Pelajar Samarinda Setuju UN Dihapus, Penggantinya Harus Lebih Baik

Sah saja jika pemerintah hapuskan UN

Samarinda, IDN Times - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim punya terobosan baru bagi para pelajar di Nusantara. Demi menghindari stres, founder Gojek itu akan menghapus Ujian Nasional (UN) bagi para siswa SD, SMP dan SMA/SMK.

Wacana tersebut sedang disusun matang dan bakal berlaku pada 2021. Pelaksanaan UN sendiri diatur negara dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13/2015 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Itu artinya bila UN ditiadakan akan ada regulasi baru yang mengaturnya. 

1. Sepakat bila ujian nasional dihapuskan karena membebani siswa

Pelajar Samarinda Setuju UN Dihapus, Penggantinya Harus Lebih BaikMuhammad Jodi, pelajar SMKN 1 Samarinda yang sepakat bila UN dihapuskan (IDN Times/Yuda Almerio)

Urusan ujian nasional memang menjadi momok siswa tingkat akhir mulai dari SD, SMP dan SMA/SMK. Lazimnya UN akan menyerang psikologis para siswa yang kemudian membuatnya stres, depresi hingga sakit. Bahkan gara-gara ujian nasional ada siswa yang bunuh diri.

Informasi yang dihimpun IDN Times, sejak 2007 hingga sekarang tercatat ada 11 pelajar yang meninggal karena UN. Delapan di antaranya bunuh diri, sementara tiga lainnya stres berat kemudian sakit keras kemudian meninggal dunia. Antara lain, perkara inilah yang melatarbelakangi kebijakan Nadiem meniadakan UN.

"Makanya saya sangat setuju UN dihapus," kata Muhammad Jodi, pelajar kelas 11 SMKN 1 Samarinda.

Baca Juga: Pelajar di Balikpapan Mendukung Penghapusan Ujian Nasional

2. Tak semua siswa jago dengan mata pelajaran ujian nasional

Pelajar Samarinda Setuju UN Dihapus, Penggantinya Harus Lebih BaikIlustrasi ujian nasional (IDN Times/Vanny El Rahman)

Ditemui usai menerima rapor pada Jumat (20/12) di lingkungan SMKN 1 Jalan Pahlawan, Jodi menuturkan ujian nasional hanya akan membebani siswa dengan tiga mata pelajaran utama.

Lalu bagaimana dengan pelajaran lainnya? Tak semua siswa mengusai pelajaran yang sama. Adapula murid yang jago dalam ilmu pengetahuan sosial selain matematika. Pun demikian siswa yang hanya terampil dalam urusan olahraga.

"Masak hasil belajar tiga tahun ditentukan dalam tiga hari dengan tiga mata pelajaran?" tanya dia.

3. Pelajar ada pula yang bersikap netral terhadap penghapusan UN

Pelajar Samarinda Setuju UN Dihapus, Penggantinya Harus Lebih BaikAkmal Ramadhan, pelajar SMA Al- Khairiyah, Samarinda lebih netral menilai penghapusan UN (IDN Times/Yuda Almerio)

Jodi tak menampik sebelum UN ada bimbingan belajar. Dari situ para pelajar disiapkan untuk menghadapi ujian nasional. Sama halnya dengan try out yang merupakan simulasi dari UN.

Namun semua kegiatan tersebut yang terkadang bikin siswa menjadi stres, belum lagi tekanan harus lulus dengan standar tertentu.

Dia pun sepakat negara mesti punya standar pendidikan yang nantinya menentukan wajah pendidikan Indonesia, tapi tak harus dengan UN.

"Minat atau bakat dan mata pelajaran lain juga bisa dipakai," sebutnya.

Walau demikian, Jodi masih akan menghadapi UN pada 2020 nanti. Itu sebabnya dia mempersiapkan diri. Terutama persiapan mental. Dirinya tak ingin gagal karena tidak mengusai sejumlah mata pelajaran. 

"Gak bisa menyontek," tuturnya terkekeh.

Sementara itu, Akmal Ramadhan, pelajar SMA Al- Khairiyah mengaku lebih kepada posisi netral. Dia sepakat jika UN dihapuskan, juga tak menjadi soal bila ujian nasional tetap diadakan.

Lantaran sebelum UN, siswa akan dibekali dengan sejumlah mata pelajaran dan tiga tahun belajar itu lebih dari cukup sehingga tak memberatkan siswa. Jika dihapus, pemerintah tentu punya regulasi terbaik sebagai pengganti UN.

"Jadi sah-sah saja," ujarnya.

4. Jika ujian nasional dihapus pemerintah harus punya pengganti terbaik

Pelajar Samarinda Setuju UN Dihapus, Penggantinya Harus Lebih BaikIlustrasi ujian nasional (pixabay/lecroitg)

Terpisah, Hizkiadven Sanggam Batara Lebang mengaku sepakat bila ujian nasional dihapus, tapi pemerintah harus punya pengganti yang terbaik.

Wacana yang disampaikan Nadiem Makarim ialah Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI), namun konsep itu masih digodok pemerintah.

Menurut Hizkiadven, ujian negara harus tetap ada lantaran program itu menjadi penentu standar pendidikan nasional. Dan ingat, UN sudah ada sejak 1965. 

"Namanya aja yang diganti, pemerintah tentu punya regulasi terbaik," kata mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman (Unmul) itu.

Dia menambahkan, sudah sewajarnya ujian nasional tak menjadi beban bagi para siswa. Sehingga pelajar tak menjadi stres.

Waktu itu pada 2016, dirinya masih ujian dengan sistem lama bukan komputerisasi. Sekarang UN serba komputer, lebih nyaman sehingga siswa tak perlu repot menghapus bulatan pensil, jika ada jawaban salah. Tapi setiap jenis UN punya kekurangan dan kelebihan, persoalan sekarang lebih kepada jaringan internet. 

"Ya, tetap sama harus siapkan mental. Kita tunggu saja gebrakan kebijakan pemerintah ini," pungkasnya.

Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App, unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb

Baca Juga: UN Jadi Beban, Siswi di Balikpapan: Nyaris Tak Ada Waktu Luang

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya