Ramai Kepala Daerah Tolak Impor Beras, Ini Respons Gubernur Kaltim

Kaltim berpotensi swasembada pangan

Samarinda, IDN Times - Rencana pemerintah impor beras hingga jutaan ton mendapat penolakan dari berbagai kalangan. Mulai dari politisi, aktivisi hingga petani. Bahkan sejumlah kepala daerah turut berikan sinyal resistensi mengenai agenda tersebut. Lantas bagaimana dengan respons Gubernur Kaltim, Isran Noor?

“Ndak apa-apa, itu soal komunikasi saja. Impor beras itu kalau benar-benar ada ancaman kekurangan stok,” ujar Isran Noor usai meresmikan pembukaan Beasiswa Kaltim Tuntas (BKT) di Kegubernuran Kaltim, Kamis (25/3/2021) sore.

1. Kaltim menambah stok beras dari tiga daerah

Ramai Kepala Daerah Tolak Impor Beras, Ini Respons Gubernur KaltimGubernur Isran Noor saat merilis Beasiswa Kaltim Tuntas di Kegubernuran Kaltim pada Kamis (25/3/2021) sore (IDN Times/Yuda Almerio)

Informasi dihimpun IDN Times, sejumlah kepala daerah yang memberikan reaksi penolakan terhadap rencana impor beras pemerintah adalah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Dia menyatakan Jawa Barat surplus beras hingga 322 ribu ton hingga April 2021. Pria yang karib disapa Emil ini menegaskan, bila rencana impor beras ditunaikan maka petani bisa merugi. Lain kisah jika kekurangan beras, wacana ini bisa diterapkan.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga memberikan respons senada. Malahan dia mempertanyakan latar belakang pemerintah pusat hendak impor beras. Pasalnya waktunya tak tepat.

Kemudian, dari wilayah timur, ada Gubernur Gorontalo Rusli Habibie. Dia menuturkan, jika pemerintah pusat merealisasikan rencana itu maka beras tersebut tidak bisa masuk Gorontalo. Alasannya bisa merusak harga pasar dan merugikan petani.

Meski demikian, khusus Kaltim, hingga kini masih mendapatkan kiriman beras. Stok itu, kata Gubernur Isran, berasal dari Sulawesi, Jawa dan sebagian lagi Kalimantan Selatan.

“Kita mendatangkan beras, karena belum bisa ekspor,” tuturnya.

Baca Juga: Pembangunan IKN Kembali Ditunda, Kaltim Malah Lebih Untung, Kok Bisa?

2. Potensi swasembada pangan di Kaltim

Ramai Kepala Daerah Tolak Impor Beras, Ini Respons Gubernur KaltimIlustrasi padi (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Sejatinya, Gubernur Isran dan Wakil Gubernur Hadi punya visi lahirkan ketahanan pangan di Kaltim. Namun demikian periode 2018-2019 kemampuan provinsi ini dalam produksi padi merosot tajam.

Menukil data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, produksi padi pada 2018 hanya 262.773 ton gabah kering giling (GKG) atau 152.059 ton beras. Penurunan pada 2018 tersebut mencapai 34,5 persen dibanding produksi 2017, sebanyak 400.102 ton GKG.

Setahun kemudian atau 2019, produksi padi semakin berkurang. Daerah ini hanya mampu menghasilkan 253.818 ton GKG atau 146.877 ton beras. Padahal Kaltim punya potensi swasembada pangan.

Dua daerah yang bakal jadi lokasi ibu kota negara (IKN) baru memiliki kemampuan produksi padi. Lahan paling luas ada di Kutai Kartanegara. Kabupaten ini ada 30,801 hektare tanah dengan produksi 148,358 ton padi. Selanjutnya, Penajam Paser Utara (PPU), luasannya 11,230 ha dengan produksi 37,198 ton. Hingga kini, kedua daerah ini masih menjadi penggawa dalam urusan produksi padi atau beras. Menanggapi itu, Isran menyebut persoalan pangan tak hanya padi, tapi ada juga lemak, protein dan serat.

“(Ketahanan pangan) masih berjalan. Dan beras di Kaltim aman. Tapi berkurang, kalau dimakan,” sebut Isran dengan nada bercanda.

3. Alasan pemerintah perlu impor beras

Ramai Kepala Daerah Tolak Impor Beras, Ini Respons Gubernur KaltimANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya

Sampai saat ini persoalan impor beras masih diperdebatkan. Sebagai informasi, stok beras Bulog per 14 Maret 2021 mencapai angka 883.585 ton, terdiri dari 859.877 ton stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 23.708 ton stok beras komersial.

Dari jumlah stok CBP yang ada saat ini, terdapat stok beras yang berpotensi turun mutu sekitar 400.000 ton, yang berasal dari pengadaan dalam negeri dan impor pada periode 2018-2019.

Meski demikian, stok beras layak konsumsi yang ada di Bulog saat ini kurang dari 500.000 ton, atau sekitar 20 persen dari kebutuhan beras rata-rata tiap bulan yang sebanyak 2,5 juta ton. Inilah yang menjadi alasan pemerintah hendak impor beras dari negara lain.

Baca Juga: Proyek IKN Gagal, Kaltim Diklaim Bakal Kehilangan Momentum

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya