dan Samuel Gading (Lensa Borneo). Khusus Mangir, kakinya diinjak sementara Samuel rambutnya dijambak. Sedangkan Yuda, Apriskian serta Faishal dadanya ditunjuk-tunjuk kemudian meminta agar memberitakan yang baik-baik saja.

“Atas dasar itu, AJI Balikpapan mendesak Kepolisian Daerah Kalimantan Timur (Polda Kaltim) untuk memberikan penjelasan dan mengevaluasi personel yang terlibat dalam aksi kekerasan tersebut,” tegasnya.

Baca Juga: Dugaan Tindakan Represif ke Jurnalis, PWI Kaltim Minta Ada Investigasi

2. Menghambat atau menghalangi kerja pers bisa dipidana

AJI Balikpapan Mengecam Intimidasi Lima Jurnalis di SamarindaAliansi Jurnalis Independen (AJI) (Dok.IDN Times/Istimewa)

Jika terbukti bersalah, kata dia, pihaknya mendesak agar aparat kepolisian melayangkan permintaan maaf dan menanggung semua kerugian materiil dan fisik para korban. Jika tak ada jaminan pelakunya diproses tentu menjadi preseden buruk dan bisa berulang di kemudian hari. Artinya, kebebasan pers dalam ancaman bahaya. Kekerasan fisik dan intimidasi terhadap pers salah satu pertanda gagalnya negara menjamin kebebasan pers dalam mencari dan menyebarkan informasi.  Kekerasan fisik dan intimidasi terhadap pewarta bisa diproses pidana karena secara nyata dan terbuka menghalangi-halangi kerja-kerja pers.

“Dalam Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 40/1999 tentang Pers disebutkan setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan penjara paling lama dua tahun atau denda sebanyak Rp500 juta. Setiap orang dalam pasal itu termasuk polisi,” tuturnya.

3. Minta Polda Kaltim menindak pelaku kekerasan terhadap jurnalis di Samarinda

AJI Balikpapan Mengecam Intimidasi Lima Jurnalis di SamarindaPolisi dan mahasiswa di Jalan MT Haryono, Samarinda masih saling menunggu. Potret diambil sesudah bentrok. (IDN Times/Yuda Almerio)

Lebih jauh, AJI Balikpapan bakal terus mendampingi para jurnalis yang menjadi korban kekerasan, termasuk dalam hal pelaporan polisi. Soal kekerasan fisik, sepanjang April 2019-Mei 2020, AJI mencatat ada 31 kasus yang dilakukan oleh anggota Polri. Dua momen kekerasan terjadi ketika jurnalis meliput demonstrasi besar di bulan Mei dan September tahun lalu.

Ditarik lebih jauh, medio 2006-September 2020, AJI juga merekam ada 785 jurnalis jadi korban. Kekerasan fisik berada di urutan nomor satu kategori jenis kekerasan (239 perkara), disusul pengusiran/pelarangan liputan (91) dan ancaman teror (77).

Dalam ranah pelaku, 65 orang merupakan anggota polisi, 60 massa, dan 36 orang tidak dikenal. AJI juga meminta kepolisian menghormati Nota Kesepahaman Dewan Pers-Polri terdaftar dengan Nomor: 2/DP/MoU/II/2017 dan Nomor: B/15/II/2017 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan. Atas dasar itu AJI Balikpapan meminta agar, aparat kepolisian menghentikan tindakan intimidatif terhadap jurnalis dalam melaksanakan proses peliputan, menghargai jurnalis sebagai seorang profesi yang dilindungi oleh undang-undang. Sama halnya dengan Polri, kendati memiliki fungsi dan tanggung jawab yang berbeda.

“Kami juga meminta Kepolisian Daerah Kalimantan Timur untuk menindak pelaku kekerasan terhadap jurnalis di lapangan. Karena itu bagian dari pembungkaman terhadap sistem demokrasi. Dan juga merusak citra Polri serta menyampaikan permohonan maaf dan menanggung semua beban kerugian jurnalis yang diintimidasi, baik moril maupun materiil. Demikian, pernyataan sikap ini. Semoga menjadi perhatian bersama,” pungkasnya.

Baca Juga: Liputan Omnibus Law, 5 Pewarta Samarinda Jadi Korban Represif Aparat

Topik:

  • Anjas Pratama

Berita Terkini Lainnya